Penyakit Kolera Pada Unggas
Jumat, 17 Oktober 2014
Edit
BAB I.
PENDAHULUAN
Penyakit kolera dapat menyerang pada
peternakan ayam petelur. Serangan penyakit ini dapat menurunkan produksi telur.
Disamping itu telur merupakan kebutuhan pangan hewani yang semakin meningkat di
dalam negeri seiring dengan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein
hewani. Pemenuhan kebutuhan pangan hewani tersebut diperlukan keseimbangan akan
efisiensi manajemen produksi telur ayam, salah satunya adalah
manajemen kesehatan ayam petelur.
Penyakit kolera unggas (Fowl cholera) tergolong penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida
dan bakteri ini dapat
menyerang ayam, kalkun, itik, entok. Penyakit ini
lebih sering menyerang ayam umur dewasa dibandingkan dengan ayam muda. Penyakit ini sangat erat
hubungannya dengan berbagai faktor pemicu stress
seperti fluktuasi cuaca, kelembaban, pindah kandang, dan transportasi.
Pengendalian dan pengobatan kolera unggas
di Indonesia masih mengandalkan pada pemakaian obat-obatan antibiotika.
Penanggulangan kolera unggas dengan antibiotika dapat meningkatkan resistensi
kuman dan menimbulkan masalah residu pada produk ternak. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit fowl cholera
antara lain :
1. Menurunnya produksi
telur,
2. Morbiditas dan
mortalitas meningkat,
3. Peningkatan biaya
pengobatan,
4. Peningkatan FCR.
Diagnosa yang cepat dan tepat oleh para praktisi
lapangan sangat diperlukan sekali untuk menghindari kerugian
yang lebih banyak lagi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kolera unggas (fowl cholera)
adalah penyakit menular pada unggas dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Penyakit kolera (fowl cholera) disebabkan oleh
bakteri Pasteurella multocida yang merupakan bakteri gram negatif (-),
berbentuk ovoid, tidak membentuk spora. Penularan
penyakit terjadi secara horizontal dimana ayam sehat tertular dengan ayam sakit
melalui peralatan kandang, kotoran hewan maupun oleh pekerjanya sendiri. Penyakit kolera unggas memiliki dua bentuk yaitu akut dan kronik. Bentuk akut ditandai dengan hemoragik-septisemia, disertai
angka kematian tinggi, sementara
yang kronik sering terlihat adanya gangguan pernafasan, torsikolis, radang
sendi, pembengkakan kelopak mata, sinus dan pial. Secara pathologi-anatomi
perubahannya terbatas pada saluran pernafasan, termasuk kantong udara dan sinus (Akoso,
1993).
Normalnya bakteri ini ada dalam
saluran pernafasan dan pencernaan, namun bila dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun bakteri ini akan menjadi pathogen. Pasteurella
multocida bukanlah bakteri yang normal
ditemukan di peternakan ayam tetapi bakteri ini merupakan bakteri yang umum
ditemukan pada rongga mulut pada berbagai hewan seperti tikus, mencit, anjing
dan kucing. Kucing dan tikus diduga sebagai hewan utama yang membawa bakteri
ini ke peternakan unggas (Rimler
and Glisson, 1997).
Pasteurella
multocida pertama diidentifikasi oleh Pasteur,
ketika itu beliau bersama rekan-rekannya sedang menyelidiki suatu epidemik
penyakit pada ayam dan berhasil mengisolasi bakteri yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan Pasteurella. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa
gejala klinis yang terlihat pada ayam tersebut sangat menyerupai gejala-gejala
kolera pada manusia, dengan demikian mereka menyebutnya sebagai kolera ayam
atau fowl cholera (Eli, 1985).
Menurut Christensen dan Bisgaard (2000), tikus, insekta (terutama lalat) dan burung liar juga berperan
dalam penyebarannya. Penyakit kolera
unggas (fowl cholera) juga dapat ditularkan melalui udara, pakan, air
minum, dan bangkai ayam yang tercemar (Biberstein dan Chung Zee, 1990). Kolera unggas terdiri dari dua jenis yaitu akut dan kronis.
