Pengawetan Kulit Dengan Cara Pengeringan
Kamis, 16 Oktober 2014
Edit
Pendahuluan
Pemanfaatan kulit ternak / hewan
untuk kepentingan manusia itu berjalan searah dengan perkembangan
peradaban manusia. Keseluruhan
produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk
yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi,
kambing,
dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga
berkisar 10-15%
dari harga ternak .
Potensi hasil ikutan berupa kulit di Indonesia masih
sangat besar, hal ini disebabkan masih sedikitnya industri besar yang mengelola
secara intensif, kalaupun ada kapasitasnya belum mampu memenuhi permintaan
pasar. Sebelum era krisis moneter, pihak pemerintah dengan syarat tertentu
masih mengizinkan industri-industri penyamakan kulit untuk mengimpor kulit
mentah dan awetan dari luar negeri, dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku kulit dalam negeri yang sepenuhnya belum mencukupi.
Namun demikian sejak dimulainya krisis moneter,
pemerintah akhirnya mengeluarkan suatu kebijakan untuk melarang impor kulit
mentah maupun kulit setengah jadi dari luar negeri dengan alasan tingginya
harga dasar barang (naik + 300-400%) dan pajak impor yang harus
ditanggung oleh importir akibat fluktuasi rupiah oleh mata uang asing.
Dengan langkah kebijakan tersebut para pengusaha dalam negeri tentunya harus
menyediakan bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Masalah
yang timbul, apakah mutu kulit mentah maupun kulit awetan yang dihasilkan oleh
masyarakat di dalam negeri sudah memenuhi standar yang sesuai atau paling tidak
telah mendekati standar kualitas yang telah ditetapkan. Sebuah fenomena
yang patut kita ingat bahwa pada saat industri perkulitan mengalami kejayaan
pesat, ekspor kulit samak (leather) merupakan sumber devisa negara non
migas selain kayu, tekstil dan elektronik. Berdasarkan gambaran tersebut,
tentunya banyak hal yang harus dikaji dan terpulang kepada, bagaimana
perkembangan ilmu dan teknologi khususnya ilmu dan teknologi pengolahan kulit
ke depan serta kualitas SDM peternakan yang dimiliki. Pada bagian-bagian
selanjutnya akan dikaji mengenai teknik penanganan dan pengolahan pada kulit.
Pembahasan
A. Teknologi Pengawetan pada Kulit Mentah
Kulit secara histologi adalah merupakan organ tubuh yang
paling berat, dimana pada manusia meiliki berat sekitar 16% dari berat tubuh
dan pada ternak sendiri hanya berkisar 10%. Presentasi ini cukup bervariasi
pada beberapa jenis ternak, yakni pada ternak sapi berkisar 6-9%, domba 12-15%
dan kambing 8-12% dari berat tubuh (Soeparno dkk, 2011).
Pengawetan
kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah
terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit.
Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak kulit. Hal
tersebut dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin
dengan batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (±
5-10%).
Pengawetan kulit memiliki beberapa tujuan antara
lain :
1. Mempertahankan struktur dan keadaan kulit
dari pengaruh lingkungan untuk sementara waktu sebelum dilakukan proses
pengolahan/penyelesaian
2. Untuk tujuan penyimpanan dalam waktu yang
relatif lebih lama
3. Agar kulit dapat terkumpul sehingga dapat
dikelompokkan menurut besar dan kualitasnya serta mengantisipasi terjadinya
over produksi karena stok kulit yang terlalu banyak
Secara
umum proses pengawetan kulit mentah yang dikenal di Indonesia terdiri atas 4
macam, yakni :
1. Pengawetan dengan cara pengeringan + zat
kimia
2. Pengawetan dengan cara kombinasi penggaraman
dan pengeringan
3. Pengawetan dengan cara garam basah
4. Pengawetan dengan cara pengasaman (pickling)
B. Pengawetan dengan Cara Pengeringan
Pengeringan ialah suatu cara / proses untuk mengeluarkan
atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Biasanya
kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh
lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penyerapan
panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam
bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku).
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh
semua mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan
ternyata dapat mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan hasil sampingan
ternak yakni kulit. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh
karena itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada bahan kering, tetapi jika
makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali
terjadi.
Ada 2 istilah yang
dipakai untuk pengeringan yaitu :
1. Drying :
suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam,
misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
2. Dehydration
(dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan
peralatan/alat-alat pengering seperti oven.
