Analisa Usaha Penggemukan Sapi Potong Brahman Cross (BX)
Minggu, 05 Oktober 2014
Edit
Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha
yang cukup berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan perekonomian. Usaha
sapi potong berpotensi dikembangkan, dikarenakan usaha ini relatif tidak
tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, produk
sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi,
dan dapat membuka lapangan pekerjaan. Namun, modal yang dibutuhkan untuk
memulai usaha tersebut cukup besar (Bank Indonesia, 2010). Pada umumnya usaha
sapi potong mengarah kepada usaha penggemukan untuk pemanfaatan dagingnya saja,
dengan demikan dapat dihasilkan produk daging sapi berkualitas.
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein
hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini Indonesia belum
mampu memenuhi kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor. Kondisi
tersebut memberikan suatu gambaran bahwa terdapat peluang untuk pengembangan
usaha budi daya ternak, terutama sapi potong. Upaya melakukan pembesaran sapi
potong diharapkan dapat menghasilkan daging sapi yang banyak dan berkualitas
baik, dengan demikian daging yang berkualitas tersebut memiliki harga yang
cukup tinggi di pasaran.
Usaha peternakan sapi potong mempunyai peran yang
sangat penting dalam peningkatan produktivitas sapi potong guna pemenuhan
kebutuhan konsumen akan hasil produk berupa daging. Kebutuhan
daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber yaitu ternak sapi
lokal, hasil penggemukan sapi ekspor – impor, dan impor daging dari luar
negeri. Impor sapi hidup dan daging beku merupakan salah satu upaya agar tidak terjadi
kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi daging sapi di dalam negeri
(Rivai, 2009). Namun upaya tersebut harus berjalan seiring agar produktivitas
ternak sapi potong tidak menurun bahkan terhenti. Sapi-sapi impor yang
didatangkan pada saat ini sebagian besar berasal dari Australia yaitu bangsa
sapi BX (Brahman Cross), hal itu terjadi mengingat sapi impor tersebut
memilikin pertumbuhan yang cukup baik sehingga bisa optimal sebagai ternak
potong.
II.
PEMBAHASAN
Menurut Siregar (1999), penggemukan sapi
dapat dilakukan secara perseorangan maupun secara perusahaan dalam skala usaha
besar. Namun ada pula yang mengusahakan penggemukan sapi secara kelompok dalam
kandang yang berkelompok pula. Ada beberapa sistem
penggemukan yang digunakan untuk sapi, pada prinsipnya perbedaan sistem
penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan dan ransum, luas lahan
yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukan.
Penggemukan
biasanya dilakukan oleh peternak besar yang prioritas usahanya adalah mencari keuntungan.
Usaha penggemukan sapi potong memerlukan beberapa aspek produksi, antara lain
yaitu pemilihan bakalan sapi potong dan proses penggemukan.
A.
Pemilihan Bakalan Sapi
Bakalan
merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil
akhir
usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan
pengalaman6. Ciri-ciri bakalan yang baik
adalah :
1)
Berumur sekitar 2,5 tahun
2)
Jenis kelamin jantan
3) Bentuk tubuh panjang, bulat
dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada
133 cm
Sapi Brahman, merupakan sapi
yang termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi Brahman banyak
disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan menghasilkan peranakan Amerika
Brahman (Brahman Cross), dimana jenis sapi Brahman mempunyai
pertambahan berat badan harian yang cukup tinggi yaitu 0,8 Kg – 1,5
Kg/hari. Bobot badan jantan dewasa rata – rata 1100 Kg dan betina dewasa
850 Kg. Jenis sapi Brahman umumnya di impor dari Australia dan
Selandia Baru dalam bentuk bakalan untuk digemukkan kembali.
B.
Cara Penggemukan
Sugeng
(2000), menyatakan bahwa penggemukan sebaiknya dilakukan pada ternak sapi usia
12 – 18 bulan atau paling tua umur 2,5 tahun. Pembatasan usia ini dilakukan
atas dasar bahwa pada usia tersebut ternak tengah mengalami fase pertumbuhan
dalam pembentukan kerangka maupun jaringan daging, sehingga bila pakan yang
diberikan itu jumlah kandungan protein, mineral dan vitaminnya mencukupi, sapi
dapat cepat menjadi gemuk.