Kolera unggas akut ditandai oleh adanya kematian mendadak dan mortalitas
tinggi. Kolera unggas kronis ditandai oleh adanya gangguan pernafasan dan
syaraf, radang persendian, serta pembengkakan dan warna kebiruan (cyanosis)
pada balung (jawer) dan pial (Syamsudin, 1980). Pencegahan penyakit kolera
unggas dapat dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan sanitasi yang baik dan
mengadakan vaksinasi pada ayam petelur umur 2-3 bulan. Pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan obat sediaan sulfa dan antibiotika seperti
sulfadimetoksin, sulfametazin, tetrasiklin, eritromisin, streptomisin, dan
novobiosin (Hofstad et al., 1984).
Penularan penyakit kolera dari manusia ke
ayam broiler yaitu manusia
dapat terinfeksi oleh Pasteurella multocida ataupun merupakan sumber
infeksi bagi unggas melalui leleran dari hidung ataupun mulut. Bakteri ini
biasanya masuk kedalam jaringan melalui membrana mukosa laring atau saluran
pernafasan bagian atas, tetapi dapat juga masuk melalui konjungtiva ataupun
luka pada permukaan jaringan. Pengobatan
dapat dilakukan dengan berbagai antibakteri atau antibiotik dengan hasil yang
berbeda, karena Pasteurella multocida
mempunyai banyak serotipe yang mungkin mempunyai reaksi yang berbeda
terhadap berbagai agen kemoterapeutik jenis sulfa, antibiotik, ataupun kelompok
flumekuin dan kuinolon mempunyai efektifitas berbeda terhadap pengobatan kolera
unggas (Tabbu, 2000).
Pemberantasan vektor pembawa
penyakit seperti tikus dan lalat dengan menggunakan insektisida merupakan salah satu pencegahan yang dilakukan.
Melakukan
kontrol yang teratur dan terprogram terhadap rodentia yang berkeliaran di
kandang. Berdasarkan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa vektor tersebut
merupakan sumber penularan yang cukup tinggi. Bakteri P. multocida yang umum ditemukan pada rongga mulut pada
berbagai hewan seperti tikus, mencit, anjing dan kucing. Kucing dan tikus
diduga sebagai hewan utama yang membawa bakteri ini ke peternakan unggas
(Glisson, 2002).
BAB III. PEMBAHASAN
A. Kolera (fowl cholera)
Kolera
unggas (fowl cholera) adalah penyakit menular pada unggas dengan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi (Akoso, 1993). Penyakit kolera (fowl
cholera)
disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida yang merupakan bakteri
gram negatif (-), berbentuk ovoid, tidak membentuk spora, menunjukkan struktur
bipoler serta kadang-kadang membentuk kapsul yang mengelilingi organisme
tersebut. Kemampuan Pasteurella multocida sangat tergantung pada kapsul
yang megelilingi organisme tersebut. Apabila
kapsul itu hilang maka kemampuan virulensinya juga akan menurun.
Normalnya bakteri ini ada dalam
saluran pernafasan dan pencernaan, namun bila dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun bakteri ini akan menjadi pathogen. Pasteurella
multocida bukanlah bakteri yang normal
ditemukan di peternakan ayam tetapi bakteri ini merupakan bakteri yang umum
ditemukan pada rongga mulut pada berbagai hewan seperti tikus, mencit, anjing
dan kucing. Kucing dan tikus diduga sebagai hewan utama yang membawa bakteri
ini ke peternakan unggas (Rimler
and Glisson, 1997).
Pasteurella
multocida pertama diidentifikasi oleh Pasteur,
ketika itu beliau bersama rekan-rekannya sedang menyelidiki suatu epidemik
penyakit pada ayam dan berhasil mengisolasi bakteri yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan Pasteurella. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa
gejala klinis yang terlihat pada ayam tersebut sangat menyerupai gejala-gejala
kolera pada manusia, dengan demikian mereka menyebutnya sebagai kolera ayam
atau fowl cholera (Eli, 1985).