Tujuan pengeringan kulit yaitu :
1. Mengurangi
resiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang, maka
aktivitas mikroba dihambat atau dimatikan.
2. Menghemat ruang penyimpanan
atau pengangkutan. Umumnya kulit mengandung air dalam jumlah yang tinggi,
maka hilangnya air akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Untuk
mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya. Misalnya rambak.
Keuntungan
pengawetan dengan cara pengeringan :
1. Bahan lebih
awet
2. Volume dan
berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pemrosesan, pengangkutan,
dan penyimpanan.
Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
1. Sifat asal
dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan
kimianya, penurunan mutu, dll.
2. Beberapa bahan
kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai, misalnya harus dibasahkan
kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Proses pengeringan
dapat dilakukan dengan cara :
1. pengeringan
langsung dengan sinar matahari
2. pengeringan
buatan seperti dengan oven.
Prinsip-prinsip pengeringan adalah untuk menghambat
pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air. Jika kita mengeringkan, ada 2
masalah pokok yang teribat di dalamnya, yaitu :
1. Hantaran panas
kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan
2. Penguapan air
dari dalam bahan
Kedua hal di tersebut menentukan kecepatan pengeringan.
Penguapan air dari dalam bahan tergantung dari banyak
faktor sekeliling bahan yaitu : suhu, kelembaban, kecepatan aliran air, tekanan
udara, serta waktu pengeringan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan :
1. Luas permukaan
bahan
2. Suhu
pengeringan
3. Aliran udara
4. Tekanan uap di
udara
Bahan kulit dapat
dikeringkan dengan cara :
1. Alami , yaitu
menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya dengan dijemur (sun
drying) atau diangin-anginkan
2. Buatan
(artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari , dilakukan
dalam suatu alat pengering
Pengeringan dengan
sinar matahari
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis
pengeringan tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer
di kalangan pengrajin kulit terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan),.
Pengeringan dengan
pemanas buatan
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe
alat dimana pindah panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun
beberapa dapat pula dengan cara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas
secara konveksi pada umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga
enersi panas merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara
konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya.
Adapun urutan
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Pencucian dan pembuangan daging
Kulit
yang baru dilepas dicuci dengan air mengalir dan kelebihan daging maupun lemak
yang masih melekat dibuang. Pisau yang digunakan harus tajam dan
bentuknya melengkung untuk mencegah robeknya kulit. Setelah semua lemak
dan daging telah bersih selanjutnya dicuci kembali dengan air mengalir.
2. Pengetusan (Pentirisan)
Kulit
yang telah dicuci kemudian disampirkan atau ditiriskan diatas kuda-kuda kayu
dan dibiarkan menetes selama 30 menit.
3. Pemberian zat kimia
Kulit
direndam dalam bak yang berisi zat kimia jenis Natrium Arsenat 0,5%
selama 5-10 menit. Setelah proses tersebut selesai, kulit masih
disampirkan diatas bak agar sisa-sisa zat kimia masih tetap menetes
kembali ke dalam bak.
4. Pementangan
Setelah
zat kimia menetes dengan baik, kulit dipentang dan ditarik dengan tali pada
kerangka kayu (pentangan kulit). Pentangan untuk kulit sapi, kerbau
maupun kuda menggunakan kayu bulat dengan diameter kira-kira 5-10 cm yang
menyerupai model bingkai gambar. Ukuran panjang maupun lebarnya
disesuaikan dengan kondisi kulit dengan acuan bahwa pentangan tersebut dapat
menampung luas maksimal dari kulit. Kulit yang akan dipentang dilubangi
pada bagian pinggirnya dengan jarak kira-kira 2-3 cm dari batas pinggir kulit
dan ditarik hingga posisi kulit terpentang dengan sempurna tanpa adanya
pengkerutan dan pelipatan pada bagian pinggir maupun tengah. Proses
pementangan untuk kulit kecil seperti domba, kambing maupun reptil dapat
dilakukan diatas papan dan teknik pementangannya tidak perlu menggunakan tali
tapi cukup dilakukan dengan menggunakan paku.
5. Pengeringan
Kulit
yang telah dipentang selanjutnya siap untuk dijemur. Proses pengeringan
tidak boleh dilakukan terlalu cepat, sebab zat-zat kulit pada lapisan luar akan
mengering lebih cepat dibanding pada bagian dalam dari kulit.
