Penyakit Egg Drop Syndrome dan Pencegahannya
Kamis, 23 Oktober 2014
Edit
PENDAHULUAN
Fungsi
terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan
mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal
produk peternakan adalah protein hewani
yang sarat dengan kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya
yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh, kembang dan bereproduksi. Disamping
itu, protein hewani asal produksi ternak seperti susu, daging dan telur (SDT)
adalah mengandung kelengkapan asam-asam amino dengan nilai hayati yang tinggi
yang hampir mencapai kisaran di atas 80. Nilai hayati ini mencerminkan berapa
banyak zat nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh
tubuh untuk pembuatan protein dan bagian-bagiannya. Untuk memproduksi pangan
asal ternak yang berkualitas baik, diperlukan usaha perbaikan manajemen
pemeliharaan khususnya untuk ternak sapi perah, sapi potong, ayam potong dan
ayam petelur.
Satu
dari tiga pangan asal ternak yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah telur.
Telur mengandung protein dengan kisaran 15%. Protein telur dibentuk dari
susunan asam-asam amino yang sangat baik, sehingga protein hewani asal telur
hampir seluruhnya dapat digunakan untuk pertumbuhan maupun pengganti sel-sel
tubuh yang rusak. Selain protein, telur juga mengandung lemak berupa
trigliserida, phospholipida dan kolesterol. Trigliserida dan phospholipida
berfungsi menyediakan energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan semua
aktivitas sehari-hari, sedangkan kolesterol berfungsi untuk membentuk
garam-garam empedu yang diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal dari
makanan dan diperlukan juga sebagai komponen pembentuk hormon seksual seperti
testosteron dan hormon adrenalin. Usaha perbaikan manajemen pemeliharaan pada
ayam petelur sangat diperlukan untuk menghasilkan pullet dengan performa yang
baik sampai umur panen, salah satunya adalah upaya penekanan pada kemunculan
penyakit yang ada hubungannya dengan penurunan produksi telur. Penyakit pada ayam petelur diartikan sebagai disfungsi organ, yakni
tidak berfungsinya secara normal organ ayam yang terinfeksi oleh mikroorganisme
penyebab penyakit, baik itu organ pencernaan, pernafasan, central neuro system
(CNS) maupun organ reproduksi yang secara langsung berhubungan dengan pembentukan
dan distribusi telur.
Munculnya
permasalahan ini disinyalir akibat kelalaian peternak, misalnya minimnya
kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan pada ayam peliharaannya. Disamping
itu, faktor penyakit juga didaulat sebagai salah satu penyebab terjadinya
penurunan produksi telur. Diantara jenis penyakit tersebut adalah ND, AI, AE Virus, IB,
Mycoplasma gallisepticum dan Paramyxoviruses lainnya, namun yang sering menjadi
buah bibir peternak layer, Technical Services, Praktisi Perunggasan dan
Akademisi adalah IB, ND dan Egg Drop Syndrome (EDS 76).
ISI
A. PENGERTIAN EDS (EGG DROP SYNDROME)
Egg Drop
Syndrome (EDS) adalah suatu penyakit ayam yang disebabkan oleh kelompok virus adeno.
Ayam yang terserang oleh penyakit ini akan mengalami penurunan produksi telur, kerabang
telur lembek atau tidak membentuk kerabang, sementara ayamnya sendiri terlihat
sehat. Penyakit ini biasanya dijumpai pada ayam petelur yang sedang dalam
puncak produksi.
Egg drop
syndrome pertama kali ditemukan pada unggas di tahun 1970an. Virus
penyebab, adenovirus, memiliki reservoir dalam bebek dan angsa. Penyebab
awal terjadinya disebabkan oleh vaksin penyakit Marek yang tumbuh dalam
fibroblas embrio bebek. Virus ini menginfeksi ternak, berkembang biak dan
menyebar ke ternak lain melalui telur yang terinfeksi. Meskipun telah
dimusnahkan dari peternak , adenovirus menjadi endemik pada sebagian dunia. Egg
drop syndrome merupakan wabah yang langka disebabkan oleh penularan virus dari
bebek dan angsa, baik secara langsung atau melalui air yang terkontaminasi.
Egg Drop Syndrome disebabkan
oleh adenovirus, anggota genus Atad-enovirus dan keluarga Adenoviridae. Virus
ini juga telah dikenal sebagai adenovirus 1 (DAdV-1) sindrom penurunan telur
(EDS) virus, telur-drop-sindrom-76 (EDS-76) virus dan 127 adenovirus.
