KARAKTERISTIK KAMBING BOERAWA
Sabtu, 09 Mei 2015
Edit
Kambing Boerawa merupakan jenis kambing hasil
persilangan antara kambing Boer jantan dan kambing Peranakan Etawa (PE) betina.
Kambing Boerawa saat ini telah berkembang biak dan menjadi salah satu komoditi
ternak unggulan diberbagai provinsi di Indonesia. Postur tubuh kambing ini
cukup tinggi dan relatif besar. Pertambahan berat badan dapat mencapai 100-150
gram per hari dan mencapai berat potong sekitar 30-40 kg pada umur 12 bulan.
Persentase karkas cukup tiggi, yaitu 48-50%.
Kambing Boerawa memiliki ciri–ciri diantara kambing
Boer dengan kambing PE sebagai tetuanya. Penampilan kambing Boerawa lebih mirip
dengan kambing PE namun telinganya lebih pendek daripada kambing PE dengan
profil muka yang sedikit cembung. Selain itu, kambing Boerawa juga memiliki
badan yang lebih besar dan padat daripada kambing PE sehinggga jumlah daging
yang dihasilkan lebih banyak (Ditbangnak, 2004). Hardjosubroto (1994)
menyatakan setiap individu akan mewarisi setengah dari sifat-sifat tetua
jantannya dan setengah berasal dari induknya. Kambing Boerawa memiliki beberapa
keunggulan antara lain pertumbuhannya yang tinggi yaitu 0,17 kg/hari. Bobot
lahir kambing Boerawa mencapai 3,7 kg dengan pertambahan bobot tubuh mencapai
0,17 kg/hari. Bobot tubuh kambing Boerawa umur 8 bulan dapat mencapai 40 kg
(Ditbangnak, 2004)
Kambing Boerawa saat ini sedang dikembangbiakan dan
menjadi salah satu ternak unggulan di Provinsi Lampung. Kambing tersebut
dipelihara oleh masyarakat sebagai penghasil daging karena keunggulan sifat
yang dimiliki sehinga harga jualnya juga tinggi dan permintaan pasar terhadap
kambing Boerawa tingi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung,
2004). Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menggambarkan tentang
performans kambing Boerawa pada awal dikenalkan di masyarakat, Adhianto dan
Sulastri (2007) menyatakan bahwa kambing Boerawa memiliki bobot lahir, sapih
dan usia 1 tahun masing-masing 2,9 kg; 19,8 kg; dan 40,9 kg. Rataan lama
kebuntingan induk kambing boerawa pada penelitian ini adalah 159,31 + 4,37
hari.
Menurut Sutama et.,al. (2003), rata-rata
bobot lahir pada persilangan kambing Boer dan Peranakan Etawah adalah 3,86 kg.
Pada penelitian ini rata-rata yang diperoleh lebih rendah, hal ini diduga
disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan dimana tetuanya
dipelihara. Menurut pendapat Kostaman dan Sutama (2005), faktor genetik
merupakan potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh ternak, sedangkan faktor lingkungan merupakan
kesempatan yang diperoleh ternak dimana tempatnya berada. Dari hasil penelitian
Kusuma et.,al. (2012) di dapatkan data kinerja reproduksi kambing
boerawa yang di pelihara di perdesaan yaitu lama kebuntingan 159,31 + 4,37
hari, litter size 1,62 + 0,65 ekor, dan bobot lahir 3,02 + 0,29 kg.
Sumber:
Adhianto, K.,
dan Sulastri 2007. Evaluasi Performan Produksi Kambing Peranakan Ettawa dan
Boerawa pada sistem Pemeliharaan di Pedesaaan. Jurnal AGRITEK-Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian, Teknologi Pertanian, Kehutanan, Terakreditasi
Ditjen Dikti No.26/DIKTI/KEP/2005, Volume 15, No.3, Juni 2007, hal 504--506.
Disnak Lampung.
2004. Pemkab Tanggamus Alokasikan Dana Program Sentra Kambing Boerawa. Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. Bandarlampung
Kostaman, T. Dan
I-K Sutama. 2005. Laju pertumbuhan kambing anak hasil persilangan antara
kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada priode pra-sapih. JITV 10: 106 – 112.
Kusuma A, N.
Ngadiyono, Kustantinah dan I.G. S. Budisatria. 2012. Lama Kebuntingan, Litter
Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa
pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 131-136 ISSN 1410-5020.
Sutama, I-K., B.
Setiadi, Igm.Budiarsana, T. Kostaman A. Wahyuarman, M.S. Hidayat, Mulyawan, R.
Sukmana Dan Bachtiarl. 2003. Pembentukan kambing persilangan Boereta untuk
meningkatkan produksi daging dan susu. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian
Ternak.