Kebijakan Pembangunan Peternakan Kambing dan Domba di Indonesia
Senin, 13 Oktober 2014
Edit
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya domba dan kambing
merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang tergolong ruminansia kecil,
keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan ada di seluruh dunia. Namun
bila kita melihat visual fisiknya dengan cermat maka domba berbeda dengan
kambing. Postur tubuh domba cenderung lebih bulat dibandingkan dengan kambing
yang ramping. Daun telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu domba pun
lebih ikal dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool sedangkan
lain halnya dengan kambing yang cenderung lurus. Hewan ternak domba yang ada
sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia dari 3 jenis domba liar:
Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Domba Argali dari Asia
Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini awalnya diburu secara liar
sampai akhirnya diternakkan oleh manusia.
Pembangunan peternakan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta.
Pemerintah menyelenggarakan pengaturan,pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap ketersediaan produk peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, bergizi, beragamdan merata. Sedang swasta dan masyarakat memiliki
kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk
peternakan, dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi
produk ternak.
Pembangunan peternakan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada pemanfaatan
sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan
berkelanjutanserta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi
kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan peternak. Oleh karena
itu program pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas bibit ternak, mengembangkan usaha budidaya dalam rangka meningkatkan
populasi, produktivitas dan produksi ternak, meningkatkan dan mempertahankan
status kesehatan hewan, meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH
(aman, sehat, utuh dan halal) dan meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat
peternakan.
BAB
II
ISI
A. KEBUTUHAN DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA
Sebagai
bagian dari sektor usaha peternakan nasional, prosentase kebutuhan daging domba
dan kambing masyarakat Indonesia adalah masih jauh di bawah sub sektor usaha
peternakan lainnya seperti ayam/ unggas (56%), sapi (23%) serta babi (13%).
Menurut data Ditjen. Peternakan – Deptan RI tahun 2005, konsumsi daging domba
dan kambing di masyarakat memang masih sangat rendah yaitu hanya sekitar 5%.
Namun bila melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap
tahunnya kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah kurban saja,
dan belum termasuk kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri restoran sampai
dengan warung sate kaki lima yang membutuhkan 2 – 3 ekor tiap harinya,
pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum sebanding dengan angka
permintaan yang terus meningkat. Potensi ini belum dihitung kebutuhan pasar di
kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur
Tengah yang tiap tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana
kebutuhan pasokan daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih
dipenuhi oleh Australia dan Selandia Baru.
Miris
memang, di mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi masyarakat
muslim terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu.
Pertumbuhan populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil
sedangkan permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan perbaikan
pendapatan kesejahteraan masyarakat. Bukan mustahil suatu saat akan terjadi
kelangkaan produksi daging domba dan kambing sehingga pelaksanaan ibadah kurban
akan mengimpor dari Australia ataupun Selandia Baru. Di Indonesia, keberadaan
populasi domba dan kambing hampir tersebar dengan merata di seluruh wilayah.
Namun sayangnya pemeliharaan ternak domba dan kambing di negeri ini sebagian
besar masih dalam skala kecil dan tradisional. Berbeda dengan Australia, pola
peternakan intensif dengan dukungan teknologi telah menjadikan negara tersebut
dapat menghasilkan produksi domba skala besar dan berkualitas. Bayangkan saja,
total ekspor daging domba Australia ke negara Saudi Arabia pada tahun 2006
adalah setara dengan 3,6 juta ekor. Populasi hewan ternak domba dan kambing
terbesar pada akhir tahun 2006 ada di wilayah provinsi Jawa Barat yaitu kurang
lebih 3,5 juta ekor atau sekitar 49% dari jumlah populasi nasional. Di provinsi
ini bahkan terdapat jenis hewan ternak ruminansia kecil yang merupakan kekayaan
plasma nutfah Indonesia serta menjadi ciri khas provinsi yang dikenal dengan
julukan bumi parahyangan tersebut
B. JENIS DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA
Jenis-jenis Kambing yang di ternakkan di Indonesia
1. Kambing
kacang
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali
dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter
hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai
25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu
lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek. Kambing kacang
merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi.
Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.
2. Kambing Etawa
Kambing
Etawa didatangkan dari India yang
disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90
sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter.
Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63
kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung.
Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu
menghasilkan susu hingga
tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing
lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE
berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap
lingkungan lokal Indonesia.
3. Kambing
Jawarandu
Kambing
Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan
kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan
separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak
1,5 liter per hari. Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo,
Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa
dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun
betina merupakan tipe pedaging.
4. Kambing Marica
Kambing
Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan. Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu.Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.
5. Kambing
Samosir
Berdasarkan
sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di
Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera
Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan
pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh
penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka
secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka
mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri
dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim
kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang
topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang
biak dengan baik.
6. Kambing Muara
Kambing
Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi
Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya
kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan,
putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar
dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga
beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat
ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu tambahan dan pakan
tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan
penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh
produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.
7. Kambing Kosta
Lokasi
penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing
ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadang-kadang ada
yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk
berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Pola
warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang didominasi
oleh warna putih. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif
garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula
ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki
belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak
sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan
halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok
dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging.
9. Kambing Gembrong
Asal
kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di
Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang.
Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai
menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan,
sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm. Warna tubuh
dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian berwarna coklat
muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna
sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%.
Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2
kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%.
10. Kambing Boer
Kambing
Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi
selama lebih dari 65 tahun. Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya
yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung,
bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat
muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di
wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit
akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di
siang hari.
Jenis-jenis
domba yang di ternakkan di Indonesia
1. Domba Garut (Domba Priangan)
Domba
Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia),
Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba
Merino dari Asia Kecil. Ciri-ciri domba garut yaitu Bertubuh besar
dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks. Domba priangan jantan memiliki tanduk
besar dan kuat, melengkung ke belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk
kanan dan kiri hampir menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk,
panjang telinga sedang, dan terletak di belakang tanduk. Domba jantan mempunyai
berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40 kg.Kadang-kadang dijumpai adanya domba
tanpa daun telinga. Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya
merupakan salah satu kulit dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan
leher yang kokoh dan tubuh yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba
aduan. Keunggulan lainnya adalah penghasil daging yang sangat baik dan mudah
dipelihara.
2. Domba Texel Wonosobo
(Dombos)
Domba Texel atau juga dikenal dengan nama Dombos yang artinya
Domba Texel Wonosobo. Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari
domba jenis lain yaitu mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral
berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah,
keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher
panjang dan ekor kecil. Domba Texel tergolong ternak unggulan yang
berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa jantan dapat
mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %.
3. Domba Batur Banjarnegara
(Domas)
Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil
persilangan dari domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel). Persilangan
domba asal Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai
domba Batur atau Domas. Ciri-ciri Domba Batur yaitu tubuhnya besar
dan panjang, kaki cenderung pendek dan kuat, domba jantan maupun betinanya
tidak memiliki tanduk, kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut,
kibas, atau gembel, namun bulunya tebal dan warna bulu dominan putih dan
menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba.
4. Domba
Ekor Tipis (Domba Gembel)
Ciri-ciri domba ekor tipis yaitu termasuk golongan domba
berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina
15-20 kg, bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di
sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain, ekornya tidak
menunjukkan adanya desposisi lemak, telinga umumnya medium sampai kecil dan
sebagian berposisi menggantung, domba jantan memiliki tanduk melingkar,
sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk. Keunggulan domba ekor
tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor
setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin,
serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.
5. Domba
Ekor Gemuk (Domba Kibas)
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa),
juga dikenal sebagai domba Donggala (di Sulawesi Selatan). Ciri-ciri
domba ekor gemuk yaitu bentuk badannya sedikit lebih besar daripada domba
lokal lainnya, berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba betina
25-50 kg, warna bulu wolnya putih dan kasar. Domba ini memiliki ekor yang
besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan
lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak.
Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim
paceklik.
6. Domba
Hampshire
Domba Hampshire dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris, pada
abad ke-19 melalui persilangan antara domba Southdown jantan dengan domba
betina keturunan Wiltshire Horn dan Berkshire Knot. Ciri-ciri Domba
Hampshire yaitu wajah berwarna gelap, Bulu panjang dan tebal berwarna
coklat, Telinga agak melengkung, Kaki berwarna hitam dan tidak ditutupi wol.
C. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Sebagian besar ternak kambing dan domba
diusahakan sebagai usaha rakyat. Secara umum, Indonesia sampai saat ini dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan hingga kini belum ada investor
berminat mengimpor kambing dan domba. Sebagaimana diketahui, Australia
merupakan negara terbesar dalam mengekspor kambing dan domba ke berbagai Negara
Arab dan Asia, rata-rata 5 juta ekor per tahun sama besar dengan populasi domba
d Indonesia. Sekalipun tidak mengimpor kambing dan domba, namun terdapat gejala
pengurasan populasi kambing dan domba di Indonesia. Hasil penelitian
memperlihatkan beberapa provinsi seperti Jatim dan Jabar mengalami pengurasan
ternak kambing dan domba dalam 10 tahun terakhir. Indikator lain dapat dilihat
dari perkembangan harga kambing dan domba yang terus meningkat dengan tingkat
relatif tinggi yaitu 40 persen dari tahun ke tahun, merupakan indikasi ada
kelangkaan ternnak kambing dan domba.
Perusahaan swasta usaha ternak kambing dan
domba sulit berkembang, karena penyebaran dan penetrasi usaha rakyat sedimikian
rupa sehingga mempersempit pasar bagi usaha swasta. Kebijakan pengembangan
swasta hanya mungkin jika pasar ekspor dibuka. Namun demikian, membuka pasar
ekspor berarti membutuhkan ukuran usaha dalam skala besar, membutuhkan padang
penggembalaan luas. Selama ini, para investor kurang berminat mengusahakan
ternak akmabing dan domba karena tidak memahami bisnis ini, resiko relative
tinggi, ternak kambing dan domba local kurang produktif dibandingkan kambing
dan domaba Australia (misalnya). Atas dasar ini, peluang pemecahan masalah
pengembangan agribisnis kambing dan domba
adalah melalui pengembangan usaha rakyat itu sendiri melalui strategi
dan progam-progam efektif.
Selama
ini progam pembangunan peternakan tidak jelas membuat perbedaan antara ternak
sumberdaya, ternak komoditas dan ternak produk. Indonesia telah menghasilkan
ribuan ton daging yang hamper seluruhnya berasal dari pemotongan ternak
sumberdaya. Artinya kita mengkonsumsi plasma nutfah yang seharusnya dirawat.
Sementara ternak yang diimpor adalah ternak komoditas dan ternak produk,
sehingga Indonesia tidak memperoleh manfaat lebih dari impor ternak produk
tersebut. Pada sisi lain Indonesia mengekspor ternak hidup dari kelompok ternak
sumberdaya, sehingga suatu hari nanti, ternak sumberdaya Indonesia telah pindah
ke negara lain.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik
Hewan dan Perbibitan Ternak telah berlaku sejak tanggal 2 Desember 2011. Dengan
peraturan ini –yang merupakan salah satu pelaksanaan amanah Undang Undang No.
18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pemerintah
telah berkomitmen membangun perbibitan ternak secara nasional dengan arah yang
sudah disepakati sebagaimana diatur dalam PP tersebut. Membangun perbibitan
ternak harus dimulai dengan menyusun kebijakan pemerintah tentang perbibitan
ternak. Dengan lahirnya PP No.
48 tahun 2011 tersebut, berarti kebijakan perbibitan ternak secara nasional (national
animal breeding policy) belum dimiliki.