B. SPESIES YANG TERINFEKSI
Itik dan angsa
tampaknya menjadi tempat yang alami untuk adenovirus. Virus ini juga
telah diisolasi oleh coots dan grebes, dan antibodi telah ditemukan pada
spesies burung termasuk burung camar, burung hantu, bangau, angsa, ayam
mutiara, dan merpati. Penyakit klinis telah dilaporkan pada ayam, puyuh, dan
angsa. Kalkun dapat terinfeksi eksperimental namun tetap asimtomatik (Bishop, 1996).
C. EPIDEMIOLOGI
Adenovirus ditemukan di
seluruh dunia pada itik dan angsa. Egg drop syndrome terjadi di Eropa,
Asia, Afrika, dan Amerika Latin, namun belum terlihat di AS atau Kanada.
Penyakit pernapasan pada angsa hanya dilaporkan di negara Hungaria.
Penyakit menular secara
horizontal maupun vertikal. Infeksi EDS menyebabkan daya tetas telur menjadi
turun sehingga jumlah DOC dari induk tertular EDS hanya sedikit. Tetapi masih
ada kemungkinan induk terserang EDS tetap tampak sehat dan menghasilkan telur
tercemar ringan virus EDS sehingga bisa menetas menjadi DOC.
Hal ini perlu
diwaspadai karena selama DOC tumbuh, virus EDS tetap ada didalamm tubuhnya dan
seolah-olah tertidur. Pada saat ayam mulai bertelur, virus EDS yang tertidur
dan jumlahnya sedikit menjadi terbangun. Berkembang biak dan menyebar ke ayam
lain dalam satu kandang. pada saat ayam akan mencapai puncak, produksi virus
EDS yang berkembang mampu memunculkan gejala klinis jika sebelumnya tidak ada
upaya pencegahan.
Selain tertular sejak
DOC seperti tersebut diatas, penularan dapat terjadi secara horizontal. Virus
EDS'76 yang berhasil menular dalam tubuh ayam berkembangbiak dan menyebar ke
ayam lain selama masa grower dan ayam tetap sehat. Tetapi kelak pada saat mulai
bertelur sampai mencapai puncak produksi gejala klinis EDS siap muncul jika
tidak ada usaha pencegahan. Sumber penularan bisa terbawa bersama telur tetas,
peralatan penetasan dan "egg tray".
Penularan Egg drop
syndrome secara horizontal melalui oral. namun penyakit saluran
pernapasan pada unggas ini dihasilkan oleh intratrakeal virus. Adenovirus juga
dapat menyebar pada air. Beberapa wabah telah dikaitkan dengan kontak dengan
unggas liar atau air yang terkontaminasi oleh tinja dari burung liar.
D. GEJALA KLINIS
Egg drop syndrome telah
dilaporkan pada ayam dan burung puyuh. Gejala utama adalah penurunan dalam
produksi telur dan telur yang di hasilkan abnormal.
Penyakit sering terjadi
pada ayam petelur usia 25-26 minggu. Ayam tampak sehat, tidak memperlihatkan
gejala sakit kecuali penurunan produksi yang sangat drastis disertai penurunan
kualitas telur. Biasanya semakin besar penurunan kuantitas telur yang
diproduksi makin rendah pula kualitasnya. Tetapi adakalanya penurunan kualitas
telur mendahului penurunan produksi telur. kerabang telur berubah warna menjadi
lebih pucat, lembek atau kasar dan telur berubah bentuk atau kecil.
Produksi telur akan
menurun 20-40% selama 6-10 minggu. Telur-telur yang menyimpang dari bentuk
normal mengalami penurunan daya tunas (fertilitas) dan daya tetas. Pada bedah bangkai ayam
yang terinfeksi EDS'76 ditemukan kelainan seperti limpa sedikit membesar dengan
bagian bintik putihnya membesar, uterus (oviduk) menjadi kendur dan terdapat
oedema pada jaringan subserosanya. Lipatan-lipatan mukosa uterus membengkak dan oedema,
terselaputi eksudat berwarna buram, kadang-kadang ditemukan materi perkapuran
berwarna kekuningan diantara lipatan mukosa uterus. Pengecilan ringan pada
kuning telur.