B. Cara Penularan Penyakit
Penularan penyakit terjadi secara
horizontal dimana ayam sehat tertular dengan ayam sakit melalui peralatan
kandang, kotoran hewan maupun oleh pekerjanya sendiri. Menurut Christensen dan
Bisgaard (2000), tikus, insekta (terutama lalat)
dan burung liar juga berperan dalam penyebarannya. Penyakit kolera unggas (fowl cholera) juga dapat ditularkan
melalui udara, pakan, air minum, dan bangkai ayam yang tercemar (Biberstein dan
Chung Zee, 1990). Bakteri menginfeksi ke dalam jaringan tubuh
melalui saluran pernapasan dan melalui konjungtiva ataupun luka pada permukaan
jaringan.
Awal mula kuman P. multocida masuk
kedalam kandang ternak ayam sulit dideteksi. Tetapi apabila sudah berada di
dalam salah satu kelompok/flock
maka penyebaran lewat ayam yang terinfeksi sangat mudah terjadi. Rute penularan
infeksi kolera unggas dapat terjadi melalui ingesti kuman dari air atau makanan
yang tercemar, inhalasi udara yang tercemar dan penularan langsung dari ayam ke
ayam lainnya. Lingkungan sekitar dapat tercemar kuman P. multocida dari
peralatan dan ayam-ayam yang mati pada infeksi sebelumnya. Selama ini, penyebab
utama infeksi pada satu kandang/flock berasal dari infeksi sebelumnya (kronis).
Selain itu pekerja kandang juga sumber penyebaran, baik melalui ludah dan ingus
yang sembarangan di sekitar kandang. Peralatan dan pakan yang tercemar dapat
menjadi sumber penularan apabila tidak dilakukan desinfeksi dan cara
penyimpanan yang baik. Secara ringkas, pada saat kuman P. multocida
berhasil masuk kedalam flock maka infeksi akan segara terjadi dengan
konsentrasi kuman di saluran pernafasan atas, mulai dari rongga mulut (paruh),
trakea dan sekitar mata.
Penularan penyakit kolera dari manusia ke ayam broiler yaitu manusia dapat terinfeksi oleh Pasteurella
multocida ataupun merupakan sumber infeksi bagi unggas melalui leleran dari
hidung ataupun mulut. Bakteri ini biasanya masuk kedalam jaringan melalui
membrana mukosa laring atau saluran pernafasan bagian atas, tetapi dapat juga
masuk melalui konjungtiva ataupun luka pada permukaan jaringan (Tabbu, 2000).
C. Masa Inkubasi dan Tanda – Tanda Penyakit Kolera
Penyakit kolera unggas memiliki dua bentuk yaitu akut dan kronik. Bentuk akut ditandai dengan hemoragik-septisemia, disertai
angka kematian tinggi, sementara
yang kronik sering terlihat adanya gangguan pernafasan, torsikolis, radang
sendi, pembengkakan kelopak mata, sinus dan pial. Secara pathologi-anatomi
perubahannya terbatas pada saluran pernafasan, termasuk kantong udara dan sinus
(Akoso, 1993).
Setelah terjadi invasi bibit
penyakit ke dalam tubuh, maka ayam akan mengalami bacterimia (bakteri
sudah beredar ke seluruh pembuluh darah) tahap awal. Masa inkubasi (waktu mulai
masuknya bibit penyakit hingga menimbulkan gejala klinis) berlangsung selama
4-9 hari dan umumnya menyerang ayam berumur 3 bulan ke atas. Tanda - tanda bacterimia biasanya ditandai dengan :
1. Penurunan nafsu makan
Penurunan nafsu makan pada
awalnya ditandai dengan mundurnya waktu habis pakan yang berlanjut dengan
menurunnya jumlah konsumsi pakan pada ayam. Apabila ayam menunjukkan penurunan
nafsu makan maka peternak harus curiga terhadap indikasi penyakit tertentu atau memang hanya dikarenakan stres.
2. Ayam tampak lesu dan mengantuk
Dengan adanya penurunan nafsu
makan dan minum maka akan berdampak pada kondisi tubuh yang lemah.
3. Demam yang ditandai dengan kloaka kering dan peningkatan suhu
badan mencapai 2-3oC.
4. Saat kontrol pada malam hari, terkadang akan terdengar suara
ngorok disertai sedikit getaran karena adanya lendir.
