Laporan Teknologi Pengolahan Pakan Ternak
Senin, 16 Juni 2014
Edit
Hari
saya ingin mengeshare laporan teknologi pengolahan pakan hasil
praktikum yang saya laksanakan bersama kelompok kami. Teknologi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan bahan pakan ternak yang biasanya berkualitas rendah (kurang protein dan energi) bagi ternak. untuk link downloadnya ada di bawah. Langsung saja ini dia laporan praktikum saya :
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak ruminansia (pemamah
biak) seperti sapi, kerbau, kambing dan domba secara alami membutuhkan hijauan
berupa rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan pakan yang penting bagi
ternak ruminansia. Hijauan ini dapat berasal dari hijauan liar (tidak sengaja
ditanam dan tumbuh dengan sendirinya) dan hijauan yang dibudidayakan (sengaja
ditanam dan dipupuk). Hijauan liar terdiri atas berbagai berbagai jenis rumput,
leguminoceae dan tanaman lainnya.
Sedangkan hijauan yang dibudidayakan hanya merupakan satu species rumput atau
bercampur dengan species rumput lain.
Ketersediaan
hijauan di Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh musim. Saat musim hujan,
tanaman pakan ternak dapat tumbuh baik, sehingga kebutuhan pakan hijauan dapat
tercukupi. Sebaliknya pada musim kemarau, tanaman hijauan yang dihasilkan akan
sangat berkuarang dalam jumlah dan kualitasnya. Untuk mengatasi hal ini,
hijauan yang berlebih pada musim penghujan dapat diproses ataupun diawetkan menggunakan
metoda silase untuk memenuhi kebutuhan di saat kekurangan hijauan pada musim
kemarau.
Permasalahan
hijauan yang terbatas ketersediaanya ini diatasi oleh peternak dengan
memanfaatkan pakan sisa-sisa pertanian seperti jerami padi. Kendala utama dari
pemanfaatan jerami padi sebagai salah satu bahan pakan ternak adalah kandungan
serat kasar tinggi dan protein serta kecernaan yang rendah. Sutrisno et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan
protein kasar jerami padi rendah (3-5%), serat kasarnya tinggi (>34%),
kekurangan mineral, ikatan lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah.
Penggunaan jerami secara langung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat
memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak.
Nutrisi
dan kecernaan dari jerami padi ini dapat ditingkatkan melalui proses amoniasi
dan fermentasi. Perbedaan antara amoniasi dan fermentasi menurut Gunawan dan
Muhamad (2007) yaitu amoniasi adalah cara pengolahan pakan secara kimia
menggunakan amoniak (NH3) sehingga mampu meningkatkan daya cerna dari bahan
pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N (proteinnya). Sedangkan
fermentasi adalah proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia dan
biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana sehingga
daya cerna lebih efisien.
Penggunaan jerami padi sebagai pakan selain diproses
menjadi jerami fermentasi dan amoniasi juga dapat diberikan langsung sebagai
pakan tetapi ditambahkan suplemen seperti urea molasses blok (UMB). UMB merupakan
pakan suplemen bagi ruminansia yang mengandung unsur-unsur nutrient dengan
bahan utama urea dan molasses, serta bahan lain sebagai bahan pengisi. UMB
bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan akrifitas mikrobia rumen sehingga dapat
meningkatkan kecernaan bahan basalnya.
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum
Tujuan dan
manfaat pelaksanaan Praktikum Teknologi
Pengolahan Pakan diantaranya adalah untuk:
1. Supaya
mahasiswa mengetahui cara mengawetkan hijauan agar tetap segar dengan cara silase.
2. Supaya
mahasiswa mengetahui cara pembuatan amoniasi serta peningkatan daya cerna dan
kualitas bahan pakan berserat.
3. Supaya
mahasiswa mengetahui cara pembuatan jerami fermentasi.
4. Supaya
mahasiswa mengetahui cara pembuatan UMB sebagai suplemen pakan ternak.
5. Mahasiswa
mengetahui cara mengawetkan hijauan agar tetap segar dengan cara silase.
6. Mahasiswa
mengetahui cara pembuatan amoniasi serta peningkatan daya cerna dan kualitas
bahan pakan berserat.
7. Mahasiswa
mengetahui cara pembuatan jerami fermentasi.