Menurut
Siregar (1999) dan Sugeng (2000), sistem penggemukan ada tiga, yakni sistem
kereman, sistem pasture fattening, dan sistem dry lot fattening. Di Indonesia terdapat cara penggemukan yang cukup efisien, yaitu dengan
sistem kereman. Sistem ini dilakukan dengan mengurung sapi di dalam kandang.
Kandang menggunakan sistem baterai dengan ukuran 1,8 m x 2,0 m tidak
berkelompok dan diberi ransum pakan setiap hari. Lama penggemukan berkisar
antara 90 sampai 180 hari. Keuntungan dari sistem ini adalah dapat meningkatkan
nilai jual sapi dan memberikan nilai tambah terhadap kotoran ternak yang
dihasilkan. Berikut ini cara
penggemukan sapi potong dengan sistem kereman :
a.
Sapi
dipelihara terus menerus di dalam kandang dan tidak digembalakan. Ternak sapi
hanya sewaktu-waktu dikeluarkan untuk dimandikan dan pembersihan kandang.
b.
Semua
kebutuhan ternak disediakan oleh peternak secara add libitum.
c.
Sistem
ini mengutamakan pemberian pakan berupa campuran rumput, leguminosa, dan
makanan penguat. Untuk meningkatkan palatabilitas diberikan tambahan vitamin
dan perangsang nafsu makan.
d.
Sapi
penggemukan tidak untuk dijadikan tenaga kerja agar makanan yang dikonsumsi
sepenhuhnya diubah menjadi daging sehingga akan meningkatkan pertambahan bobot
badan harian.
e.
Pada
awal masa penggemukan, ternak sapi bakalan terlebih dulu diberikan obat cacing.
f.
Lama
pemeliharaan berkisar 4-10 bulan, tergantung dari kondisi awal bakalan
C.
Analisis Finansial
1.
Total modal
a.
Modal Investasi tahun ke 0
1)
Biaya Investasi
Kandang
|
Rp.
|
200.000.000
|
Peralatan
|
Rp.
|
20.000.000
|
Total biaya Investasi
|
Rp.
|
220.000.000
|
2)
Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 4
Konsentrat 3 x 142.800.000
Hijauan 3 x 238.000.000
|
Rp.
Rp.
Rp.
|
5.824.000.000
428.400.000
714.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
6.966.400.000
|
Total modal
investasi = Rp. 220.000.000 + Rp. 6.966.400.000
= Rp. 7.186.400.000
b.
Biaya operasional tahun 1
1) Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 6
Konsentrat 6 x 142.800.000
Hijauan 6 x 238.000.000
Obat
Tenaga kerja
Peralatan
Sewa lahan
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
8.736.000.000
856.800.000
1.428.000.000
3.000.000
25.000.000
2.000.000
3.250.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
11.054.050.000
|
c.
Biaya operasional tahun 2
1) Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 6
Konsentrat 6 x 142.800.000
Hijauan 6 x 238.000.000
Obat
Tenaga kerja
Peralatan
Sewa lahan
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
8.736.000.000
856.800.000
1.428.000.000
3.000.000
25.000.000
2.000.000
3.250.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
11.054.050.000
|
d.
Biaya operasional tahun 3
1) Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 6
Konsentrat 6 x 142.800.000
Hijauan 6 x 238.000.000
Obat
Tenaga kerja
Peralatan
Sewa lahan
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
8.736.000.000
856.800.000
1.428.000.000
3.000.000
25.000.000
2.000.000
3.250.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
11.054.050.000
|
e.
Biaya operasional tahun 4
1) Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 6
Konsentrat 6 x 142.800.000
Hijauan 6 x 238.000.000
Obat
Tenaga kerja
Peralatan
Sewa lahan
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
8.736.000.000
856.800.000
1.428.000.000
3.000.000
25.000.000
2.000.000
3.250.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
11.054.050.000
|
f.
Biaya operasional tahun 5
1) Operasional
Sapi Bakalan
200 x 7.280.000 x 4
Konsentrat (3 bln) 4 x 142.800.000
Konsentrat (4 bln) 1 x 193.200.000
Hijauan (3 bln) 4 x 238.000.000
Hijauan (4 bln) 1 x 322.000.000
Obat
Tenaga kerja
Peralatan
Sewa lahan
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
5.824.000.000
571.200.000
193.200.000
952.000.000
322.000.000
3.000.000
25.000.000
2.000.000
3.250.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
7.895.650.000
|
2.
