SISTEM REPRODUKSI BURUNG PUYUH
Senin, 20 Oktober 2014
Edit
PENDAHULUAN
Burung Puyuh (Cortunix
sp.) atau
yang dikenal dengan Gemak pada mulanya kurang mendapat perhatian dari peternak.
Sebab selain tubuhnya kecil, telurnya kecil, serta bentuk dan bulunya tidak
begitu menarik. Namun, anggapan itu berubah setelah pemerintah memperhatikan
dan menunjang peternak ayam, serta adanya ahli peternakan yang mengadakan
penelitian terhadap puyuh. Dari hasil penelitian didapatkan hasil-hasil yang
positif, antara lain telur puyuh kaya akan protein bahkan lebih tinggi dari
telur ayam dan itik. Daging dari burung puyuh memiliki rasa yang gurih dan tak
kalah enaknya bila dibandingkan dengan unggas-unggas lainya. Kotoran burung
puyuh dimanfaatkan untuk dibuat pupuk yang baik untuk tanaman sayuran.
Bermula dari sinilah
orang mulai memperhatikan dan mulai berternak burung puyuh ini. Apalagi setelah
mengetahui dari para ahli yang mengatakan bahwa kekuatan puyuh bertelur ini
sama dengan kekuatan ayam. Hingga seekor puyuh akan dapat menghasilkan telur
antara 250-300 butir dalam setahun.
Puyuh membutuhkan
protein pakan lebih tinggi (24%) dibanding unggas lain, sedangkan ME sebesar
2800 kkal/kg (Anggorodi, 1995; Utami dan Riyanto, 2002). Harga pakan yang
fluktuatif mengharuskan peternak untuk menekan biaya pakan, karena biaya
terbesar dari usaha ternak puyuh berasal dari pakan. Satu di antara cara untuk
menekan biaya pakan adalah dengan program pembatasan pakan melalui pemuasaan di
awal pertumbuhan. Program pembatasan pemberian pakan melalui metode pemuasaan
telah banyak diterapkan pada industri ayam broiler maupuo petelur, namun belum
banyak dicobakan pada usaha ternak puyuh. Pada pembatasan pakan, waktu yang
tersedia untuk mengkonsumsi pakan sangat terbatas, sehingga ayam akan berusaha
makan secara cepat untuk menghadapi saat puasa sekaligus memenuhi kebutuhan
pokoknya (Nitsan
et al., 1984;
Pinchasov et al., 1992).
Hal ini yang menarik
perhatian dari para peternak adalah kekuatan puyuh yang dikatakan lebih kuat
dari ayam dalam hal daya tahannya terhadap penyakit, dan juga lebih mudah
pemeliharaannya bila
dibandingkan dengan ayam. Resiko matinya jauh lebih sedikit jika dibandingkan
dengan ayam. Dengan demikian maka berarti kalau beternak puyuh ini, keuntungannya
sudah dapat dipastikan, sebab
sakit ataupun mati lebih kecil bila dibandingkan dengan ternak ayam. Demikian
juga modal yang diperlukan untuk beternak puyuh tak sebesar apa bila kita
inginkan beternak ayam.
Adapun jenis-jenis puyuh di indonesia adalah:
1.
Arborophila
Javanica/puyuh gonggong
Ciri-cirinya meliputi badannya bulat dan panjangnya hanya
kurang lebih 25 cm. Paruhnya berwarna hitam, kepalanya merah gelap, kakinya
berwarna merah muda, badannya berwarna kelabu dan agak lurik kecoklat-coklatan.
Ekornya melengkunng ke bawah, telurnya hanya 2-3 butir. Kemudian suaranya
seperti gong kecil.
2.
Rollulus
Roulroul/puyuh mahkota
Ciri-cirinya meliputi puyuh yang untuk jenis ini
mempunyai bulu yang berwarna hijau, sedangkan punggungnya agak kebiru-biruan.
Kemudian bulu sayapnya berwarna coklat gelap dan dikepalanya terdapat bulu yang
berbentuk kipas. Kemudian kalau betinanya berwarna bulu coklat muda. Di atas
kepalanya tidak mempunyai bulu yang berbentuk kipas.
3.
Coturnix
Chinensis/puyuh batu
Ciri-cirinya meliputi panjang badannya hanya kurang lebih
15 cm. Yang jantan pada perutnya berwarnna coklat, kemudian pada punggungnya
terdapat warna campuran anatara abu-abu, coklat, dan garis-garis hitam. Lalu
kalau yang betina mempunyai tanda-tanda warna coklat muda dengan garis-garis
blorok kehitam-hitaman, telurnya sekitar 4-6 butir.