Telur yang kehilangan
pikmen kulit atau empuk atau kulit telur sangat tipis. Juga produksi telur
dalam 36 jam turun. Umumnya EDS secara klinis bermanifestasi pada puncak
produksi telur. Hal ini disebabkan karena virus yang laten menjadi aktif pada
masa ini. Penekanan atau penurunan produksi telur tanpa gejala-gejala jelas
mungkin disebabkan oleh bentuk ringan dari gejala EDS.
Dalam kelompok ini,
gejala pertama biasanya kehilangan warna dalam telur berpigmen, diikuti dengan
tipisnya cangkang. Produksi telur biasanya turun 10% sampai 40%, namun, telur
yang sesuai untuk penetasan / pengaturan tetap dan menetas seperti biasa.
Meskipun diare sementara dan bulu kusam dapat dilihat sebelum perubahan
cangkang terjadi, burung yang terinfeksi umumnya tetap sehat.
Sampai saat ini, angsa
masih di anggap paling sering terkena. Namun, pada tahun 2001, penyakit
pernapasan akut berat yang terkait dengan adenovirus dilaporkan pada unggas
yang terinfeksi di Negara Hungaria. Penyakit ini sangat berpengaruh pada unggas
pada usia antara 4 dan 20 hari. Gejala-gejala meliputi anoreksia, depresi,
bersin, batuk, dyspnea, dan rales.
E. PATOLOGI KLINIS
Sesudah infeksi akan
terjadi viremi. Virus hidup dan berkembang biak di dalam tractus digestivus dan
keluar melalui tinja. Virus juga dikeluarkan melalui telur. Anak ayam yang
dieramkan dari telur-telur tertular tidak memiliki antibody IgY, dapat
mengekskresi dan mengeluarkan virus melalui faeces.
Dengan demikian virus menular secara kontak langsung anak ayam lainnya. EDS
dapat bersifat carier. Ayam pembawa virus (carrier) mulai mengekskresi virus
sewaktu mulai bertelur. Bila pada perusahan ada banyak ayam yang tidak
mengandung antibody maka EDS dapat terjadi secara eksplosif. Ayam-ayam yang
mempunyai antibody tidak memperlihatkan gejala klinis terserang EDS. Seperti
telah dikatakan penyebaran virus terutama melalui telur dan faeces. Secara
alami bebek tidak memegang peranan penting sebagai sumber penularan (Taniguchi, 1981).
Dalam kawanan unggas
yang terinfeksi terlihat bercak pada trakea. Edema dan kongesti sedikit
terlihat dalam trakea dan paru-paru. Lesi lain yang dilaporkan meliputi
ekimosis pada epikardium dan bintik dalam hati. Akut tracheo-bronkitis dan
dibatasi kataral pneumonia digambarkan pada burung yang terinfeksi. Kelainan
histopatologi termasuk fibrin dan celular dalam trakea dan bronkus lumina; yang
epithelium adalah hiperplastik dan metaplastic. Sel-sel superfisial yang
terkandung inti bengkak dengan badan inklusi amphophilic. Paru-paru berisi
limfosit-histiocytic dan infiltrasi granulocytic heterophil di septae dan di
lumina dari alveoli. Tidak ada lesi signifikan terlihat pada jaringan lain.
F.
MORBIDITAS DAN
MORTALITAS
Egg drop syndrome
biasanya berlangsung 4 sampai 10 minggu. Sebuah penurunan 10% menjadi 40% pada
produksi telur. Tingkat kekebalan pada penyakit tersebut menyebabkan
penurunan 2% sampai 4%. Pada puyuh, penurunan produksi telur adalah
10% dan 50%. Kematian tidak diharapkan.
Penyakit pernapasan
telah dilaporkan dalam 4 sampai 20 hari pada angsa peliharaan. Penyakit ini
terlihat hanya pada burung sangat muda dari kawanan, kelangkaannya dapat
dijelaskan dengan prevalensi antibodi yang tinggi pada populasi angsa dan
adanya antibodi ibu pada burung muda selama periode kerentanan. Pada unggas
yang mempunyai penyakit pernapasan, tingkat mortalitas adalah 5% sampai 7%
(Nanics,2001).
Dalam mendiagnosis Egg Droop
Sydrome dapat dilakukan dalam tiga cara
diagnosis yaitu :
1.
Diagnosis Klinik
Cangkang kualitas buruk
dan penurunan produksi telur, dalam sebuah kawanan yang sehat, penyebabnya
dipastikan Egg drop syndrome. Penyakit ini juga dapat bermanifestasi sebagai
penurunan kecil pada hasil telur atau kegagalan untuk mencapai produksi.
