KEBIJAKAN IMPOR SAPI BAKALAN DI INDONESIA
Kamis, 08 Januari 2015
Edit
Impor sapi maupun
bakalan dari luar negeri terus meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam
negeri belum dapat dipenuhi dengan pasokan sapi local. Menurut data pemotongan
sapi di Indonesia, populasi sapi selama tiga tahun terakhir naik dari 1.658.000
ekor (tahun 1997) menjadi 1.898.500 ekor
(tahun 1999). Namun pertumbuhan populasi sapi potong local masih lebih kecil
dari pertumbuhan konsumsi daging sapi. Populasi sapi pada sentra peternakan
sapi potong seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, Sulawesi
Selatan dan pulau Jawa juga lebih kecil dari kebutuhannya. Gejala penurunan
populasi sapi dapat ditinjau dari sisi peternak dan sisi pasar. Pada sisi peternak
sapi, penurunan populasi disebabkan oleh peningkatan kebutuhan hidup peternak,
sehingga sapi betina yang masih produktif sering dipotong dan diperjualbelikan
sebagai daging. Penyebab lain adalah bahwa usaha penggemukan tradisional sapi
potong oleh masyarakat semakin tidak menarik/menguntungkan, sebaliknya usaha
penggemukan intensif sapi memerlukan modal besar. Hal ini menyebabkan
ketersediaan bakalan turun.
Pada
sisi pasar, kebutuhan daging sapi semakin meningkat, baik sebagai akibat
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perubahan pola makan, maupun
pertambahan populasi. Kondisi ini membuat termotivasi untuk meningkatkan
perdagangan sapi tanpa peningkatan populasi ternak sapi. Tindakan tersebut
secara langsung mempengaruhi hubungan supply-demand daging sapi. Di Indonesia
permintaan sapi local siap potong lebih tinggi dari ketersediaannya, sehingga
pemasok daging sapi termotivasi untuk mengimpor sapi dari luar negeri. Impor
sapi dari Australia bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
peternakan sapi potong, karena disinyalir kualitas daging impor bermutu apkir.
A. Pengertian bakalan
Bakalan
adalah anak sapi berumur 1-2 tahun yang tidak layak bibit yang memenuhi
persyaratan tertentu baik jantan maupun betina untuk tujuan produksi atau hewan
bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi
kata tidak layak bibit dimaksudkan bahwa sapi tersebut tidak layak dikembangbiakkan
yang artinya tidak baik untuk menghasilkan anak, namun dapat ditingkatkan
produktivitasnya untuk menghasilkan daging baik kualitas maupun kuantitasnya.
Dalam Keputusan tersebut dijelaskan bahwa pemilihan bibit/bakalan bisa berasal
dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit
menular. Dalam pemilihan sapi bakalan usaha penggemukan harus memenuhi kriteria
berumur 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun dengan berat 250 350 kg. Penyediaan
bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan
ekonomi kerakyatan. Pengeluaran bakalan dari wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia keluar negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah
terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin. Keberhasilan penggemukan sapi
potong sangat tergantung pada pemilihan bibit atau bakalan yang baik dan
kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian
pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan
atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih
dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan.
Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan
sepasang gigi serinya telah tanggal. Usaha penggemukan sapi bertujuan
mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara. Pertumbuhan
dan lama penggemukan ditentukan oleh faktor individu, ras (bangsa) sapi, jenis
kelamin, dan usia ternak bakalan. Laju pertumbuhan ternak pada usaha
penggemukan terletak pada pemilihan bakalan. Bakalan harus dipilih dari sapi
yang cepat besar. Ada empat perusahaan yang mendapatkan jatah impor sapi
bakalan terbanyak pada tahun depan.
