Penyakit Bovine Ephemeral Fever Pada Sapi
Jumat, 17 Oktober 2014
Edit
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ternak
ruminansia besar (sapi) merupakan salah satu komoditas ternak yang strategis,
karena selain dapat digunakan sebagai ternak pekerja, juga dapat dijadikan
sumber pendapatan/tabungan serta menjadi sumber protein hewani berupa daging.
Oleh karena itu, kesehatan ternak harus selalu dijaga agar kondisi tubuhnya
baik dan dapat berproduksi dengan baik pula. Tiga faktor yang saling berkaitan
dalam permasalahan timbulnya suatu penyakit, yaitu : faktor agen penyakit,
hospes (ternak itu sendiri) dan lingkungan.
Bovine
Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) merupakan penyakit yang bersifat ringan
yang umumnya menyerang pada sapi dan ditandai dengan demam tinggi rasa sakit
otot dan pincang. Sapi yang menderita
penyakit ini cepat sembuh bila tanpa komplikasi. Penyakit klinis berjalan
sangat singkat biasanya tidak lebih dari tiga hari. Akan tetapi, pada pejantan
penyakit ini bisa belangsung selama lima bulan.
Bovine
Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) dapat menyebabkan terjadinya gangguan
produksi susu pada sapi perah produktif.
Merupakan penyakit pada sapi yang banyak sekali ditemukan dilapangan.
Kasus yang terjadi di lapangan kebanyakan memiliki angka kesakitan yang tinggi
,akan tetapi dengan angka kematian yang rendah.
Penyakit
Demam Tiga Hari banyak ditemui pada ternak sapi dan secara umum resiko ekonomi
yang ditimbulkan tidaklah besar apabila penanganan medis secara cepat telah
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan penyakit lain.
Penyakit
ini biasa menyerang pada musim pancaroba atau peralihan dari kemarau ke hujan.
Bovine
Ephemeral Fever (BEF) disebabkan oleh virus Rhabdovirus,
yang termasuk dalam familia yang sama dengan penyakit rabies dan vesicular
stomatitis. Virus tersebut dapat ditularkan melalui serangga. Penyakit
Demam Tiga Hari disebarkan oleh Cullicoides sp. dan nyamuk Cullicoides yang
terinfeksi dapat menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM. Ada dugaan
penyebaran dapat pula terjadi melalui angin. Walau
sampai saat ini belum ditemukan penyebab ataupun pembawa penyakit BEF secara
pasti, hal tersebut mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang diperiksa
tidak cukup banyak. Mungkin juga karena jangka waktu penyakit ini juga relatif
pendek. Penyemprotan
terhadap ternak sebaiknya dilakukan secara kontinyu menggunakan insektisida dan
sanitasi kandang dilakukan secara rutin. Ha ini diharapkan untuk meminimalisir
adanya vektor pembawa penyakit.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bovine
Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) adalah suatu penyakit viral pada sapi
atau kerbau yang ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot, dan
kepincangan (Akoso, 1996). Penyakit klinis berjalan sangat singkat, biasanya
berakhir tidak lebih dari tiga hari, dengan morbiditas tinggi tetapi mortalitas
rendah. Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan yang hebat terhadap produksi
susu pada sapi perah dan jasa kerja pada ternak pekerja (Ressang, 1986).
Bovine
Ephemeral Fever hanya menyerang sapi dan kerbau dan
tidak dapat menulari dan menimbulkan penyakit pada hewan lain. Angka kematian
sangat kecil sekali tidak sampai 1% tetapi angka kesakitam tinggi (Deptan,
2001). Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yaitu dapat menurunkan
produksi susu dan pertambahan berat badan masing-masing sebesar 43% dan 10kg
(Soleha et al., 1992).