8. Mahasiswa
mengetahui cara pembuatan UMB sebagai suplemen pakan ternak.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Silase
Silase adalah pakan yang
berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air
tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara
selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut
menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan silase. Tempat penyimpanannya disebut
silo. Silo bisa berbentuk horizontal ataupun vertikal. Silo
yang digunakan pada peternakan skala besar adalah silo yang permanen, bisa
berbahan logam berbentuk silinder
ataupun lubang dalam tanah (kolam beton). Silo juga bisa dibuat dari
drum atau bahkan dari plastik. Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan
kondisi anaerob pada bahan agar terjadi proses fermentasi. Bahan untuk
pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian-bagian lain dari tumbuhan yang
disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung,
pucuk tebu, batang nanas dan lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75% . Kadar air
tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan
terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan
meningkatkan resiko kebakaran (Heinritz, 2011).
Teknologi
silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat
kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif
manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan
kandungan bahan kering 30 – 35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo
atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsifnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi
fermentasi. Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan
nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandunganm gula bahan juga
merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama
proses fermentasi (Khan et al.,
2004).
Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase
diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam
laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator
adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase,
membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan
untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder, 2004).
Selama proses fermentasi asam
laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat
menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat
diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi
secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk
melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat (BAL) yang homofermentatif,
agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan
asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai
probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak
dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat
badan pada sapi (Weinberg
et al., 2004).
Silase yang baik biasanya
berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga), pemasukan ke
dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang
memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya
kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik beraroma dan berasa asam,
tidak berbau busuk. Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan,
dipegang terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir). Silase yang
baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Kadar keasamanya (pH) apabila
dilakukan analisa lebih lanjut adalah 3,2-4,5. Silase yang berjamur, warna
kehitaman, berair dan aroma tidak sedap adalah silase yang mempunyai kualitas
rendah (Rukmana, 2005).
Silase bisa digunakan sebagai
salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam ransum sapi potong. Pemberian pada sapi perah sebaiknya
dibatasi tidak lebih 2/3 dari jumlah pakan kasar. Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi
domba tetapi tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase merupakan pakan yang
disukai ternak terutama bila cuaca panas. Ternak yang belum terbiasa
mengkonsumsi silase, maka pemberiannya dapat dilakukan secara sedikit demi sedikit
dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan (Hanafi, 2008).
2.2.Jerami Amoniasi
Jerami padi adalah bagian batang tanaman setelah
dipanen butir-butirr buah bersama/tidak dengan tangkainya dikurangi akar dan
bagian batang yang tertinggal setelah disabit batanganya (Komar, 2004). Jerami
padi sebagai limbah pertanian mengandung nutrien yang sangat rendah yaitu
protein kasar 4,1% dan dinding sel 86%, sehingga apabila diberikan pakan
tunggal bagi ternak sulit untuk memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien,
walaupun pemberiannya secara ad libitum
(Dixon, 2006).
Amoniasi merupakan suatu poses perombakan dari
struktur keras menjadi struktur yang lebih lunak (hanya struktur fisiknya) dan
penambahan unsur N saja, prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan
urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam bahan. Urea dalam proses
amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa dan
silika yang terdapat pada bahan pakann. Lignin, selulosa dan silika merupakan
faktor penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan. Amoniasi merupakan proses
perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian yang pada umumnya jerami padi
dengan cara menambahkan bahan kimia berupa NaOH, sodium hidroksida (KOH atau
CO(NH2) 2) (Kartadisastra, 2007).
Manfaat dari pengolahan amoniasi adalah memotong
ikatan rantai tadi dan membebaskan selulosa dan hemiselulosa agar dapat
dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea
akan bereaksi dengan jerami padi, dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti
mengikat NH3, dan selulosa serta hemiselulosa lepas, untuk
menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang
berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami
padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi
beberapa kriteria yaitu jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam
air sawah atau pun air hujan dan harus dalam keadaan baik (Shieddiqi, 2005).
Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami.
Ternak akan lebih mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan
jerami yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk
menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa dan silika yang merupakan faktor
penyebab rendahnya daya cerna jerami bagi ternak. Lignin merupakan zat kompleks
yang tidak dapat dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian
fibrosa dari akar, batang, dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput-rumput
kering mengandung lignin yang sangat banyak (Chenost, 2007).