B. Impor Sapi Bakalan
Kebijakan
pemerintah mengurangi impor sapi bakalan dan impor daging sapi telah
meningkatkan gairah peternak untuk beternak lagi. Harga membaik dan peternak
beruntung. Ini berita menggembirakan bagi peternak. Memang ada korelasi kuat
antara importasi sapi/daging sapi dan harga sapi lokal di Indonesia. Pemerintah
harus tetap konsisten mempertahankan kebijakan menurunkan impor sapi/daging
sapi sampai hanya 10 persen mulai 2014 dan selanjutnya. Namun, ini tentu
menjadi ”petaka” bagi para importir sapi bakalan dan importir daging sapi.
Jumlah ternak ataupun daging yang diimpor sudah pasti turun dan keuntungan yang
diperoleh juga akan menurun. Ini wajar dan sangat manusiawi siapa pun itu
importirnya. Akibatnya, ada adu kekuatan antara peternak sapi lokal yang
umumnya berskala kecil dan importir yang didukung oleh peternak negara
eksportir. Pemerintah Indonesia berada di antara peternak dan importir. Ada
empat perusahaan yang mendapatkan jatah impor sapi bakalan terbanyak pada tahun
depan. Keempat perusahaan itu adalah PT Great Giant Livestock, PT Santosa
Agrindo, PT Austasia Stockfeed, dan PT Agro Giri Perkasa. Setiap perusahaan
tadi berhak mengimpor sapi bakalan sebanyak 10.000 ekor-14.000 ekor. Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengatakan,
tingginya harga daging disebabkan harga sapi bakalan impor tinggi. Saat ini
harganya mencapai 3,05 dollar AS per kilogram bobot hidup.
C. Kerugian Impor bakalan
1. Jika stok bakalan tidak mencukupi seperti
saat ini akan terjadi peningkatan harga.
2. Apabila terjadi impor yang berlebihan terus
menerus Negara mengalami ketergantungan pada bakalan dari Negara lain.
3. Peternak tidak bisa meningkatnkan populasi
ternaknya.
4. Impor bakalan yang terus menerus akan membuat
devisa Negara menurun.
5. Negara lain bisa saja mengirim sapi dengan
kualitas yang buruk.
D. Pelanggaran yang terjadi
Indonesia menganut system country base atau impor produk ternak hanya diperbolehkan dari negara yang
sudah terbebas oleh penyakit hewan bukan zona base dan
India merupakan Negara terlarang untuk memasok sapi karena ndia merupakan
negara yang salah satu daerahnya terjangkit penyakit hewan. Tetapi Malaysia
melakukan impor dari India dan kemudian dijual kembali ke Indonesia, padahal
Malaysia belum melakukan perjanjian bilateral dengan Indonesia dalam impor
barang, dan apabila Malaysia ingin mengirim ke Indonesia harus mendapat izin
dari kementrian teknis, apabila mendapat izin baru Malaysia boleh mengirim
barang ke Indonesia. Tetapi banyak oknum tertentu yang mengizinkan pengiriman
dari Malaysia sehingga Malaysia dapat bebas mengirimkan barang.
E. Tindak lanjut pemerintah
1. Seperti yang sudah diatur dalam pada
Undang-undang No18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan hanya
memungkinkan Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari negara yang terbebas
dari penyakit hewan maka Indonesia akan memperluas larangan hingga ke level
produk. Perluasan level larangan itu untuk mengantisipasi negara pengekspor
sapi bakalan yang bersiasat agar dapat memasukkan daging beku
2. Pemerintah membatasi impor bakalan dari
Negara Negara lain
F. Undang-undang yang mengatur impor bakalan
1. Undang-undang Republik Indonesia nomor 12
tahun 1995.
2. Undang-undang krisis impor tahun 1993.
3. Undang-undang nomor 18 tahun 2009.
KESIMPULAN
Dalam pemilihan bibit/bakalan bisa berasal dari sapi
lokal atau impor, tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit menular.
Penyediaan bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan
kemampuan ekonomi kerakyatan. Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat
tergantung pada pemilihan bibit atau bakalan yang baik dan kecermatan selama
pemeliharaan. Pertumbuhan dan lama penggemukan ditentukan oleh faktor individu,
ras (bangsa) sapi, jenis kelamin, dan usia ternak bakalan.