Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan INTEGRATED PLANT
Senin, 24 Maret 2014
Edit
A.
Latar Belakang
Pola
integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian
terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini
sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga
pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan
digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian digunakan untuk pakan ternak.
Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha
yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi
antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling
menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan
meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Salah satu sistem usaha tani yang dapat
mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi
tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah
terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak.
Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan
limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem
integrasi merupakan factor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat
tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran, Djajanegara,
Kariyasa dan Kasryno,2006).
Petani
memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tamanannya, kemudian
memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Ismail dan Djajanegara,
2004). Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan
ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi,
jerami jagung, limbah kacang-kacangan, dan limbah pertanian lainnya. Terutama
pada musim kering, limbah ini bisa menyediakan pakan berkisar 33,3% dari total
rumput yang diberikan (Kariyasa, 2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan
limbah adalah disamping mampu meningkatkan ketahanan pakan khususnya pada musim
kering juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput,
sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan
ternak.
BAB II
ISI
Tanaman yang
diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk
samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman)
untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi
dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman.
Sejalan dengan program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak
sapi yaitu melalui program-program bantuan pengadaan bibit sapi
maka hal ini sangat baik untuk penerapan integrasi ternak sapi
dalam usaha tani tanaman. Menurut Bamualim et al. (2004), keuntungan
langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah meningkatnya pendapatan
petani-peternak dari hasil penjualan sapi dan jagung. Keuntungan tidak langsung
adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk kandang. Macam-macam
intrgrasi tanaman dengan ternak antara lain adalah :
A. INTEGRASI
TANAMAN PADI DENGAN TERNAK SAPI
Usaha
pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan dapat memanfaatkan
secara optimal sumberdaya lokal dan produk samping tanaman
padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan sistem integrasi padi ternak
(SIPT). Program SIPT merupakan salah satu alternatif dalam meningkatkan
produksi padi, daging, susu, dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani
(Hayanto B, et.al., 2002). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan
teknologi pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami
padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
sapi sebagai pakan sapi. Sedangkan kotoran ternak
sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah di areal persawahan. Produk
samping tanaman padi berupa jerami mempunyai potensi yang
cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan ternak.
Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4
ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan
untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak
dilakukan pencacahan, fermentasi ataupun amoniasi. Jerami padi yang
telah difermentasi siap untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi
namun dapat ditambahkan dengan bahan pakan lainnya secara bersama-sama
seperti hijauan legum (lamtoro, kaliandra, turi) yang
dibudidayakan di areal pematang atau pagar kebun. Pemberian jerami disesuaikan
dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya
diberikan sejumlah 20 – 30 kg jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk
menambah nafsu makan. Penambahan bahan pakan lain seperti dedak padi atau
hijauan legum dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi. Kotoran
sapi berupa feses, urine dan sisa pakan
dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal
persawahan sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani.
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg
setiap hari, urine 7 – 8 liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk
organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk. Dengan demikian
satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk
organik per tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan
adalah 2 ton/ha untuk setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada
dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali
tanam dalam setahun.
B.
INTEGRASI TANAMAN JAGUNG DENGAN
TERNAK SAPI
Tanaman jagung setelah
produk utamanya dipanen hasil ikutan tanaman jagung berupa
daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif.
Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas tanaman
jagung antara 2,5 – 3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu
menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak
(bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot
hidup) dalam setahun. Produk ikutan tanaman jagung sebelum
digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah menjadi silase baik dengan atau
tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah
diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu agar
lebih memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Agar ternak
lebih menyukai dapat ditambahkan molases atau air garam.
Kotoran ternak yang telah diproses dapat dipergunakan sebagai
sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki
struktur tanah pada lahan tanaman jagung.
C. INTEGRASI
TANAMAN SAYURAN DENGAN TERNAK SAPI
Keterpaduan
usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah
satu upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang dipelihara di kawasan
sayur-sayuran atau memanfaatkan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak
dipasarkan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun
pemanfaatan limbah sayuran sebagai pakan ternak tidak dapat
diharapkan banyak karena limbah sayuran potensinya sangat sedikit. Oleh karena
itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman
sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman
sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak mengganggu tanaman
sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan. Untuk
memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan
kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk
kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran
dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk
buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih
ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman
sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman
pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak
dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran,
rerumputan dan tanaman legum.
D. INTEGRASI
TANAMAN BUAH DENGAN TERNAK SAPI
Pengembangan
ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan
yaitu memanfaatkan lahan yang berada di antara tanaman
buah-buahan sebagai areal penanaman rumput untuk pakan ternak.
Sementara ternaknya dikandangkan di areal tanaman
buah-buahan dan rumput yang dihasilkan di areal tanaman
buah-buahan dipotong dan dibawa ke kandang sebagai pakan ternak.
Selain itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat
dikembangkan sebagai ladang penggembalaan ternak (ternak
diikat pada kawasan tertentu) namun harus diawasi agar ternak
tidak merusak tanaman buah-buahan yang ada. Keuntungan dari
keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat terawat,
dihasilkan beragam produk, tersedia pakan ternak dan pupuk
organik untuk kesuburan serta konservasi sumber daya alam. Tanaman
buah-buahan yang dapat diintegrasikan dengan ternak
sapi diantaranya nanas dan pisang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
sistem
integrasi tanaman-ternak. Sistem ini memberikan keuntungan kepada petani dan peternak
antaralain :
1) pupuk kompos dari kotoran ternak sapi
dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sebagai sumber pendapatan
2) ternak dapat dimanfaatkan sebagai
tenaga kerja dan juga sumber pendapatan bila disewa oleh petani lain yang tidak
memiliki ternak sapi,
3) limbah jagung bermanfaat sebagai
pakan sehingga mengurangi biaya penyediaan pakan. Pengembangan usaha ternak
sapi dapat dilakukan dengan memberdayakan sumber daya lokal.
Pengembangan
pola integrasi ternak tanaman-ternak memerlukan kerja sama antara petani, peternak
dan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan sistem
integrasi tanaman-ternak dapat berupa strategi agresif dan diversifikatif.
Pemerintah juga perlu memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan
introduksi tanaman hijauan pakan unggul yang dapat ditanam di antara pohon
kelapa maupun lahan terbuka. Pengembangan integrasi tanaman dan ternak dapat
dilakukan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat memudahkan pemerintah
dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan komunikasi di
antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Bamualim, A., R.B. Wirdahayati, dan M.
Boer. 2004. Status dan peranan sapi lokal pesisir di Sumatera Barat. Prosiding
Seminar Sistem Kelembagaan Usaha Tani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Hayanto,
B., I. Inounu, Arsana B, dan K. Dwiyanto, 2002. Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Http://ag1992.blogspot.com/2012/11/sistem-pertanian-terpadu.html Di akses tanggal 09 juni 2013 pukul 18.40 WIB.
Http://sekarmadjapahit.wordpress.com/2011/12/22/integrasi-ternak-sapi-dengan-tanamanpangan/
Di
akses tanggal 09 juni 2013 puku 18.35 WIB.
Http://www.scribd.com/doc/64084538/2010-Ped-Tek-Integrasi-Sapi-Tanaman-All Di akses pada tanggal 09 juni 2013 pukul 18.30 WIB.
Ismail, I. G. dan
Djajanegara, A. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft).
Proyek PAATP, Jakarta.
Kariyasa,
K, 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu
dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Pasandaran, E., Djajanegara, A., Kariyasa, K., dan
Kasryno F. 2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.