Penerimaan pertahun
a. Penerimaan tahun ke 0
1) Benefit
Penjualan sapi 3 bln 3 x 2.091.600.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
|
Rp.
Rp.
|
4.183.200.000
90.000.000
|
Total benefit
|
Rp.
|
4.273.200.000
|
b.
Penerimaan tahun 1
1)
Benefit
Penjualan sapi 3 bln 6 x 2.091.600.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
|
Rp.
Rp.
|
12.549.600.000
90.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
12.639.600.000
|
c.
Penerimaan tahun 2
1)
Benefit
Penjualan sapi 3 bln 6 x 2.091.600.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
|
Rp.
Rp.
|
12.549.600.000
90.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
12.639.600.000
|
d.
Penerimaan tahun 3
1)
Benefit
Penjualan sapi 3 bln 6 x 2.091.600.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
|
Rp.
Rp.
|
12.549.600.000
90.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
12.639.600.000
|
e.
Penerimaan tahun 4
1)
Benefit
Penjualan sapi 3 bln 6 x 2.091.600.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
|
Rp.
Rp.
|
12.549.600.000
90.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
12.639.600.000
|
f.
Penerimaan tahun 5
1)
Benefit
Penjualan sapi 3 bln 5 x 2.091.600.000
Penjualan sapi 4 bln 1 x 2.276.400.000
Penjualan pupuk 3 x 30.000.000
Salvage value kandang
|
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
|
10.458.000.000
2.276.400.000
90.000.000
145.000.000
|
Total biaya operasional
|
Rp.
|
12.969.400.000
|
Total biaya selama 5
tahun Rp
59.298.250.000
Rata-rata biaya per
tahun (Variable Cost) Rp
11.859.650.000
Total penerimaan
selama 5 tahun Rp
67.801.000.000
Rata-rata penerimaan
per tahun Rp
13.560.200.000
Total keuntungan 5
tahun Rp
8.502.750.000
Keuntungan per tahun Rp
1.700.550.000
3.
Rentabilitas (%)
4.
PPC
5.
BCR
BCR =
Penerimaan
Total Cost
= Rp 13.560.200.000,- = 1,14
%
Rp 11.859.650.000,-
III.
KESIMPULAN
Dalam
analisis usaha penggemukan sapi ini
menggunakan 200 ekor sapi Brahman Cross (BX). Usaha ini dianalisis selama 5 tahun, dan mempunyai calving interval kelahiran selama 18
bulan. Dalam usaha ini telah dilakukan pemeliharaan
selama 3 bulan dan 4 bulan. Penjualan sapi dilakukan selama 32 kali dengan
jumlah total ternak mencapai 6400 ekor. Harga jual sapi sebesar Rp 28.000/kg
bobot hidup.
Dari analisis ekonomi yang telah dilakukan diketahui bahwa biaya per
tahun sebesar Rp 11.859.650.000 dan penerimaan per tahun sebesar Rp 13.560.200.000 Sehingga didapat keuntungan per tahun sebesar Rp. Rp 1.700.550.000. Didapat
BCR sebesar 1,96 , IRR sebesar 47,95 %,
NPV sebesar Rp 2.802.707.750,00 PPC selama 6,9 tahun. Karena BCR lebih dari 1, maka usaha peternakan ini layak
untuk dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya. 2009. Proposal Usaha Penggemukan Sapi Potong. http://organikganesha.com/2009/09/25/contoh-proposal-usaha penggemu kan-sapi-potong/. Diakses pada tanggal 30 Mei 2012 pukul 11.40 WIB.
Kantor
Bank Indonesia Medan. 2010. Studi Kelayakan
Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Upaya Bank Indonesia dalam Pengembangan Klaster di Kabupaten Langkat).
Sumatera Utara.
Kardiyanto, E. 2011. Budidaya Ternak Sapi Potong. http://banten.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=164&Itemid=11. Diakses pada tanggal 30 Mei 2012 pukul 11.50
WIB.
Rivai. 2009. Analisis Kelayakan
Usaha Penggemukan Sapi Potong (fattening)
pada PT. Zagrotech Dafa International (ZDI)
Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.