Temperatur
yang terlalu tinggi menyebabkan zat-zat kulit (kolagen) mengalami proses
gelatinisasi menjadi gelatin yang bersifat mengeras dan tentunya dapat
menghalangi proses penguapan air pada bagian dalam. Bila hal tersebut
terjadi mengakibatkan kulit akan membusuk pada saat disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Untuk mengantisipasi hal tersebut beberapa petunjuk teknis
sederhana tentang posisi letak kulit dalam proses penjemuran kulit dibawah
sinar matahari.
Penjemuran
pertama dimulai pada bagian daging (flesh). Pukul 09.00-11.00 dan
pukul 15.00-17.00 penjemuran dilakukan dengan arah sinar matahari tegak lurus
dengan permukaan kulit. Pada waktu siang hari yaitu pukul 11.00-15.00
penjemuran dengan arah sinar matahari sejajar dengan arah datangnya sinar
matahari. Bila kulit pada bagian dagingnya telah kering, maka posisi
kulit dapat dibolak balik sedemikian rupa hingga semua pengeringan dapat merata
disemua permukaan kulit. Proses pengeringan kulit dapat selesai dalam
waktu kurang lebih 2-3 hari dengan kondisi panas matahari yang cukup dan penguapan
yang teratur.
Beberapa
petunjuk sederhana untuk mengetahui apakah proses pengeringan telah cukup,
yakni apabila :
a. Keadaan kulit terlihat tembus cahaya
(transparan)
b. Keadaan kulit tegang (kaku)
c. Bagian daging dan bulu telah mongering
d. Penampang kulit bila diketuk akan berbunyi
nyaring
6. Pelipatan
Setelah
kulit menjadi kering selanjutnya dilepas dari pentangannya dan dilipat dua
dengan arah lipatan membujur dari pangkal ekor menuju ke kepala sejajar
dengan garis punggung dan membagi dua bagian tubuh yaitu kiri dan kanan.
Bagian daging atau bulu dapat ditempatkan pada bagian dalam maupun luar.
Setelah dilakukan pelipatan kemudian kulit dapat disimpan sebagai kulit awetan.
Keuntungan pengeringan
dengan sinar matahari :
1. energi panas
murah dan berlimpah
2. tidak memerlukan peralatan yng
mahal
3. tenaga kerja
tidak perlu mempunyai keahlian tertentu
Kerugian
pengeringan dengan sinar matahari :
1. tergantung
dari cuaca
2. jumlah panas matahari tidak
tetap
3. kenaikan suhu tidak dapat
diatur, sehingga waktu penjemuran tidak dapat ditentukan dengan tepat.
4. kebersihan
sukar untuk diawasi
Keuntungan
pengeringan buatan :
1. suhu dan
aliran udara dapat diatur
2. waktu pengeringan dapat
ditentukan dengan tepat
3. kebersihan
dapat diawasi
Kerugian
pengeringan buatan :
1. memerlukan
panas selain sinar matahari berupa bahan bakar, sehingga biaya pengeringan
menjadi mahal
2. memerlukan peralatan yang
relatif mahal harganya
3. memerlukan
tenaga kerja dengan keahlian tertentu
Gambar proses pengawetan kulit dengan sistem pengeringan
KESIMPULAN
1. Pengawetan kulit secara umum didefinisikan
sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi
komponen-komponen dalam jaringan kulit.
2. Ada dua cara
pengawetan kulit dengan pengeringan yaitu dengan sinar matahari dan buatan atau
oven.
3. Tujuan pengeringan kulit yaitu
mengurangi resiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Menghemat ruang
penyimpanan atau pengangkutan. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan
penggunaannya (misalnya rambak).
DAFTAR
PUSTAKA
Gazali, irmang. 2013. Ilmu Pangan, Teknologi Pengawetan
dan Pengolahan Kulit. Diakses pada
tanggal 19 Oktober
2013 pada pukul 14.40 WIB.
Hudaya, saripah. Ir.,MS. 2013. Teknologi Pangan
dan Gizi, green word. Diakses pada tangga 19
oktober 2013 pada pukul 14.35 WIB.
Soearno., R.A.Rihastuti, Indratiningsih dan S.Triatmojo.
2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Universitas Gadjah Mada. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.