KARAKTERISTIK SAPI MADURA ASLI INDONESIA
Kamis, 21 Mei 2015
Edit
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sundaicus) dengan sapi
Zebu (Bos indicus), Oleh karena itu sebenamya sapi Madura merupakan sapi
persilangan. Sapi Madura termasuk sapi potong yang memiliki kemampuan daya
adaptasi yang baik terhadap stress pada lingkungan tropis, keadaan pakan yang
kurang baik mampu hidup dan berkembang dengan baik, serta tahan terhadap
caplak. Sapi Madura menunjukkan respon yang cukup baik dengan perbaikan
lingkungan. Sapi Madura sebagai sapi potong tipe kecil memiliki variasi berat
badan sekitar 300 kg dan pemeliharaan yang baik dengan pemenuhan kebutuhan
pakan dengan pakan yang baik mampu mencapai berat badan ≥ 500 kg, ditemukan
pada sapi Madura yang menang kontes (Soehadji, 2001) Performans berat badan
sapi Madura mempunyai keragaman yang cukup luas, didapatkan berat badan yang
tinggi (± 500 kg) dan didominasi oleh berat badan yang cukup rendah (± 300 kg).
Menurut
Moore (1984) bahwa angka pertambahan berat badan harian yang dicapai sapi-sapi
lokal di Indonesia berkisar antara 0,5–0,8 kg/ekor/hari dan sebagian besar
peternakan rakyat lebih rendah. Sapi madura memiliki persentase karkas yang
cukup baik, mampu mencapai 60% yang didapatkan pada ternak yang dilakukan
dengan pengelolaan dan kecukupan pakan yang mempengaruhi kondisi ternak.
Biasanya karkas sapi madura rata-rata 50-60%.
Komformasi
sapi Madura pada bagian kepala bertanduk yang mengarah dorsolateral, tanduk
besar dan pada sapi jantan memiliki gumba (punuk) sedangkan yang betina tidak
tampak adanya punuk (kecil). Warna bulu merah bata–merah coklat, warna sapi
jantan dan betina sama sejak lahir sampai dewasa; garis punggung (linea
spinosum) kehitaman-coklat tua masih ditemukan, warna keputih-putihan pada
daerah bawah kaki. Badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki punuk walaupun
berukuran kecil.
Menurut
Karnaen dan Arifin (2007), sapi Madura secara fisiologis dan biologi memiliki
ciri-ciri :
1. Usia pubertas sapi Madura berkisar antara
510-640 hari.
2. Rata-rata panjang siklus
birahi pada musim kemarau lebih panjang
dibandingkan dengan siklus birahi pada musim
hujan, sebaliknya rata-rata lama periode birahi
pada musim hujan lebih pendek dibandingkan dibandingkan
dengan lama periode birahi pada musim kemarau.
3. Beberapa sifat reproduksi dan produksi sapi
Madura pada musim hujan dan musim kemarau tidak sama.
Kontribusi
sapi Madura sebagai sapi potong yang berkembang dengan baik di Jawa Timur
khususnya di pulau Madura mempunyai kontribusi yang cukup besar sampai 24 %
dari kebutuhan suply sapi potong yang berasal dari Jawa Timur. Kasus penyakit
yang pernah terjangkit pada sapi Madura adalah penyakit Surra, ngorok, ingusan,
distomatosis, scabies dan gangguan reproduksi dan defisiensi nutrisi.
Sumber
:
Didi Budi Wijono Dan Bambang Setiadi.
2004. Potensi Dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Madura. Lokakarya Nasional
Sapi Potong.
Karnaen dan Arifin, J. 2007. Kajian
Produktivitas Sapi Madura. J ilmu ternak 7(2):135-139
Moore, C.P. 1984. Production rate in
tropical beef cattle. W.A.R
Soehadji. 2001. Kebijakan pengembangan
ternak potong di Indonesia tinjauan khusus sapi Madura. Pros. Pertemuan Ilmiah
Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi
Madura. Sumenep. Hal.1-12.