TEPUNG BULU AYAM UNTUK PAKAN TERNAK
Rabu, 06 Mei 2015
Edit
Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan jumlah berlimpah
dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam dan tingkat pemotongan
sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di pasar. Bulu ayam sampai
saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil saja yang
dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, pupuk tanaman,
kerajinan tangan/hiasan dan shuttle cock (Adiati et al., 2004).
Menurut Packham (1982) bahwa dari hasil pemotongan setiap ekor ternak unggas
akan diperoleh bulu sebanyak ± 6% dani bobot hidup (bobot potong ± 1,5 kg).
Sebelum bulu ayam diberikan ke Ternak, bulu ayam diolah terlebih dahulu menjadi
tepung. Pemrosesan bulu ayam pada prinsipnya untuk melemahkan atau memutuskan
ikatan dalam keratin melalui proses hidrolisis. Berbagai metode pemrosesan
telah diteliti untuk meningkatkan kecernaan dari bulu
ayam.
Pengolahan bulu ayam menjadi tepung dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain:
1. Pengolahan secara fisik
Limbah bulu ayam yang
diproses mengunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan dan suhu
tinggi, yaitu pada suhu 105°C dengan tekanan 3atm dan kadar air 40% selama 8
jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap
untuk digiling (Adiati et.al., 2004).
2. Pengolahan secara kimiawi
Proses kimiawi
dilakukan dengan penambahan HCl 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam yang sudah
bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah
direndam oleh HCl 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi
tepung.
3. Pengolahan secara enzimatis
Bulu ayam yang diproses
dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4% dan
disimpan selama dua jam pada suhu 52oC. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu
87oC hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung.
4. Pengolahan secara kimia dengan basa
Pengolahan secara kimia
menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH 6%, disertai
pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap kemudian
dikeringkan dan digiling (Puastuti 2007).
Bulu
ayam sangat potensial dijadikan sebagai sumber protein pakan ternak, karena
kandungan protein kasarnya tinggi yaitu 85-95%. Bulu ayam dapat dimanfaatkan
untuk campuran pakan ternak unggas maupun ternak ruminansia bahkan dijadikan
pelet untuk pakan ikan.
1. TEPUNG BULU UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Pemanfaatan bulu ayam
sebagai sumber protein pada ransum ternak ruminansia belum banyak dilakukan.
Hal ini disebabkan karena protein yang terkandung didalamnya sulit dicerna.
Protein kasar bulu ayam termasuk dalam jenis protein serat, yaitu keratin yang
sulit dicerna baik oleh mikroorganisme rumen maupun oleh enzim-enzim pencernaan
pascarumen (Tillman et.al., 1982). Keunggulan penggunaan tepung bulu
ayam untuk ternak ruminansia adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap
perombakan oleh mikroorganisme rumen (rumen undegradable protein/RUP), namun
mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP
tersebut berkisar antara 53-88%, sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar
12-46%.
2. TEPUNG BULU UNTUK PAKAN TERNAK UNGGAS
Penggunaan tepung bulu
ayam untuk ransum unggas sebagai pengganti sumber protein pakan konvensional
(bungkil kedelai) sampai dengan taraf 40 % dari total protein ransum memberikan
respons sebaik ransum kontrol. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula
ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya,
semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan
menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan
juga merosot (Rasyaf, 1992). Tepung bulu tidak disukai (kurang palatable) oleh
ternak, sehingga penggunaannya dalam ransum harus dibatasi. Pemakaian yang
berlebihan akan mengurangi konsumsi ransum, mengkibatkan kandungan asam amino
yang tidak berubah Pemakaian dalam ransum unggas dan babi disarankan maksimum
5-7 %. Untuk broiler (ayam potong ) disarankan < 5%, untuk ayam petelur 7%.
Di lapangan, pabrik pakan hanya menggunakan tepung bulu sekitar 1- 2 % saja
dalam ransum pakan komplit.
3. PELET BULU AYAM
Pelet
bulu ayam merupakan salah satu inovasi makanan ikan yang bahan dasarnya terbuat
dari bulu ayam. Bulu ayam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pelet
adalah bulu ayam kering yang telah digiling sehingga serat bulu ayamnya jauh
lebih lembut. Hasil uji laboratorium yang telah dilakukan terhadap sampel pelet
bulu ayam yang diujikan di LPPT Universitas Gadjah Mada, pelet bulu ayam
memiliki kandungan air sebesar 9,16 % , abu sebesar 3,47 %, serat kasar sebesar
6,65 %, protein sebesar 20,22 %, karbohidrat sebesar 65,29% dan lemak sebesar
1,86 %. Dari pengujian tersebut dapat kita ketahui bahwasanya pelet bulu ayam
memiliki kandungan protein, karbohidrat, dan lemak yang dapat menambah berat
badan ikan.
Keunggulan
produk pelet bulu ayam ialah ramah lingkungan, disebut ramah lingkungan karena
produk pelet ini sama sekali tidak menggunakan campuran bahan kimia. Bahan
dasar yang digunakan yakni limbah bulu ayam. Selain untuk mengurangi pencemaran
lingkungan, pengolahan limbah bulu ayam dapat dioptimalkan tidak hanya sebagai
bahan dasar kemoceng, isian bantal dan boneka. Disamping itu pelet bulu ayam
mudah dalam proses produksi, karena dengan menggunakan mesin-mesin yang mudah
ditemukan seperti mesin penggiling bulu ayam, mesin pencetak pelet, dan mesin
oven. Selain itu bahan-bahan campuran lain untuk membuat pelet bulu ayam cukup
mudah ditemukan di pasaran. Pelet bulu ayam dijual dengan harga yang murah,
dengan harga Rp 7.000,00 sudah mendapatkan satu kemasan pelet bulu ayam. Selain
dengan harga yang cukup murah isi pelet bulu ayam ini jauh lebih banyak
daripada pelet biasanya. (kompasiana.com).
Kendala
utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya
daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kandungan
protein kasar berbentuk keratin (SRI INDAH, 1993). Dalam saluran pencernaan,
keratin tidak dapat dirombak menjadi protein tercerna sehingga tidak dapat
dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, bulu
ayam harus beri perlakuan, dengan memecah ikatan sulfur dari sistin dalam bulu
ayam tersebut.
Sumber:
Adiati, U., W. Puastuti dan I-W.
Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan ternak
ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39 – 44.
http://edukasi.kompasiana.com/2014/07/22/mahasiswa-universitas-sanata-dharma-berhasil-mengembangkan-pelet-ikan-organik-berbahan-dasar-limbah-bulu-ayam-669700.html
Packham, R.G. 1982. Feed Composition,
Formulation and Poultry Nutrition. Nutrition and Growth Manual. Australian
Universities International Development Program (AUIDP), Melbourne.
Puastuti W. 2007. Teknologi pemrosesan
bulu ayam dan pemanfaatannya sebagai sumber protein pakan ruminansia. Wartazoa
17 (2): 53-60
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Peternakan
Unggas Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sri Indah Z. 1993. Pengaruh lama
pengolahan dan tingkat pemberian tepung bulu terhadap performans ayam jantan
broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Tillman, A.D., S. Reksohadiprojo, S.
Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Fakultas Petemakan UGM. Yogyakarta.