Dua bentuk penyakit kolera
unggas yaitu :
1. Akut
Gejala akut kerap kali
ditemukan pada beberapa jam sebelum terjadi kematian. Gejala yang tampak adalah
penurunan nafsu makan, mengalami
kerontokan bulu, diare yang awalnya encer
kekuningan dan
lama-kelamaan akan berwarna kehijauan disertai mucus (lendir), peningkatan
frekuensi pernapasan, daerah muka, jengger dan pial membesar (Akoso,
1993). Menurut
Syamsudin (1980) menyatakan kolera unggas akut ditandai oleh adanya kematian
mendadak dan mortalitas tinggi.
Kematian dapat berkisar antara
0-20%. Selain itu, kejadian penyakit ini dapat menyebabkan penurunan produksi
telur dan penurunan berat badan. Kerugian yang lain adalah meningkatnya biaya
pengobatan.
Penyakit akut
yang nampak biasanya terkait dengan kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan
perdarahan. Perubahan yang terlihat berupa perdarahan ptechiae pada berbagai organ visceral terutama pada jantung, hati,
paru-paru, lemak jantung maupun lemak abdominal. Selain itu juga sering
ditemukan perdarahan berupa ptechiae
(bintik-bintik) dan echimosa (lebam)
pada mukosa usus. Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat
aktivitas endotoksin. Hati akan terlihat membesar dan berwarna belang. Pada kasus akut, tidak jarang
pula ovarium pada folikel dewasa membubur atau mengalami perdarahan hemorhagi.
Apabila kondisi sudah demikian maka terjadi penurunan produksi.
2. Kronis
Pada bentuk kronis, dimana
penyakit berlangsung lama (berminggu-minggu hingga berbulan-bulan) dengan
virulensi bakteri rendah. Gejala yang nampak sehubungan dengan adanya infeksi
lokal pada pial, sendi kaki, sayap dan basal otak. Gejala yang terlihat
biasanya terjadinya pembengkakkan pada pial, infeksi pada kaki (Akoso, 1993). Menurut Syamsudin (1980) menyatakan kolera unggas
kronis ditandai oleh adanya gangguan pernafasan dan syaraf, radang persendian,
serta pembengkakan dan warna kebiruan (cyanosis) pada balung (jawer) dan
pial.
D. Pencegahan
Prinsip pencegahan penyakit
tersebut adalah :
1. Mengurangi populasi bibit penyakit di sekitar ayam
Cara
mengurangi bibit penyakit yang ada di sekitar ayam maka harus melakukan langkah yang ditempuh yaitu dengan istirahat
kandang, sanitasi dan desinfeksi kandang beserta peralatannya. Istirahat
kandang minimal selama 2 minggu dihitung setelah kandang sudah dalam keadaan
bersih dan didesinfeksi.
Di sinilah tujuan istirahat
kandang yang sebenarnya sehingga bibit penyakit dapat ditekan seminimal
mungkin. Selain dengan istirahat kandang, perlu didukung dengan sanitasi dan
desinfeksi secara ketat. Desinfeksi kandang kosong bisa dilakukan dengan
menggunakan Sporades, Formades atau Mediklin. 3 hari sebelum chicks
in, lakukan kembali penyemprotan kandang beserta peralatannya baik tempat
ransum maupun tempat minum dengan menggunakan Medisep.
2. Mencegah kontak antara bibit penyakit dengan ayam
Meskipun populasi bibit
penyakit di lapangan sudah dalam batas minimal, kita tidak boleh lengah
sedikitpun serta tetap harus waspada terhadap penularan penyakit karena sumber
penyakit tersebut dapat datang sewaktu-waktu, kapanpun dan dimanapun tanpa permisi.
