SPERMATOGENESIS (PROSES PEMBENTUKAN SPERMA)
Rabu, 01 April 2015
Edit
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma yang terjadi di epitelum (tubuli)
seminefri dibawah kontrol hormon gonadothropin dan hipofisis
(pituitaria bagian depan). Tubuli seminefri ini terdiri atas sel setroli
dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi dalam tiga fase,
yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis
yang membutuhkan waktu 13-14 hari (Yuwanta, 2004).
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa
(tunggal : spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad)
jantan, yaitu testis tepatnya di tubulus seminiferus. Sel spermatozoa,
disingkat sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis
melewati sebuah proses kompleks. Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan
dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang
kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri dari
sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia (jamak).
Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus
seminiferus. Spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap – tahap
perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Sperma sebagian besar terdiri dari:
1. Deoxyribonucleoprotein yang terdapat dalam nucleus yang merupakan kepala
dari sperma. Nucleoprotin dalam inti
sperma semua spesies, terbentuk oleh asam deoxyribonucleus yang
terikat pada protein. Akan tetapi pada spesies-spesies itu nucleoprotein-nucleoprotein-nucleoprotein
tidak identik satu sama lain, melainkan ada perbedaan – perbedaannya yaitu terutama
pada 4 bagian pokok ialah adenine, quinine, oxytosine, dan thymine.
2. Muco-polysaccharide yang terikat pada molekul-molekul protein terdapat di-acrosome, yaitu
bagian pembungkus kepala. Polysaccharide yang terdapat pada acrosome
ini mengandung 4 macam gula – gula yaitu : fucose, suatu methylpentose,
galactose, mannose dan hexosamine. Keempat unsur gula-gula
ini terikat pada protein sehingga member reaksi pada zat warna asam, yaitu PAS
(Periodic Acid Schiff). Fungsi dari muco-polysaccharide yang terikat
pada molekul protein dalam metabolisme sperma tidak diketahui.
3. Plasmogen atau lemak aldehydrogen yang terdapat di bagian
leher, badan dan ekor dari sperma, merupakan bahan yang dipergunakan oleh
sperma itu untuk respirasi endogen.
4. Protein yang menyerupai
keratin yang merupakan selubung tipis yang meliputi seluruh badan, kepala dan
ekor sperma. Protein ini banyak mempunyai ikatan dengan unsure zat tanduk yaitu
S (sulfur). Protein ini terutama banyak terdapat pada membran sel – sel
dan fibril – fibrilnya. Mungkin protein yang mengandung banyak S ini
bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas permukaan sel sperma itu.
5. Enzim dan co-enzim. Sperma mengandung bermacam - macam enzim
– enzim dan co-enzim yang pada umumnya digunakan untuk proses
hidrolisis dan oksidasi. Misalnya semua enzim dan co-enzim yang
diperlukan dalam siklus glikolisis ada pada sel sperma. Sel sperma juga
mengandung yaluronidase yang diduga berada dekat sekali ke permukaan
sel, sehingga setiap saat dapat dilepaskan ke medium sekitarnya (Partodihardjo,
Soebadi. 1980).
Ciri utama spermatozoa adalah
motilitas yang digunakan sebagai patokan paling sederhana dalam penilaian
kualitas semen. Persentase spermatozoa motil (bergerak progresif) dapat
digunakan sebagai ukuran kesanggupan untuk membuahi ovum (SETIADI cit Pamungkas,
2008). Motilitas dipengaruhi oleh umur sperma, maturasi sperma, penyimpanan
energi (ATP), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan adanya
rangsangan atau hambatan (HAFEZ cit Pamungkas, 2008).
1. PROSES
PEMBENTUKAN SPERMATOGENESIS
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini dimulai dengan
sel benih primitif, yaitu spermatogonium. Pada saat terjadinya
perkembangan sel kelamin, sel ini mulai mengalami mitosis, dan
menghasilkan generasi sel-sel yang baru. Sel-sel yang baru dibentuk dapat
mengikuti satu dari dua jalur. Sel-sel ini dapat terus membelah sebagai sel
induk, yang disebut spermatogonium tipe A, atau dapat berdeferensiasi
selama siklus mitosis yang progresif menjadi spermatogonium B. Spermatogonium
B merupakan sel progenitor yang akan berdeferensiasi menjadi spermatosit
primer. Segera setelah terbentuk, sel-sel ini memasuki tahap profase dari
pembelahan meiosis pertama. Spermatosit primer merupakan sel terbesar dalam
garis keturunan spermatogenik ini dan ditandai dengan adanya kromosom dalam
berbagai tahap proses penggelungan di dalam intinya (Fawcett, 2002).
Gambar 1. Tahapan pembentukan spermatogenesis
(Junqueira et al, 2007).
Dari pembelahan meiosis pertama ini timbul sel berukuran
lebih kecil yang disebut spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder sulit
diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek dan berada
dalam tahap interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan
meiosis kedua. Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Karena
tidak ada fase-S (sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis
pertama dan kedua pada spermatosit, jumlah DNA per sel berkurang setengah selama
pembelahan kedua ini, yang menghasilkan sel haploid (n). Oleh karena itu,
proses meiosis menghasilkan sel dengan jumlah kromosom haploid. Dengan
adanya pembuahan, sel memperoleh kembali jumlah diploid yang normal (Junqueira
et
al., 2007).
