RANSUM TERNAK
Senin, 23 Maret 2015
Edit
Ransum
merupakan gabungan dari beberapa bahan yang disusun sedemikian rupa dengan
formulasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan ternak selama satu hari dan tidak
mengganggu kesehatan ternak. Ransum dapat dinyatakan berkualitas baik apabila
mampu memberikan seluruh kebutuhan nutrien secara tepat, baik jenis, jumlah,
serta imbangan nutrien tersebut bagi ternak. Siregar
(1994) menambahkan bahwa ransum merupakan campuran dari dua atau lebih bahan
pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Ransum harus
dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai
fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi. Ransum
perlu mendapatkan perhatian khusus dalam usaha peternakan. Kualitas dan harga
ransum sangat erat kaitannya dengan kandungan protein dalam ransum tersebut. Semakin tinggi
kandungan protein dalam ransum maka harga ransum semakin mahal, begitu
sebaliknya. Pemberian ransum dengan kandungan protein yang terlalu rendah akan
menurunkan produksi ternak dan kelebihan protein akan diubah sebagai energi
sehingga tidak efisien. Menurut Kamal (1995), pemberian protein yang berlebihan
tidak ekonomis sebab protein yang berlebihan tidak dapat disimpan dalam tubuh,
tetapi akan dipecah dan nitrogennya dikeluarkan lewat ginjal.
Ransum
yang diberikan oleh peternak biasanya dibuat berdasar usaha coba-coba sehingga
kurang efisien karena ada kemungkinan kandungan nutriennya kurang mencukupi
atau bisa kelebihan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka ransum untuk
ternak harus sesuai dengan kebutuhannya, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Ransum seimbang adalah ransum yang
diberikan selama 24 jam yang mengandung semua zat nutrien (jumlah dan macam
nutriennya) dan perbandingan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai
dengan tujuan pemeliharaan ternak (Chuzaemi, 2002). Pengetahuan tentang kualifikasi bahan pakan diperlukan
untuk menyusun ransum seimbang. Penyusunan ransum seimbang yang sesuai dengan
kebutuhan ternak, diharapakan akan dapat menghasilkan produksi yang optimal.
Zat nutrien adalah zat-zat gizi di dalam bahan pakan yang sangat diperlukan untuk
hidup ternak meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air
(Tillman et al., 1998). Kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh
kandungan zat nutrien atau komposisi kimianya, serta tinggi rendahnya zat
antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Ransum
yang memiliki serat kasar tinggi pada umumnya memiliki kecernaan rendah
sehingga penggunaan perlu dilakukan perlakuan terlebih dahulu apa di tambah
mikroba yang dapat mencerna serat kasar, agar dapat dimanfaatkan oleh ternak
Konsumsi
ransum setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Setiap
minggunya ayam mengonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan dengan minggu
sebelumnya (Fadilah, 2004). Ransum merupakan faktor penentu terhadap
pertumbuhan dan produktivitas, di samping bibit dan tatalaksana pemeliharaan.
Ransum menempati biaya produksi terbesar yaitu 60-70% dalam suatu usaha
peternakan. Bahan baku pakan yang umum dipergunakan berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan produk asal hewan dalam bentuk produk olahan ataupun produk
sampingan (by product). Penggunaannya sebagai komponen penyusun
ransum harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya mempunyai kualitas baik,
murah, dan tidak berbahaya untuk ternak yang mengkonsumsinya.
Ransum
dapat dinyatakan berkualitas baik apabila mampu memberikan seluruh kebutuhan
nutrien secara tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrien tersebut bagi
ternak. Ransum yang berkualitas baik berpengaruh pada proses metabolisme tubuh
ternak sehingga ternak dapat menghasilkan daging yang sesuai dengan potensinya.
Pada umumnya ransum untuk ternak ruminansia terdiri dari pakan hijauan dan pakan
konsentrat. Pakan pokok (basal) dapat berupa rumput, legum, perdu,
pohon-pohonan serta tanaman sisa panen; sedangkan pakan konsentrat antara lain
berupa biji-bijian, bungkil, bekatul dan tepung ikan
Dalam
industri perunggasan, penghematan biaya ransum merupakan tujuan yang harus
dicapai agar mendapatkan keuntungan yang maksimal, karena sebagian besar
(60-80%) biaya produksi adalah biaya ransum. Ransum merupakan salah satu
kendala yang dirasakan sebagai beban oleh para peternak dari sistem peternakan
intensif (dikandangkan), terutama
penyediaan bahan ransum yang berkualitas dengan kontinuitas yang
terjamin.
Ransum
berperan sangat penting dalam produksi ayam broiler. Ransum yang sesuai dengan
kebutuhan baik kualitas maupun kuantitasnya sangat menentukan produk akhir
bahan pakan alternatif yang masih memiliki kandungan nutrisi yang baik sehingga
dapat digunakan dalam penyusunan ransum. Faktor penting yang harus diperhatikan
dalam formulasi ransum ayam broiler adalah kebutuhan protein, energi, serat
kasar, Ca dan P. Komponen nutrien tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi
ayam broiler terutama untuk pertumbuhan dan produksi daging.
Konsumsi
ransum ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas serta temperatur
lingkungan (Wahju,1992). Menurut Sudaro dan Siriwa (2000), pemberian ransum
dapat dilakukan dengan cara bebas maupun terbatas. Cara bebas, ransum
disediakan ditempat pakan sepanjang waktu agar saat ayam ingin makan ransumnya
selalu tersedia. Cara ini biasanya disajikan dalam bentuk kering, baik tepung,
butiran, maupun pelet. Ransum untuk ayam pedaging dibedakan menjadi dua macam
yaitu ransum untuk periode starter dan periode finisher. Menurut
Rasyaf (1994), konsumsi ransum ayam broiler merupakan cermin dari masuknya
sejumlah unsur nutrien ke dalam tubuh ayam. Jumlah yang masuk ini harus sesuai
dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk hidupnya.
Ransum
itik umumnya terbuat dari bahan nabati dan hewani (Sudaro dan Siriwa, 2000).
Bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum pada itik belum ada aturan
bakunya, yang terpenting ransum yang diberikan kandungan nutriennya dalam
ransum sesuai dengan kebutuhan itik (Rasyaf, 1993). Sedangkan menurut Wahju
(1992), bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ransum ayam.
Ransum dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan ternak apabila cukup
energi, protein, serta imbangan asam- amino yang tepat (Rasyaf, 1993).
Sumber:
Chuzaemi. S. 2002. Arah
dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong Di Indonesia. Workshop Sapi Potong.
Lolit Sapi Potong Grati. Pasuruan.
Fadilah, R. 2004. Ayam Broiler
Komersial. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kamal, M. 1995. Pakan Ternak Non
Ruminansia (Unggas). Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
UGM. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1993. Mengelola Itik
Komersial. Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam
Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B., 1994. Ransum
Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudaro, Y. dan A. Siriwa, 2000.
Ransum Ayam dan Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, Hartadi. H, Rekso Hadiprojo.
S., Prowirokusumo, Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Fakultas Peternakan UGM.
Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrien Unggas.
Cetakan III. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.