Berdasarkan
pengertian diatas dinyatakan bahwa BEF hanya dapat menyerang ternak sapi dan
kerbau saja. Penyakit ini hanya menyerang dalam jangka waktu yang sangat
singkat, akan tetapi penyakit ini dapat mengakibatkan gangguan produksi susu
pada sapi perah serta pertambahan bobot badan. Oleh karena itu, walaupun
penyakit ini tidak berbahaya dari segi kesehatan, tetapi sangat berbahaya dari
segi ekonomi yang mengakibatkan kerugian bagi peternak.
B. Penyebab
Penyakit
pada ternak pada umumnya terdiri atas penyakit infeksius dan penyakit non
infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen
infeksi. Agen-agen penyebab infeksi antara lain adalah virus, bakteri, jamur,
parasit, dll. Sedangkan penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan
selain oleh agen infeksi, misalnya defisien nutrisi, vitamin, mineral, ataupun
karena keracunan (Triakoso, 2009).
Penyakit
BEF disebabkan oleh virus. Penyebab penyakit ini adalah virus dari genus yang
tidak ada namanya, tetapi masuk dalam keluarga Rhabdoviridae dari virus
RNA. Masa
inkubasi penyakit ini berkisar antara 7-10 hari (Akoso, 1996).
Berdasarkan morfologinya virus BFE diklasifikasikan sebagai Rhabdovirus yang
berbentuk peluru. Virus ini hanya bisa diamati menggunakan mikroskop elektron.
Infektivitas virus dapat hilang sangat cepat pada pH 2,5 dan 12 dan hilang
dengan cepat pada pH 5 dan pH 9 (Ressang, 1986).
Berdasarkan
pengertian diatas BEF merupakan penyakit infeksius. Hal ini sesuai dengan
pendapat Triakoso (2009) dan Akoso (1996). Akoso (1996) menyatakan bahwa penyakit BEF disebabkan oleh virus. Sedangkan
Triakoso (2009) menyatakan bahwa penyakit infeksius adalah penyakit yang
disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen penyebab infeksi antara lain
adalah virus, bakteri, jamur, parasit, dll sehingga dapat disimpulkan bahwa BEF
merupakan penyakit infeksius karena disebabkan oleh virus yang berasal dari
keluarga Rhabdoviridae.
C. Penularan
Penyebaran
penyakit Bovine Ephemeral Fever tidak terjadi karena adanya kontak
secara langsung. Kemungkinan penyakit ini ditularkan melalui vektor. Lingkungan
alam yang berupa sawah dan banyak terdapat genangan air sangat baik untuk
vektor ini (Soeharsono., et al, 1983).
Sapi
maupun kerbau tidak pernah terbukti bertindak sebagai hewan pembawa virus dalam
jangka waktu panjang. Penyebaran lebih ditekankan pada peranan vektor ataupun
angin. Angina yang bersifat basah dan lembab diduga dapat memindahkan virus dan
vektor penyakit ini (Subronto, 1989).
Penyakit
Demam Tiga Hari disebarkan oleh Cullicoides sp (serangga pengisap
darah) dan nyamuk. Cullicoides yang terinfeksi dapat
menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM (Akoso, 1996).
Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit BEF tidak ditularkan melalui
kontak langsung dengan penderita. Penyakit ini ditularkan oleh vektor pembawa
yaitu Cullicoides sp (serangga pengisap darah) dan nyamuk. Cullicoides yang
terinfeksi dapat menyebarkan penyakit mencapai jarak 2.000 KM.
D. Hewan
Rentan
Bovine
Ephemeral Fever hanya menyerang sapi dan kerbau dan tidak dapat menulari
dan menimbulkan penyakit pada hewan lain. Angka kematian sangat kecil sekali
tidak sampai 1% tetapi angka kesakitam tinggi (Deptan, 2001).
Berdasarkan pengertian diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa BEF hanya menyerang sapi dan kerbau. Akan tetapi,
kejadian yang banyak terjadi adalah pada sapi yang. Serta penyakit ini tidak
ditularkan secara langsung.
