Hormon Yang Berperan Saat Kebuntingan Ternak
Rabu, 01 April 2015
Edit
Kebuntingan berarti suatu keadaan dimana embrio sedang berkembang didalam uterus
ternak betina. Secara visual, periode
kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan
yang terakhir sampai terjadinya kelahiran anak secara normal. Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya
fertilisasi sampai terjadinya kelahiran
normal (Partodihardjo, 1980). Periode kebuntingan adalah periode dari
fertilisasi atau konsepsi sampai partus atau kelahiran individu muda. Selama
periode ini sel-sel tunggal membelah dan berkembang menjadi organisasi yang
lebih tinggi yaitu individu. Tingkat kematian periode ini, yaitu ovum, embrio,
maupun fetus lebih tinggi dibanding setelah individu lahir. Keluarnya fetus
atau embrio yang mati dan yang ukurannya dapat dikenali disebut abortus.
Keluarnya fetus yang hidup dan pada waktunya disebut lahir. Keluarnya fetus
yang mati pada saat partus pada babi dan hewan lain disebut stillbirths.
Lahirnya indiyidu baru sebelum waktunya disebut prematur.
Peleburan spermatozoa dengan
ovum mengawali reaksi kimia dan fisika yang
majemuk, bermula dari sebuah sel tunggal
yang mengalami peristiwa pembelahan diri yang berantai dan terus menerus selama hidup individu tersebut. Setelah
pembuahan, yang mengembalikan jumlah
kromosom yang sempurna, pembelahan sel selanjutnya bersifat mitosis sehingga anak-anak sel hasil
pembelahannya mempunyai kromosom yang sama
dengan induk selnya. Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan ovum oleh spermatozoa dapat
dibagi menjadi tiga periode, yaitu: periode
ovum, periode embrio dan periode fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi sampai terjadinya
implantasi, sedang periode embrional dimulai
dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan alat-alat tubuh bagian dalam. Periode ini disambung oleh periode
fetus. Lamanya periode kebuntingan untuk
tiap spesies berbeda-beda disebabkan oleh faktor genetik. Hewan yang tidak dalam masa estrus akan menolak untuk
kawin. Hewan yang tidak bunting, periode
estrus dimulai sejak dari permulaan estrus sampai ke permulaan periode berikutnya (Akoso, 1996).
Hormon yang
Berperan saat Kebuntingan Ternak antara lain:
a. GnRH (Gonadotrophin Realesing Hormon)
GnRH
merupakan suatu dekadeptida (10 asam amino) dengan berat molekul 1183 dalton.
Hormon ini menstimulasi sekresi Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan
Lutinizing Hormone (LH) dari hipofisis anterior. Pemberian GnRH meningkatkan
FSH dan LH dalam sirkulasi darah selama 2 sampai 4 jam (Salisbury, 1985).
FSH
dan LH merangsang folikel ovarium untuk mensekresikan estrogen. Menjelang waktu
ovulasi konsentrasi hormon estrogen mencapai suatu tingkatan yang cukup tinggi
untuk menekan produksi FSH dan dengan pelepasan LH menyebabkan terjadinya
ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding folikel dan pelepasan ovum. Setelah
ovulasi maka akan terbentuk korpus luteum dan ketika tidak bunting maka PGF2α
dari uterus akan melisiskan korpus luteum. Tetapi jika terjadi kebuntingan maka
korpus luteum akan terus dipertahankan supaya konsentrasi progesteron tetap
tinggi untuk menjaga kebuntingan (Imron, 2008).
b. Estrogen
Secara alami hormon estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang
berkembang, terutama di dalam sel sel granulosa folikel de Graff. Jika
folikel de Graff mencapai ukuran maksimum sampai sesaat sebelum
terjadi ovulasi, maka dalam waktu yang bersamaan jumlah sel sel teca interna
mencapai maksimal. Estrogen merupakan hormon steroid yang berperan dalam
merangsang perkembangan saluran kelamin betina, merangsang pelepasan Gn-RH dari
hipotalamus dan LH dari hipofisis yang berperan dalam pematangan dan ovulasi
folikel de Graff dan mensensitifkan sel sel granulosa untuk berespons
terhadap gonadotropin dan merangsang proliferasi serta diferensiasi sel sel
tersebut (Whittier et al., 1986).
Hormon estrogen mempunyai fungsi fisiologis yang paling luas
dibandingkan semua hormon steroid yang ada dalam darah. Estrogen mempengaruhi
susunan syaraf pusat untuk menginduksi tingkah laku estrus pada betina. Hormon
estrogen mempunyai peran dalam proses ovulasi melalui umpan balik positif
terhadap LH, mempengaruhi uterus untuk dapat meningkatkan endometrium dan
miometrium melalui hiperplasia dan hipertrofi sel, perkembangan sifat kelamin
sekunder, merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae, selanjutnya
estrogen mempunyai efek negatif dan positif terhadap hipotalamus dan pelepasan
FSH dan LH (Jabour et al. 1993;
McG Agro et al. 1994). Pada awal kebuntingan hormone ini
sedikit kemudian kadarnya mulai naik pada saat umur kebuntintingan mulai tua.
