Peran Pemerintah Terhadap Cacing Hati (Fasciola Hepatica) Pada Ternak
Kamis, 02 Oktober 2014
Edit
Gangguan penyakit pada
ternak merupakan salah satu hambatan yang dihadapi
dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara simultan disertai penyediaan pakan
yang memadai dan pengendalian penyakit yang efektif.
Diantara sekian banyak penyakit hewan di Indonesia,
penyakit parasit masih kurang me ndapat perhatian dari para peternak. Penyakit parasitik biasanya tidak mengakibatkan kematian hewan
ternak, namun menyebabkan kerugian berupa
penurunan kondisi badan dan daya produktivitas hewan sangat besar. Di antara penyakit parasit yang sangat
merugikan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing
hati Fasciola spp, yang dikenal dengan nama distomatosis, fascioliasis atau fasciolosis.
Fasciolosis adalah merupakan
salah satu penyakit parasiter yang disebabkan oleh
infeksi cacing hati (Fasciola spp.). Penyakit ini
biasanya menyerang ternak ruminansia, pada
daerah tropis disebabkan oleh infeksi F.
gigantica, sedangkan di daerah
subtropis disebabkan oleh infeksi F. hepatica.
Prevalensi fasciolosis di Indonesia antara
60-90%, sedangkan kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh penyakit ini diperkirakan sekitar 153,6 milyar
rupiah setiap tahunnya. Kerugian ekonomi tersebut berupa kerusakan hati,
kekurusan dan penurunan tenaga kerja pada sapi
yang terinfeksi.
Diagnosis penyakit ini
didasarkan atas penemuan telur cacing Fasciola
di dalam feses hewan yang terinfeksi.
Pemeriksaan jumlah telur yang relatif
sedikit pada feses merupakan kesulitan yang
besar dalam mendiagnosa penyakit tersebut. Diagnosis awal dengan menemukan telur dalam feses adalah tidak mungkin karena telur Fasciola spp. Tidak akan ditemukan dalam feses sampai cacing hati mencapai dewasa antara 10–14 minggu setelah infeksi.
II.
PEMBAHASAN
A.
Spesifikasi Cacing Hati
Cacing
Fasciola sp. ini diklasifikasikan ke dalam Plathyhelminthes, kelas Trematoda, ordo Digenea, famili
Fasciolidae, genus Fasciola, spesies Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica
(Soulsby 1986)
Cacing hati
(Fasciola sp.) merupakan salah satu cacing parasit yang umumnya menyerang
ternak ruminansia seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau. Fasciola juga
berparasit pada hewan lain seperti babi, anjing, rusa, zebra, kelinci, marmot,
kuda bahkan dapat menyerang manusia.
Di Indonesia
cacing hati yang selalu terdeteksi adalah yang berspesies Fasciola gigantica,
sedangkan Fasciola hepatica umumnya dapat ditemukan dari ternak-ternak yang
diimpor ke Indonesia (Kusumamihardja, 1992). Kedua cacing ini secara morfologi
mempunyai banyak kesamaan. Perbedaan diantara keduanya terletak pada daya tahan
hidup terhadap lingkungan dan inang perantara (Lymnea sp.).
B.
Siklus Hidup Cacing Hati
Siklus hidup
Fasciola sp. bersifat tidak langsung dan memerlukan siput air tawar sebagai
inang antara. Inang antara yang berperan dalam siklus hidup Fasciola gigantica
di Indonesia adalah Lymnaea rubiginosa, sedangkan Fasciola hepatica inang
antaranya Lymnaea truncatula. Karena di Indonesia tidak ditemukan siput yang
cocok sebagai inang antara Fasciola hepatica maka tidak ditemukan trematoda
ini, kecuali pada sapi impor.
Cacing
dewasa hidup dalam hati, dan saluran empedu inang definitif. Telur yang
dihasilkan cacing dewasa masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar
bersama tinja inang. Terdapat tiga faktor kritis yang mendukung penetasan telur
Fasciola sp., yaitu terpisahnya telur dari feses, suhu yang cukup untuk
perkembangan, dan keseluruhan periode deposisi telur dalam feses untuk menetas
menjadi mirasidium (Malek, 1980).
C.
Kasus Cacing Hati di Indonesia
Kasus cacing hati banyak terjadi di Indonesia,
menjelang hari raya qurban kasus ini masih marak ditemukan. Di daerah Kabupaten
Wonogiri misalnya, Dinas
Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakperla) Wonogiri melakukan pemeriksaan hewan kurban
sekitar 920 ekor sapi, 2.600 ekor kambing, dan 48 ekor domba. Hingga
hari ketiga pemeriksaan hewan kurban, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan
(Disnakperla) Wonogiri telah menemukan 37 sapi yang terinfeksi cacing hati.