Kebijakan
dalam pembibitan ternak dituangkan dalam
visi dan misi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia. Visi
pembibitan peternakan adalah tersedianya berbagai jenis ternak dalam jumlah dan
mutu yang memadai serta mudah diperoleh, adapun misinya adalah
1) Menyediakan bibit yang berkualitas dalam
jumlah cukup,
2) Mengurangi ketergantungan impor bibit ternak,
3) Melestarikan dan memanfaatkan bangsa ternak
lokal,
4) Mendorong pembibitan-pembibitan pemerintah,
swasta dan masyarakat. Selanjutnya untuk
mencapai misi di atas dilakukan melalui strategi pengembangan industri benih
dan bibit di Indonesia yaitu :
a. Strategi pengembangan pengusahaan benih/bibit
dan SDM,
b. Strategi pengembangan teknologi benih/bibit
unggul,
c. Strategi pengembangan kelembagaan pembibitan
(Dirjen
Produksi Peternakan 2003).
Investasi
penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat
strategis, karena saat ini praktis belum ada pihak yang tertarik. Pusat
pembibitan ternak milik pemerintah yang sudah ada belum mampu untuk merespon
perkembangan yang terjadi di masyarakat. Namun ke depan kegiatan ini justru
harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju. Untuk itu diperlukan
dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kado baik dari pemerintah,
swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi
aspek:
1) pelayanan kesehatan hewan,
2) dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul
dan induk berkualitas,
3) kegiatan penelitian, pengkajian dan
pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan,
4) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat
arus informasi, pemasaran, promosi, permodalan,
5) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan
arus barang input-output serta pemasaran produk,
6) ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan
reproduksi,
7) penyiapan lahan usaha peternakan dan
penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah
keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Inovasi pengembangan ternak kado melalui system integrasi juga
terbukti mampu meningkatkan efisiensi usaha pertanian, perkebunan dan
peternakan, serta sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
peternak/petani. Guna mewujudkan peluang usaha peternakan kado mulai dari hulu
sampai ke hilir diperlukan suatu informasi yang terkait dengan prospek dan arah
pengembangan agribisnis komoditas ternak kado sebagai acuan bagi para pelaku di
lapang baik swasta maupun pemerintah.
Agribisnis
komoditas ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia mempunyai prospek yang
sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada 5 juta kepala
keluarga muslim yang masing-masing kepala keluarga akan menyembelih satu ekor
ternak kambing ataupun domba untuk kurban, satu ekor untuk setiap anak
perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk akikah. Disamping itu untuk
keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan 2,5 juta ekor kado untuk
keperluan membayar dam ataupun untuk qurban para jemaah haji. Profil
usaha-ternak kado di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha tersebut
memberikan keuntungan yang relatif baik, masing-masing dengan nilai B/C sebesar
1,17 dan 1,39 untuk usaha pembesaran dan penggemukan.
Domba
Priangan sebagai aset plasma nutfah Jawa Barat, memiliki potensi yang baik
untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup tanggap terhadap manajemen
pemeliharaan dibandingkan domba lokal dan bangsa domba lain yang ada di Indonesia disamping itu memiliki
keunggulan unik yang dapat dijadikan daya tarik parawisata daerah (Heriyadi et
al. 2002).
Domba
sebagian besar dibudidayakan oleh petani di pedesaan dengan skala usaha yang
relatif kecil (4 sampai 5 ekor), sistem pengelolaannya bersifat semi intensif
dan merupakan usaha komplementer dari usaha pokok pertanian. Tujuan
pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai penghasil daging kecuali
di Jawa Barat khususnya di Priangan selain penghasil daging juga untuk tujuan
domba tangkas/domba adu. Pola usaha
ternak yang dilaksanakan peternak pada umumnya dapat digolongkan dalam pola
pembesaran atau pembibitan, hasil usaha yang diharapkan adalah produksi anak
untuk kemudian dibesarkan sampai umur jual.