Diharapkan tingkat Penyakit pernapasan disebabkan oleh adenovirus dapat
ditekan.
2.
Diagnosis Labotarium
Adenovirus dapat
diisolasi pada bebek atau telur berembrio,dan dalam kultur sel. Garis sel
rentan termasuk bebek dan embrio ayam, hati, ginjal bebek, dan fibro sel-sel
blast. Virus dapat diisolasi langsung dari saluran reproduksi ayam yang
terkena. Antigen virus dapat dideteksi dengan reaksi rantai polimerase (PCR)
atau antigen-capture (enzyme-linked immuno assay ¬ sorben (ELISA) teknik
imunofluoresensi telah digunakan dalam beberapa kasus (Dhinakar Raj G,2003).
Tes serologi hemaglutinasi inhibisi termasuk menggunakan unggas RBC, ELISA, dan
netralisasi serum. Tes imunodifusi ganda juga telah digunakan.
3.
Diagnosis lainya
Gizi dan faktor-faktor
manajemen lainnya berdasar diagnosa banding . Penurunan produksi dan rendahnya
kualitas cangkang juga dapat terjadi dengan penyakit seperti bronkitis menular,
Penyakit Newcastle dan flu burung, namun burung dengan penyakit ini biasanya
menjadi sakit. Diagnosis diferensial untuk penyakit pernapasan pada unggas
mencakup berbagai penyakit virus, bakteri, dan jamur lainnya.
G.
PENGENDALIAN Egg Droop Syndrome
1.
Pengobatan
Tidak ada obat yang
dapat menyembuhkan penyakit EDS – 76. usaha yang dapat dilakukan adalah menjaga
kondisi badan tetap baik dan meningkatkan nafsu makan dengan memberikan Vita
Stress. Infeksi sekunder dicegah dengan memberikan Therapy atau Doxyvet. Dapat
pula diberikan pemanasan tambahan pada kandang.
2.
Pencegahan
a. Vaksinasi Vaksinasi EDS'76 pada
umur 16-18 minggu.
Melakukan sanitasi
kandang (kandang dibersihkan, dicuci ), membatasi tamu, mencegah hewan liar dan
hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang. Sanitasi sarana angkutan dan
sapronak yang akan masuk kandang.
b. Melakukan sanitasi kandang dan lingkungan
termasuk mencegah banyak tamu dan hewan liar masuk kandang
c. Usaha peternakan dikelola dengan baik sehingga memungkinkan suasana nyaman bagi ayam,
antara lain : jumlah ayam pada suatu luasan kandang tidak terlalu padat,
ventilasi kandang cukup dan sedapat mungkin dilaksanakan sistem “all in all
out”.
PENUTUP
Egg Drop Syndrome (EDS) adalah suatu penyakit ayam yang disebabkan oleh
kelompok virus adeno. Ayam yang terserang oleh penyakit ini akan
mengalami penurunan produksi telur, kerabang telur lembek atau tidak membentuk
kerabang, sementara ayamnya sendiri terlihat sehat. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada ayam petelur yang sedang dalam puncak produksi.
Egg Drop Syndrome
disebabkan oleh adenovirus, anggota genus Atad-enovirus dan keluarga
Adenoviridae. Virus ini juga telah dikenal sebagai adenovirus 1 (DAdV-1)
sindrom penurunan telur (EDS) virus, telur-drop-sindrom-76 (EDS-76) virus dan
127 adenovirus.
Gejala EDS pertama ditandai oleh hilangnya warna
kerabang telur pada ayam yang telurnya berwarna, kemudian secara cepat diikuti
oleh keluarnya telur dengan kerabang lunak atau tanpa kerabang. Telur tanpa
kerabang tidak mudah untuk ditemukan karena ayam cenderung untuk memakannya.
Terjadi penurunan produksi yang bervariasi antara 0-40%. Adakalanya terjadi
diare.
Pengobatan yang efektif tidak ada. Pencegahan dapat
dilakukan dengan mengusahakan galur ayam yang bebas dari EDS, dan bila terjadi
infeksi perlu dihindarkan terjadinya pencemaran ke kelompok lain. Ayam yang
terserang EDS dapat dipotong dan dagingnya boleh dikonsumsi. Sisa pemotongan
harus dimusnahkan dengan cara dikubur atau dibakar. Telurnya dapat dikonsumsi
dan diperdagangkan setelah direbus.