Pada proses spermatogenesis terjadi proses -
proses dalam istilah sebagai berikut :
a. Spermatositogenesis (spermatocytogenesis) adalah tahap
awal dari spermatogenesis, yaitu
peristiwa pembelahan spermatogonium menjadi spermatosit primer (mitosis),
selanjutnya spermatosit melanjutkan pembelahan secara meiosis menjadi
spermatosit sekunder dan spermatid. Istilah ini biasa disingkat proses
pembelahan sel dari spermatogonium menjadi spermatid.
b. Spermiogenesis (spermiogensis) adalah peristiwa
perubahan spermatid menjadi sperma yang dewasa. Spermiogenesis terjadi
di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari. Terbagi menjadi
tahap 1) Pembentukan golgi, axon ema dan kondensasi DNA, 2) Pembentukan
cap akrosom, 3) pembentukan bagian ekor, 4) Maturasi, reduksi sitoplasma
difagosit oleh sel Sertoli.
c. Spermiasi (Spermiation) adalah peristiwa
pelepasan sperma matur dari sel sertoli ke lumen tubulus seminiferus
selanjutnya ke epididimidis. Sperma belum memiliki kemampuan bergerak sendiri
(non-motil). Sperma non motil ini ditranspor dalam cairan testicular hasil
sekresi sel Sertoli dan bergerak menuju epididimis karena kontraksi otot peritubuler.
Sperma baru mampu bergerak dalam saluran epidimis namun pergerakan sperma dalam
saluran reproduksi pria bukan karena motilitas sperma sendiri melainkan karena
kontraksi peristaltik otot saluran.
Ada dua fase atau tahap spermatogenesis :
1) Fase spermatocytogenesis,
yaitu fase pertumbuhan jaringan spermatogenik dengan pembelahan sederhana.
2) Fase spermiogenesis,
yaitu fase terjadinya peristiwa metamorfosis atau perubahan bentuk dari spermatid
menjadi spermatozoa muda dan sempurnaa.
Spermatogenesis atau proses pembentukan sperma terjadi di dalam testis, tepatnya pada tubulus
seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal
dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Hal ini bertujuan untuk
membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus
yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri
dari sejumlah besar sel epitel germinal atau sel epitel benih yang
disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak di dua sampai tiga
lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia
terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri. Sebagian dari spermatogonia
berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia
yang bersifat diploid berkumpul di tepi membran epitel germinal yang
disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah
secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa
kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih
bersifat diploid. Setelah beberapa minggu, setiap spermatosit primer
membalah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang
bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon
sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid. Setiap spermatid
akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa atau sperma. Proses
perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi.
Spermatogonium berubah menjadi spermatosit primer melalui pembelahan mitosis.
Selanjutnya, spermatosit primer membelah diri secara miosis menjadi dua
spermatosit sekunder yang haploid dan berukuran sama. Spermatosit
sekunder mengalami pembelahan meiosis dua menghasilkan empat spermatid.
Spermatid adalah calon sperma yang belum berekor. Spermatid yang telah
mempunyai ekor disebut sperma. Pada manusia spermatogenesis berlangsung lebih
kurang 16 hari. Selama spermatogenesis, sperma menerima bahan makanan dari
sel-sel sertoli. Sel sertoli merupakan tipe sel lainnya di dalam tubulus
seminiferus.
2. HORMON
YANG BERPENGARUH
DALAM PROSES SPERMATOGENESIS
Proses pembentukan spermatozoa
dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon, diantaranya
a. Kelenjar
hipofisis menghasilkan hormon peransang folikel (Folicle Stimulating Hormon/
FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormon/ LH).
b. LH merangsang sel leydig untuk
menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/
testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP
(Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk
memulai spermatogenesis.
d. Hormon
pertumbuhan, secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.
Semua proses spermatogenesis dikontrol oleh sistem
endokrin, yaitu oleh hormon gonadothropin seperti hormon FSH, ICGSH
dan androgen. Rangkaian kejadian pengendalian hormon terhadap spermatogenesis
pada sapi jantan adalah
a. Sapi jantan
pada waktu pubertas dicapai hormon FSH mempengaruhi sel Leydig
untuk menghasilkan hormon androgen (hormon jantan).
b. Androgen membuat epitel germinalis dari tubulus
seminifrus bereaksi terhadap FSH.
c. FSH menyebabkan dimulainya spermatogenesis dengan
adanya pembelahan sel di spermatogonia.
d. Spermatogenesis diatur oleh FSH, LH dan androgen serta estrogen.
e. Androgen terhadap seluruh organ kelamin jantan membantu
mempertahankan kondisi yang optimum terhadap spermatogenesis,
transportasi spermatozoa dan penempatannya di daerah yang terjadi
pembuahan.
Sumber:
Fawcett, Don
W. 2002. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC 423-501.
Junqueira,
L. C., Jose Carneiro, Robert O. K. 2007. Histologi Dasar edisi ke-8. Jakarta: EGC. Hal 419-432.
Partodiharjo,
Soebadi. 1980. Pemulia Biakkan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.
Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta: Kanisius.