E. Gejala
Klinis
Tanda-tanda
ternak yang terjangkit penyakit ini antara lain adalah:
- Demam (39 sampai 420C)
- Lesu
- Kekakuan anggota gerak sampai pincang
- Kelemahan anggota gerak sampai tidak sanggup berdiri.
- Keluar liur yang berlebihan
- Sesak nafas
- Gemetar
- Keluar sedikit cairan dari mata dan hidung.
- Pada sapi menyusui, produksi air susu turun atau terhenti sama sekali (Deptan, 2001).
Kepincangan merupakan tanda-tanda
klinis yang menonjol dan lebih jelas terlihat pada demam hari kedua.
Kepincangan ini akan mengakibatkan hewan harus berbaring secara terus-menerus
dalam waktu yang lama. Sapi jantan yang berat dan sapi perah akan mengalami hal
ini. Pada kejadian ini, kesembuhan sempurna jarang terjadi meskipun sapi sudah
mau makan dan minum dengan normal. Kebanyakan sapi yang terserang BEF namun
tidak sampai berbaring akan mengalami kesembuhan setelah 2-3 hari dengan
tanda-tanda penyakit yang relatif ringan (Ressang, 1986).
Sapi dewasa yang menderia penyakit
ini akan lebih menderita daripada hewan muda. Angka kesakitan tinggi tetapi
angka kematian rendah. Bila terjadi komplikasi, sapi bunting dapat abortus atau
terjadi kemajiran sementara. Sapi pejantan penyakit ini dapat menyerang selama
5 bulan (Akoso, 1996).
Kesembuhan mulai tampak pada hari ke-3 dan kesembuhan
sempurna pada hari ke-5 setelah munculnya gejala klinis. Penderitaan yang
bersifat kurang berat terkadang ditemukan pada pedet yang berumur kurang dari 6
bulan. Pejantan yang berat dan sapi-sapi yang besar paling menderita apabila
terserang BEF. Angka kematian biasanya kurang dari 1% dan kebanyakan disebabkan
oleh factor-faktor sekunder (Subronto, 1989).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gejala
yang ditunjukkan pada ternak yang menderita penyakit ini antara lain mengalami
demam dan kekakuan anggota gerak bahkan sampai mengalami kepincangan. Sapi yang
menderita penyakit ini biasanya mulai menampakkan kesumbuhannya pada hari ke
2-3 setelah terjangkit. Angka kematian yang ditimbulkan dari penyakit ini
sangat kecil yaitu kurang dari 1%.
F. Pengendalian dan Pengobatan
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Menjaga
kebersihan lingkungan
2. Pemakaian
insektisida untuk membunuh vektor panyakit disekitar daerah terjangkit
3. Mengisolasi
hewan sakit
(Deptan,
2001).
Pengobatan terhadap ternak yang
menderita penyakit ini dilakukan dengan memberikan obat simtomatik dan
pencegahan terhadap timbulnya infeksi sekunder. Vaksin yang efektif belum ada
(Akoso, 1996).
Sampai saat ini belum ada pengobatan
yang efektif, namun demikian pemberian spectrum luasperlu dianjurkan untuk
mencegah infeksi sekunder dan pemberian vitamin untuk menghindari stress
(Deptan, 2001).
Hewan yang menderita diusahakan agar
terjadinya komplikasi sekunder dapat diperkecil. Pemberian minum dengan alat
(drench, contang) hendaknya dihindarkan, karena dalam fase akut beberapa
penderita mengalami kesukaran menelan (Subronto, 1989).
Sapi yang pernah terinveksi virus
BEF akan mendapat kekabalan tubuh dalam jangka waktu yang panjang terhadap
infeksi berikutnya. Akan tetapi, adanya penemuan bahwa BEF tidak hanya
disebabkan oleh satu serotip menimbulkan dugaan bahwa infeksi oleh satu serotip
belum tentu memberi perlindungan terhadap serotip lain (Ressang, 1986).