Adapun kambing yang terinfeksi penyakit serupa berjumlah sembilan ekor. Jumlah
ternak pengidap cacing hati tersebut diperkirakan jauh lebih banyak dari pada
yang terpantau. Biasanya,
ternak terjangkit cacing hati karena memakan rerumputan yang masih basah di
pagi hari. Sebelum pakan diberikan, rumput seharusnya dikeringkan terlebih
dahulu. Kebersihan kandang juga perlu dijaga.
Selain di Wonogiri, kasus cacing hati juga terjadi di
Bandung, cacing hati ditemukan pada hewan kurban jenis sapi yang disembelih
langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Gedung Negara Pakuan
Bandung, Jumat 26 Oktober 2012.
D.
Pelanggaran Kasus Cacing Hati
Hati
yang terinfeksi cacing hati tidak boleh dikonsumsi, harus dibuang atau
dimusnahkan. Pasalnya, telur cacing tersebut masih bisa bertahan dalam suhu
panas. Namun, daging sapi yang hatinya terinfeksi
cacing hati masih aman untuk dikonsumsi.
Sebelum
disembelih seharusnya dilakukan pemerikasaan antemortem atau pemeriksaan fisik hewan
kurban. Setelah disembelih juga dilakukan pemeriksaan lagi yakni post mortem. Dan
temuan cacing hati pada organ hati sapi ini diketahui setelah kita melakukan
pemeriksaan post mortem.
Pelanggaran yang sering terjadi di masyarakat yaitu
mereka masih mengkonsumsi hati yang telah terinfeksi, padahal pemerintah
sendiri sudah menganjurkan untuk tidak mngonsumsi hati tersebut. Namun,
pemerintah sendiri tidak mempunyai wewenang untuk menyita organ yang telah
terinfeksi.
E.
Ciri – ciri hati sapi yang terkena cacing
hati
Hati sapi yang terkena cacing hati memiliki ciri antara lain sebagai
berikut :
1. Hati sapi berwarna pucat (merah muda atau
cokelat terang), dipenuhi urat berwarna putih yang cukup tebal dan terdapat
lubang kecil tempat bersarangnya cacing.
2. Biasanya dari luar kurang tampak namun saat
dipotong akan terlihat lubang-lubang dan cacing hidup biasanya masih ada
didalamnya. Daging sapi yang sehat berwarna lebih segar dan teksurnya lebih
halus.
3. Meskipun cacingnya dapat mati jika
dipanaskan dalam suhu tinggi sekitar 70°C, disarankan hati sapi yang mengandung
cacing agar tidak dikonsumsi dan lebih baik dimusnahkan saja.
4. Efek mengonsumsi hati sapi yang mengandung
pada kesehatan manusia, dalam jangka pendek bisa mengakibatkan perut mulas,
mual atau muntah. Sementara dalam jangka panjang bisa berakibat serius karena
akan menggerogoti tubuh.
F.
Peran Pemerintah
Peran pemerintah dalam menangani kasus cacing hati
antara lain sebagai berikut :
1. Melakukan pemeriksaan ante mortem dan post
mortem saat pemotongan berlangsung.
2. Melakukan operasi mendadak di pasaran
3. Melarang menjual dan mengonsumsi hati sapi
yang terkena cacing hati
4. Menyusun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
III.
KESIMPULAN
1. Fasciolosis adalah merupakan salah satu penyakit parasiter yang disebabkan oleh infeksi cacing hati (Fasciola spp.). Penyakit ini biasanya menyerang ternak ruminansia, pada daerah tropis disebabkan oleh infeksi F. gigantica,
sedangkan di daerah subtropis disebabkan oleh
infeksi F. hepatica.
2. Hati
yang terinfeksi cacing hati tidak boleh dikonsumsi, harus dibuang atau
dimusnahkan. Pasalnya, telur cacing tersebut masih bisa bertahan dalam suhu
panas. Namun, daging sapi yang hatinya terinfeksi
cacing hati masih aman untuk dikonsumsi.
3. Sebelum disembelih seharusnya dilakukan
pemerikasaan antemortem atau pemeriksaan fisik hewan kurban. Setelah disembelih
juga dilakukan pemeriksaan lagi yakni post mortem. Dan
temuan cacing hati pada organ hati sapi ini diketahui setelah kita melakukan
pemeriksaan post mortem.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2012. Sapi Terinfeksi Cacing
Hati Bertambah. http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/10/28/133983/Sapi-Terinfeksi-Cacing-Hati-Bertambah- diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB.
b. 2012. Temuan Cacing Hati Hewan Kurban di Wonogiri Bertambah. http://www.solopos.com/2012/10/27/temuan-cacing-hati-hewan-kurban-di-wonogiri-bertambah-342482 diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB.
c. Cacing Hati Ditemukan pada Hewan Kurban Gubernur. http://www.antaranews.com/berita/340686/cacing-hati-ditemukan-pada-hewan-kurban-gubernur diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB.
Kusumadiharja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada
Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor : Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB.
Malek EA. 1980. Snail-Transmitted Parasitic Disease.
Vol. II. Florida : CRC Press.
Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthopods and
Protozoa of Domesticated Animal. Ed ke-7. London. Baillere Tindall.