Upaya untuk
mendukung langkah tersebut maka perlu dilakukan pencegahan kontak antara bibit
penyakit dengan ayam. Langkah pencegahan tersebut dengan cara :
a. Mengatur lalu lintas karyawan, pekerja, tamu, kendaraan, hewan
piaraan maupun hewan liar yang bisa menjadi sumber penularan.
b. Pemeriksaan sumber-sumber air minum karena tidak menutup
kemungkinan bibit penyakit masuk melalui air minum. Memberikan antiseptik
(Antisep, Neo Antisep atau Medisep) minimal 3x seminggu
terutama jika saluran air menggunakan pipa pralon panjang.
c. Transportasi dan penyimpanan
pakan ransum harus benar.
d. Pemberantasan vektor pembawa penyakit seperti tikus dan lalat
dengan menggunakan insektisida. Melakukan
kontrol yang teratur dan terprogram terhadap rodentia yang berkeliaran di
kandang. Berdasarkan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa vektor tersebut
merupakan sumber penularan yang cukup tinggi. Bakteri P. multocida yang umum ditemukan pada rongga mulut pada
berbagai hewan seperti tikus, mencit, anjing dan kucing. Kucing dan tikus
diduga sebagai hewan utama yang membawa bakteri ini ke peternakan unggas
(Glisson, 2002).
3. Meningkatkan daya tahan tubuh ayam
Ketahanan tubuh ayam paling
utama ditentukan oleh faktor ransum yang didukung dengan kondisi lingkungannya.
Melakukan
monitoring terhadap konsumsi ransum maka secara tidak langsung hal tersebut
merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan ketahanan tubuh ayam. Daya tahan
tubuh ayam akan menjadi lebih baik pada lingkungan dengan kadar amonia rendah,
tidak berdebu, cukup oksigen, temperatur dan kelembaban sesuai serta tidak over
crowded (kepadatan berlebih), maka
yang harus diperhatikan adalah suhu dan kelembabannya, ventilasi kandang serta
kualitas litter atau sekam.
Usaha untuk
meningkatkan daya tahan tubuh maka dapat dilakukan pemberian multivitamin
berupa Fortevit maupun Vitastress
yang dapat diberikan melalui air minum. Selain meningkatkan daya tahan tubuh,
vitamin juga berfungsi dalam membantu pertumbuhan dan mengatasi stress, mencegah penyakit akibat
kekurangan vitamin serta mampu memperbaiki efisiensi ransum.
1. Apabila menggunakan kandang litter
sebaiknya litter tetap kering.
2. Mengganti
air minum setiap hari.
3. Mencuci
tempat pakan dan tempat minum minimal 2 kali sehari.
Percobaan untuk pengendalian
terhadap kolera ayam dengan cara vaksinasi dimulai oleh Pasteur yang
menggunakan biakan yang diatenuasi. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa
untuk mendapatkan derajat perlindungan yang maksimum adalah penting menggunakan
galur/strain yang berkapsul yang antigennya berhubungan dengan serotipe
penyebab penyakit (Eli,
1985). Pencegahan penyakit ini juga
dapat dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan sanitasi yang baik dan
mengadakan vaksinasi pada ayam petelur umur 2-3 bulan (Hofstad et al., 1984).
Program
Vaksinasi
Sebelum pelaksanaan vaksinasi,
perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan progr am
vaksinasi antara lain :
1. Vaksin harus dirawat dan disimpan dalam keadaan sehat dan tidak dalam kondisi stress.
2. Ayam
yang akan divaksin harus dalam keadaan sehat dan tidak dalam kondisi stress.
3. Keadaan
nutrisi ayam cukup baik.
4. Keadaan
sanitasi kandang dan lingkungan baik.
5. Pelaksanaan
vaksinasi dalam waktu dan umur yang tepat.
6. Peralatan
untuk vaksinasi dalam keadaan baik dan steril.
Vaksinasi terhadap kolera
unggas dilakukan pada ayam umur 6-8 minggu dan diulang sewaktu umur 8-10
minggu. Vaksinasi tidak disarankan untuk dilakukan kecuali bila jelas diketahui
terjadi kasus penyakit ini. Antibotika dapat dipergunakan untuk pengobatan
adalah stertomisin, klorafenikol dan teramisin. Dapat pula
menggunakan preparat sulfa dalam air minum atau pakan (Akoso, 1993).
Vaksinasi terhadap kolera ayam dengan
vaksin inaktif ataupun aktif kadang kadang dilakukan di peternakan dengan kasus
kolera yang sulit diatasi dengan praktek manajemen ketat ataupun pada daerah
dengan kejadian kolera yang bersifat endemik. Vaksin kolera biasanya diberikan
sekitar umur 13 minggu. Hasil vaksin pada kolera biasanya belum memberikan hasil
yang memuaskan sehingga tindakan tersebut harus selalu didukung oleh praktek
manajemen yang ketat (Tabbu, 2000).
E. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan dengan berbagai
antibakteri atau antibiotik dengan hasil yang berbeda, karena Pasteurella multocida mempunyai banyak serotipe
yang mungkin mempunyai reaksi yang berbeda terhadap berbagai agen
kemoterapeutik jenis sulfa, antibiotik, ataupun kelompok flumekuin dan kuinolon
mempunyai efektifitas berbeda terhadap pengobatan kolera unggas (Tabbu, 2000).
Antibiotika yang dapat dipergunakan untuk
pengobatan adalah streptomisin, kloramfenikol dan teramisin. Dapat pula
menggunakan preparat sulfa dalam air minum atau pakan (Akoso, 1993). Menurut Hofstad et al., (1984) menyatakan Pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan obat sediaan sulfa dan antibiotika seperti
sulfadimetoksin, sulfametazin, tetrasiklin, eritromisin, streptomisin, dan
novobiosin.
Pengobatan pada ayam terserang
kolera diantaranya :
1. Preparat sulfa :
a. Sulfaquinoxalin 0.05% dalam air minum.
b. Sulfametasin dan sodium sulfametasin 0.5-1.0% dalam makanan atau
0.1% dalam air minum.
c. Sulfamerasin 0.5% dalam makanan atau 0.2% dalam air minum. Pemberian per oral dengan dosis
120mg/kg bb.
2. Antibiotika
a. Stretomycin dapat mencegah kematian bila diberikan pada awal
infeksi.
b. Chloramphenicol.
c. Teramisin 25mg/kg bb.
BAB III.
PENUTUP
Kolera unggas (fowl
cholera)
disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida yang secara normal bakteri
ini ada dalam saluran pernafasan dan pencernaan. Kejadian Fowl cholera banyak
ditemukan di Indonesia. Penyakit kolera unggas ada dua bentuk,
yaitu akut dan kronik. Penyakit kolera unggas dapat menyerang
ayam, kalkun, itik, entok.
Gejala fowl cholera yaitu penurunan nafsu makan, ayam tampak lesu dan mengantuk, demam yang ditandai dengan kloaka kering dan peningkatan
suhu badan mencapai 2-3oC, terkadang akan terdengar suara ngorok
disertai sedikit getaran karena adanya lendir yang dapat menurunkan produksi
telur. Penularan penyakit ini terjadi secara horizontal dimana ayam
sehat tertular dengan ayam sakit melalui peralatan kandang, kotoran hewan
maupun oleh pekerjanya sendiri. Oleh karena itu perlu
dilakukan tindakan pencegahan dan
pengobatan pada ternak yang terserang penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas Cetakan I.
Kanisius. Yogyakarta.
Biberstein, E. L. and Yuan Chung Zee,.
1990. Review of Veterinary Microbiology. Blackwell Scientific
Publications, Inc. Boston. USA.
Christensen, J. P. and M. Bisgaard. 2000. Fowl
Cholera. Rev. Sci. Tech. 19: 626 – 637.
Eli, N.B. 1985. Skripsi: Kemungkinan Pasteurella multocida
Sebagai Zoonosis. IPB. Bogor.
Glisson, J.R. 2002. Fowl cholera in
commercial poultry. Avian insight. 1: 1 – 4.
Hofstad, M. S., B. W. Calneck, F. F.
Helmbolt, W. M. Reid, and H. W. Yoder, Jr. 1984. Diseases of Poultry. 8th
Edition. The Lowa State University Press. Ames, Lowa, USA.
Rimler, R.B. and J.R. Glisson. 1997. Fowl cholera. In: Diseases
of Poultry. 10th Ed. Calnek, B.W., H.J. Barnes, C.W. Beard, L.R. Mcdougald
and Y.M. Saif (Ed.). Iowa State University press, Ames, Iowa. pp. 143 – 161.
Syamsudin, A. 1980. Vaksin Kolera
Unggas Otogenous (VKUO) clan penggunaannya . Bull. LPPH, 12(20) :101-105.
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam
dan Penanggulangannya Volume I. Kanisius. Yogyakarta.