Pencegahan yang bisa dilakukan
peternak antara lain adalah menjaga kebersihan kandang, penyemprotan
insektisida agar tidak ada vektor yang bisa menyebarkan penyakit ini. Walaupun
penyakit ini tidak ditularkan secar kontak langsung dengan penderita, sebaiknya
ternak yang terjangkit tetap dipisahkan untuk menghindari mudahnya vektor untuk
menyebarka penyakit ini pada ternak yang sehat.
Pengobatan yang bisa dilakukan
apabila terjadi penyakit ini adalah pemberian antibiotik untuk mencegah
perkembangan virus dalam induk semang. Sapi yang pernah terinveksi virus BEF
akan mendapat kekabalan tubuh dalam jangka waktu yang panjang terhadap infeksi
berikutnya. Akan tetapi, adanya penemuan bahwa BEF tidak hanya disebabkan oleh
satu serotip menimbulkan dugaan bahwa infeksi oleh satu serotip belum tentu
memberi perlindungan terhadap serotip lain.
G. Perubahan Pascamati
Perubahan pascamati sangat ringan
dan tidak mencolok. Perubahan yang paling sering terjadi adalah terdapatnya
eksudat berfibrin pada pleura, pericardial, dan dinding rongga perut. Kelenjar
limfe busung dan paru dapat mengalami busung lokal, serta otot dapat mengalami
nekrosis setempat (Akoso, 1996).
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa sapi yang menderita penyakit ini secara mencolok tidak
mengalami perubahan fisik. Akan tetapi, pada beberapa kejadian setelah
penderita mati terdapat peubahan pada kelenjar limfe serta dinding rongga
perut. Beberapa kejadian juga menunjukkan adanya otot yang mengalami nekrosis.
H. Pemotongan Hewan
Ternak penderita BEF dapat dipotong
dan dagingnya boleh dikonsumsi atau diperdagangkan. Namun, mengingat angka
kematian yang relatif rendah maka sebaiknya pemotongan hanya dilakukan pada
keadaan yang sangat terpaksa ditinjau dari segi medis dan atas anjuran dari
dokter hewan. Sisa pemotongan beserta sisa pakan yang masih tertinggal harus
dibakar dan dikubur dalam-dalam. Tempat pemotongan dibersihkan dan disucihamakan
(Akoso, 1996).
Berdasarkan pendapat Akoso (1996)
dagimg yang berasal dari sapi yang menderita penyakit BEF dapat dikonsumsi.
Akan tetapi, angka kematian yang rendah ternak yang menderita BEF jarang
dipotong kecuali pada kondisi yang sangat mendesak. Sisa pakan serta bekas
tempat pemotongan sapi penderita BEF harus dibersihkan serta disucihamakan.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bovine
Ephemeral Fever (Demam Tiga Hari) adalah suatu penyakit
viral pada sapi atau kerbau yang ditandai dengan terjadinya demam tinggi, rasa
sakit otot, dan kepincangan. Penyakit klinis berjalan sangat singkat, biasanya
berakhir tidak lebih dari tiga hari, dengan morbiditas tinggi tetapi mortalitas
rendah. Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan yang hebat terhadap produksi susu
pada sapi perah dan jasa kerja pada ternak pekerja. Bovine Empheral Fever hanya
menyerang sapi dan kerbau dan tidak dapat menulari dan menimbulkan penyakit
pada hewan lain.
BEF merupakan
penyakit infeksius karena disebabkan oleh virus yang berasal dari keluarga Rhabdoviridae.
Masa
inkubasi penyakit ini berkisar antara 7-10 hari.
Penyebaran
penyakit Bovine Ephemeral Fever tidak terjadi karena adanya kontak
secara langsung. Kemungkinan penyakit ini ditularkan melalui vektor. Penyakit
Demam Tiga Hari disebarkan oleh Cullicoides sp (serangga pengisap
darah) dan nyamuk Cullicoides yang terinfeksi dapat menyebarkan penyakit
mencapai jarak 2.000 KM.