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti asal atau bahan pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi
an-aerob pada proses amoniasi berlangsung. Manfaat amoniasi adalah merubah
tekstur jerami yang semula keras berubah menjadi lunak, warna berubah dari
kuning kecoklatan menjadi coklat tua. Kualitas dari amoniasi yang baik tidak
terjadinya penggumpalan pada seluruh atau sebagian jerami (Regan, 2007).
Keberhasilan proses
urea amoniasi setelah proses tersebut selesai (paling cepat 2 minggu) dapat
diamati secara fisik, kimia maupun biologis. Secara fisik, urea amoniasi
mempunyai bau amonia yang kuat pada saat tempat pemeraman (silo) dibuka. Bau
amonia yang kuat menunjukkan bahwa urea telah terhidrolisis secara maksimal menjadi
amonia. Amonia hasil hidrolisis urea terikat/terserap oleh jerami padi dan
bertindak sebagai penyebab meningkatnya kualitas jerami padi. Warna jerami padi
yang diamoniasi dengan baik akan berubah dari coklat muda kekuningan menjadi
coklat tua dan merata. Tekstur jerami amoniasi menjadi lebih lembut dan lunak
meskipun jerami tersebut sudah dikeringkan. Amonia dalam proses urea amoniasi
dapat mencegah tumbuhnya jamur, sehingga tidak terdapat jamur pada jerami padi
amoniasi walaupun diperam dalam jangka waktu yang lama. pH jerami amoniasi 8
(basa) karena sifat penambahan amonia membuat keadaan menjadi basa (Marjuki,
2008).
2.3.Jerami Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran
beberapa bakteri seperti mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik dan lipolitik (Gunawan dan Muhamad, 2009).
Nista et al. (2007) menambahkan bahwa
kandungan air dalam proses fermentasi sangat penting karena berfungsi untuk
menunjang siklus hidup mikroba baik dalam keadaan anaerob maupun aerob.
Kandungan air dalam jerami dalam proses fermentasi agar menghasilkan hasil yang
optimal adalah 60%.
Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan nilai nutrisi jerami padi
dapat dilakukan melalui bioproses fermentasi menggunakan probiotik sebagai
pemacu pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi tersebut.
Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion sebagai pakan domba dapat
meningkatkan produktivitas domba dibandingkan dengan pemberian pakan secara
tradisional. Martawidjaja dan Budiarsana (2004) menambahkan bahwa jerami padi
yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan
dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan. Pemberian jerami padi
fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan respon pertumbuhan dan
konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.
Cara pembuatan jerami padi
fermentasi yaitu dengan menumpuk jerami padi setinggi 30 cm. tumpukan ini
kemudian ditaburi urea dan serbuk prebiotik, serta disemprotkan molasses dan
air. Biarkan selama 21 hari pada tempat yang teduh (terhindar dari sinar
matahari dan hujan). Setelah 21 hari, bongkar dan jemur dibawah sinar matahari,
setelah kering ditumpuk kembali dan simpan ditempat teduh dan jerami siap
diberikan pada ternak. Jerami padi fermentasi yang baik mempunyai ciri-ciri
berbau agak harum, warna dasar jerami masih nampak yaitu kuning kecoklatan,
teksturnya lemas (tidak kaku) dan tidak busuk atau berjamur (Gunawan dan
Muhamad, 2009).
Hasil penelitian Syamsu
(2006) mengambarkan bahwa komposisi nutrisi jerami padi yang telah difermentasi
dengan menggunakan starter mikroba (starbio) sebanyak 0,06% dari berat jerami
padi, secara umum memperlihatkan peningkatan kualitas dibanding jerami padi
yang tidak difermentasi. Kadar protein kasar jerami padi yang difermentasi mengalami
peningkatan dari 4,23% menjadi 8,14% dan diikuti dengan penurunan kadar serat
kasar. Hal ini memberikan indikasi bahwa starter mikroba yang mengandung
mikroba proteolitik yang menghasilkan enzim protease dapat merombak protein
menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida sederhana. Penggunaan
starter mikroba menurunkan kadar dinding sel (NDF) jerami padi dari 73,41%
menjadi 66,14%. Hal ini berarti selama fermentasi terjadi pemutusan ikatan
lignoselulosa dan hemiselulosa jerami padi. Mikroba lignolitik dalam starter
mikroba membantu perombakan ikatan lignoselulosa sehingga selulosa dan lignin
dapat terlepas dari ikatan tersebut oleh enzim lignase. Fenomena ini terlihat
dengan menurunnya kandungan selulosa dan lignin jerami padi yang difermentasi.