Pada usia kebuntingan 4 bulan akhir sapi akan mengekskresikan 10 X lipat hormon
esterogen didalam air seninya dibanding sesudah melahirkan.
c. Progesteron
Hormon progesteron adalah hormon yang dihasilkan oleh corpus
luteum, tetapi juga didapati di adrenal, plasenta dan testis. Secara umum
progesteron bekerja pada jaringan yang telah dipersiapkan oleh estrogen.
Frandson (1992), sebagai hormon pertumbuhan yang berperan dalam proses
pertumbuhan kelenjar mammary, bersama-sama dengan laktogen plasenta akan
bertanggung jawab terhadap proses percabangan dan pembentukan sel-sel epithel
kelenjar ambing (Manalu et al, 1998) hormon progesteron pada ternak sapi
dan domba disekresikan oleh plasenta selama stadium akhir kebuntingan, peran
hormon progesteron secara fisiologis ada 3 kondisi yaitu selama proses siklus
estrus, selama kebuntingan dan pasca lahir. Disebutkan oleh Hafez (1987), bahwa
progesteron merupakan hormon kebuntingan karena akan menyebabkan penebalan
endometrium dan perkembangan kelenjar uterin dalam persiapan terjadinya
impalntasi ovum yang sudah dibuahi dan menjaga selama kebuntingan.
Secara alamiah hormon progesteron dihasilkan oleh corpus luteum
(CL), plasenta dan kelenjar adrenal. Berdasarkan sifat kimiawinya hormon ini
dapat mempersiapkan uterus untuk memelihara kebuntingan. Kasus kasus aborsi
pada kebuntingan muda dibawah tiga bulan lebih banyak ditimbulkan oleh pengaruh
kekurangan produksi hormon ini (Macmillan dan Peterson, 1993). Hormon
ini mempunyai peranan paling penting dan dominan dalam mempertahankan
kebuntingan. Kadar hormon yang
meningkat menyebabkan berhentinya kerja hormon lain serta menyebabkan
berhentinya siklus estrus dengan mencegahnya hormon
gonadotrophin-gonadotrophin. Progesteron dihasilkan di corpus luteum dan
plasenta. Apabila sekresi hormon ini berhenti pada setia kebuntingan akan
berakhir selama beberapa hari.
Progesteron
penting selama kebuntingan terutama pada tahap-tahap awal. Apabila dalam uterus
tidak terdapat embrio pada hari ke 11 sampai 13 pada babi serta pada hari ke
15–17 pada domba, maka PGF2α akan dikeluarkan dari endometrium dan disalurkan
melalui pola sirkulasi ke ovarium yang dapat menyebabkan regresinya corpus
luteum. Apabila PGF2α diinjeksikan pada awal kebuntingan , maka kebuntingan
tersebut akan berakhir (Luqman, 1999).
Sumber:
Akoso, T. B.
1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.
Frandsond, R.D. 1992. Anatomy dan Fisiologi Hewan. Gadjah
Mada University
Press.Yogyakarta.
Hafez,
E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal 4 th ed. Lea and Febiger
Philadelphia.
Http://etikafarista.blogspot.com/2012/12/makalah-kebuntingan_13.html
Imron, A. 2008.
Biologi Reproduksi. Universitas Brawijaya. Malang.
Jabbour
H.M., Valehuizen F.A., Green .G, Asher G.W., 1993. Endocrine Responses and
Conception Votes In Follow Deer (Dama Dama) Following Oestrous Synchronization
and Cervical Insemination With Fresh or Frozen-thawed Spermatozoa. J. Reprod.
Fert. 98 : 495-502.
Luqman, M.,
1999. Fisiologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Surabaya
Macmillan,
K.L. and A.J. Peterson, 1993. A New Intravaginal Progesterone Realising Device
For Cattle (CIDR-B) for Estrus Synchronization, Increasing Pregnancy Rate and
The Treatment of Postpartum Anestrus. J.anim. Sci. 33 : 1-25.
Manalu, W. and
M.Y. Sumaryadi. 1998b. Mammary gland indices at the end of lactation in
Javanese thin-tail ewes with different litter size. Asian-Austr. J. Anim. Sci.
11:648-654.
McG
Agro, Jabbour C.H.M., Goddard P.J., Webb R. London A.S.I. 1994. Superovulation
In Red Deer (Cervus Elaphus) and Pere David-s Deer (Elapharus Davidianus) and
Fertilitation Rates Following Artificial Insemination With Pere David-s Deer
Semen. J. Reprod. Fert. 100 : 629-636.
Partodihardjo,
S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta
Salisbury, 1985. Fisiologi Reproduksi Hewan Ternak.
Penerbit Angkasa. Bandung.
Synchronization
in Beef Heifer. J. Anim. Sci. 63: 700-704.
Whittier, J.C.,
G.H Deutcher, and D.C. Clanton. 1986. Progesterone and Prostaglandin for Etrus.