Pada
usaha ternak domba, bibit berpengaruh langsung terhadap keuntungan yang
diperoleh. Pengeluaran utama dari usaha peternakan sangat tergantung dari tiga
parameter biologis yaitu produksi induk, reproduksi dan pertumbuhan anak.
Penerimaan dari produksi induk pertahun
salah satunya dapat ditingkatkan melalui pemilihan bibit ternak yang
tepat sesuai dengan lokasi usaha atau dengan perbaikan mutu genetik ternak
(Inounu dan Soedjana 1998).
Bibit
merupakan modal awal dari proses budidaya, oleh karena itu diperlukan bibit
berkualitas dalam jumlah yang cukup memadai, mudah diperoleh dan terjamin
kontinuitasnya. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan hasil swadaya
peternaknya sendiri. Usaha pemerintah dalam penyediaan bibit berkualitas
melalui perbaikan mutu genetik domba Priangan telah banyak dilakukan baik
melalui persilangan dengan domba impor maupun seleksi yang dilakukan di balai
pembibitan, namun hasilnya belum memuaskan. Pola pemuliaan yang tepat dan
berkelanjutan belum ada, kebijakan yang dilakukan umumnya bersifat top down, hampir tidak pernah memperhatikan
aspirasi dan kemampuan peternak.
Usaha-ternak
kado akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, baik peluang untuk menjadi
peternak mandiri maupun lowongan pekerjaan yang terlibat pada sektor hulu dan
hilir . Bila ada penambahan populasi sekitar 12 juta ekor , sedikitnya akan
mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk satu juta orang di perdesaan
maupun di kawasan industri pendukung.
BAB
III
PENUTUP
Kebijakan
Pembangunan Peternakan Tahun 2000-2005, kebijakan operasional produksi dan
faktor produksi peternakan diantaranya mencakup sumberdaya ternak. Kebijakan
peningkatan populasi ternak dilakukan dengan peningkatan kelahiran, peningkatan
produksi dan produktivitas, pengendalian pemotongan ternak betina produktif,
pengendalian reproduksi dan penyediaan bibit ternak bermutu (Dirjen Peternakan
2000). Tiang utama dalam pembangunan peternakan adalah pembangunan ternak yang
berbasis sumber daya alam lokal. Komoditi ternak utama adalah sapi potong,
kambing, domba, ayam buras dan itik. Jenis ternak ini merupakan komoditi ternak
asli Indonesia (ternak lokal) yang sangat potensial sebagai sumber tumpuan
kehidupan masyarakat pedesaan dan dianggap sebagai komoditi utama dalam
memberdayakan peternak di pedesaan untuk mensejahterakan dirinya yang pada
gilirannya akan mensejahterakan seluruh masyarakat dengan produk ternaknya.
Kebijakan
dalam pembibitan ternak dituangkan dalam visi dan misi pengembangan industri
benih dan bibit di Indonesia. Indonesia sebagai
negara terpadat keempat di dunia membutuhkan pangan dan produk peternakan dalam
jumlah yang sangat besar. Pangan asal ternak sangat dibutuhkan bagi
pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan anak usia dini sampai remaja. Produk
kambing dan domba (kado) menjadi salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat
diandalkan mengingat usaha ternak kado sudah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan usahatani di Indonesia. Selain untuk memenuhi
permintaan dalam negeri, usaha ternak kado memiliki peluang ekspor yang sangat
besar antara lain ke Malaysia, Brunei Darussalam dan negara-negara Timur Tengah.
Kondisi dan tantangan tersebut di atas merupakan peluang yang
sangat baik untuk mendorong perkembangan agribisnis komoditas ternak kado. Hal
ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya, antara lain dengan memanfaatkan
sumberdaya peternakan kado secara lebih optimal. Peternakan kambing dan domba
dapat bertahan sebagai komoditas strategis, baik secara tradisional maupun
komersial dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketahanan pangan. Hal
tersebut terlihat dari populasi kambing dan domba yang terus meningkat setiap
tahun.