BEF hanya
menyerang sapi dan kerbau. Akan tetapi, kejadian yang banyak terjadi adalah
pada sapi yang. Serta penyakit ini tidak ditularkan secara langsung. Tanda-tanda
ternak yang terjangkit penyakit ini antara lain adalah:
a.
Demam
(39 sampai 420C)
b.
Lesu
c.
Kekakuan
anggota gerak sampai pincang
d.
Kelemahan
anggota gerak sampai tidak sanggup berdiri.
e.
Keluar
liur yang berlebihan
f.
Sesak
nafas
g.
Gemetar
h.
Keluar
sedikit cairan dari mata dan hidung.
i.
Pada
sapi menyusui, produksi air susu turun atau terhenti sama sekali
Kepincangan merupakan tanda-tanda klinis yang menonjol dan
lebih jelas terlihat pada demam hari kedua. Kepincangan ini akan mengakibatkan
hewan harus berbaring secara terus-menerus dalam waktu yang lama. Sapi jantan
yang berat dan sapi perah akan mengalami hal ini. Pada kejadian ini, kesembuhan
sempurna jarang terjadi meskipun sapi sudah mau makan dan minum dengan normal.
Kebanyakan sapi yang terserang BEF namun tidak sampai berbaring akan mengalami
kesembuhan setelah 2-3 hari dengan tanda-tanda penyakit yang relatif ringan. Pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan lingkungan
b. Pemakaian insektisida untuk membunuh
vektor panyakit (serangga pengisap darah dan nyamuk) disekitar daerah
terjangkit
c. Mengisolasi hewan sakit
Pengobatan yang bisa dilakukan apabila terjadi penyakit ini
adalah pemberian antibiotic untuk mencegah perkembangan virus dalam induk
semang. Sapi yang pernah terinveksi virus BEF akan mendapat kekabalan tubuh
dalam jangka waktu yang panjang terhadap infeksi berikutnya. Akan tetapi,
adanya penemuan bahwa BEF tidak hanya disebabkan oleh satu serotip menimbulkan
dugaan bahwa infeksi oleh satu serotip belum tentu memberi perlindungan
terhadap serotip lain.
Sapi yang menderita penyakit ini secara mencolok tidak mengalami perubahan fisik. Akan
tetapi, pada beberapa kejadian setelah penderita mati terdapat peubahan pada
kelenjar limfe serta dinding rongga perut. Beberapa kejadian juga menunjukkan
adanya otot yang mengalami nekrosis.
Ternak penderita BEF dapat dipotong dan dagingnya boleh
dikonsumsi atau diperdagangkan. Namun, mengingat angka kematian yang relative
rendah maka sebaiknya pemotongan hanya dilakukan pada keadaan yang sangat
terpaksa ditinjau dari segi medis dan atas anjuran dari dokter hewan.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso,
T.A. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.
Departemen
Pertanian. 2001. Beberapa Penyakit pada Ternak Ruminansia. Balai Pengkajian
Teknologo Pertanian (BPTP) NTB. Mataram.
Ressang, A.A.
1986. Penyakit Viral pada Hewan. UI Press. Jakarta.
Soeharsono, I
Gde Sudana, D.H. Unruh dan Malole. 1983. Dugaan Letupan Penyakit Dema Tiga
Hari pada Sapi Ongole di Tuban dan Lamongan. Balai Penyidikan Penyakit
Hewan Wilayah VI Denpasar. Denpasar.
Soleha, E, I.
Sendow, A.E. Suprijatna, Sulaeman, Suryana, Firmansyah, dan Sukarsih. 1992.
Studi Seroligik Bovine Ephemeral Fever (BEF) pada Ternak Sapi di Kalimantan
Selatan. Laporan Penelitian. Balai Penlitian Veteriner Bogor. Bogor.
Subronto. 1989.
Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Triakoso,
Nusdianto. 2009. Aspek Klinik dan Penularan pada Pengendalian Penyakit
Ternak. Departemen Klinik Veteriner FKH Universitas Airlangga. Surabaya.