Menurunnya kadar lignin menunjukkan selama fermentasi terjadi penguraian ikatan
lignin dan hemiselulosa. Lignin merupakan benteng pelindung fisik yang
menghambat daya cerna enzim terhadap jaringan tanaman dan lignin berikatan erat
dengan hemiselulosa. Menurunnya kadar NDF menunjukkan telah terjadi pemecahan
selulosa dinding sel sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dicerna oleh
ternak.
2.4. UMB
Urea molasses blok merupakan pakan tambahan untuk
merangsang nafsu makan. Proses pembuatan UMB dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu teknik panas dan teknik dingin. UMB yang dibuat dengan teknik panas yaitu
lebih lembek, sehingga lebih mudah digigit oleh ternak. Namun, resikonya
apabila UMB ini tertelan akan mempengaruhi pH rumen sehinga menurunkan
kemampuan “mentriger” mikrobia rumen untuk lebih aktif menghasilkan enzim
selulotik. Pembuatan dengan cara dingin menghasilkan UMB berbentuk blok padat
dank eras sehingga hanya bisa dijilati (Djarijah,
2006).Sifat fisik molases yakni berwujud cairan berwarna
hitam, memiliki sifat Brix 90,92 %, Pol 29,89 %, HK 32,88 %, dan TSAI 55,32 %.
Komposisi utama dari molases yakni sukrosa 38,94 %, glukosa 14,43 %, fruktosa
16,75 %, abu 11,06 %, dan air 18,82 %. Sifat kimia molases mengandung banyak
karbohidrat sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku proses fermentasi
alkohol maupun fermentasi lain (Purwanto, 2008).
Komponen UMB dengan masing-masing fungsinya yaitu
urea berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi
mikroba rumen. Molases, sebagai sumber kabohidrat bagi mikroba.
Multinutrien adalah aneka nutrien yang diperlukan oleh ternak mengingat
jumlahnya tidak mencukupi bila hanya diandalkan pada bahan pakan yang ada.
Molases disamping sebagai sumber karbohidrat, juga berfungsi sebagai perekat. UMB
dengan demikian dirancang sebagai suplemen dengan harapan dijilat oleh ternak,
kemudian masuk ke rumen sehingga peran mikroba rumen dalam proses pencernaan
pakan ruminansia secara keseluruhan dapat optimal (Farizal, 2008).
Proses
pembuatan UMB pertama-tama
yaitu mempersiapkan bahan sesuai kebutuhan yang ingin dibuat. Masing-masing
bahan tersebut ditimbang sesuai dengan komposisi. Bahan yang berbentuk
padat/kering dicampur dimulai dari yang jumlahnya paling sedikit, lalu
ditambahkan ke bahan yang lebih besar sambil diaduk sampai rata. Menambahkan
bahan yang cair sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga tidak terjadi
gumpalan-gumpalan. Adonan kemudian dicetak dengan alat cetak sampai padat, setelah
selesai dicetak dijemur dibawah sinar matahari ± 24 jam (Nurhayu et al., 2010).
Suplementasi urea molasis blok pada level 100 g
dapat meningkatkan kecernaan nutrien dan penampilan kambing peranakan etawah
yang diberi pakan hijauan gamal. Suplementasi urea molasis blok ini dapat
meningkatkan nilai nutrisi terutama, solubel karbohidrat, dan protein.
Peningkatan ketersediaan dan keseimbangan nutrien terutama energi/protein dapat
memenuhi kebutuhan fisologis ternak akan nutrien, baik untuk pertumbuhan
mikroba rumen dan aktivitasnya merombak pakan maupun berproduksi (Siti et al., 2012).
Untuk Laporan TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN yang lebih lengkap ( dari pendahuluan sampai daftar pustaka) silahkan download di bawah ini : Laporan Teknologi Pengolahan Pakan password : thoms212.blogspot.com |