PEMBAHASAN
A.
Penetasan
Pada umumnya burung puyuh mempunyai sifat kanibal sehingga
tidak mengerami telurnya sendiri, melainkan ditetaskan menggunakkan mesin
penetas sederhana. Telur puyuh yang akan ditetaskan adalah telur puyuh yang
normal baik bentuk maupun penampilannya. Telur puyuh yang baik kulitnya kuat
dan ukurannya normal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Dari segi
penampilan, telur puyuh yang baik adalah yang mempunyai corak atau tidak putih
dan bersih tidak terdapat kotoran.
Menurut
Prof. Dr. Soedomo, penetasan berlangsung
selama 16-18 hari. Namun pada umumnya peternak menetaskan selama 17 hari dengan
suhu sebesar 40 oC. Selama proses penetasan, telur dibalik dengan
menggunakan tangan. Perlakuan ini dilakukan tiga kali sehari yakni pagi hari,
siang hari dan sore hari. Apabila proses pembalikkan telur tidak teratur, panas
pada telur yang bersumber dari lampu tidak merata sehingga akan diperoleh hasil
penetasan yang tidak banyak.
B.
Pembibitan
Burung puyuh sudah dapat diketahui jenis kalaminnya
setelah berumur 21 hari. Untuk membedakan jenis kelamin burung puyuh jantan dan
betina para peternak bisa melihat warna bulu pada bagian bawah paruh hingga
dada. Bila burung puyuh jantan bagian bawah paruh hingga dada berwarna coklat
keruh, sedangkan pada betina berwarna putih bersih. Berdasarkan Wahjuning Dyah
terdapat tanda-tanda perbedaan mana puyuh betina dan jantan. Berikut
tanda-tanda perbedaanya:
Terdapat
dua jenis pembibitan yang dilakukan oleh peternak burung puyuh, yaitu
pembibitan untuk produksi telur konsumsi dan pembibitan untuk memperoleh
indukan.
Pembibitan
untuk memperoleh indukan menggunakan 2 jenis burung puyuh. Jenis yang pertama
menggunakan burung puyuh jantan hitam dikawinkan dengan burung puyuh betina
hitam. Jenis yang kedua menggunakan burung puyuh jantan coklat dikawinkan
dengan burung puyuh betina coklat.
Pembibitan
setiap jenis menggunakan prinsip yang sama. Tingkatan pertama disebut GGPS
(Grade Grand Parent Stock). GGPS dikawinkan dan muncul anakan yang disebut GPS (Grand
Parent Stock). GPS betina dikawinkan dengan GGPS jantan dan GPS jantan
dikawinkan dengan GGPS betina kemudian akan muncul anakan yang disebut PS
(Parent Stock). PS jantan dan PS betina dikawinkan dan menghasilkan FS (Final
Stock). Anakan FS jenis hitam diambil yang betina dan anakan FS jenis coklat
diambil yang jantan kemudian keduanya dikawinkan. Hasil dari perkawinan
tersebut digunakan untuk pembibitan untuk produksi telur konsumsi.
Pembibitan
untuk produksi telur konsumsi menggunakan burung puyuh betina yang berbulu
coklat. Burung puyuh jenis ini diperoleh dari hasil persilangan antara burung
puyuh betina hitam dan burung puyuh jantan coklat yang menghasilkan anakan
burung puyuh jantan hitam dan burung puyuh betina coklat. Burung puyuh jantan
berwarna hitam dianggap tidak mempunyai manfaat dalam proses pembibitan. Dalam
proses pertumbuhannya membutuhkan pakan yang banyak, namun tidak menghasilkan
keuntungan yang sesuai dengan biaya untuk perawatannya. Oleh karena itu setelah
anakan burung puyuh keluar dari mesin tetas, anakan jantan berwarna hitam tidak
dirawat dan biasanya digunakan sebagai pakan ikan lele atau bebek.
C.
Sistem
Reproduksi dan Masa Produksi
1.
Sistem
reproduksi
a.
Burung Puyuh Betina
Organ
reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada
ovarium terdapat banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari
infudibulum, magnum, ithmus, kelenjar kerabang telur dan vagina.
1)
Ovarium
Ovarium
terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada
garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur
atau yang disebut yolk. Yolk merupakan tempat disimpannya sel
benih (discus germinalis) yang posisinya pada permukaan dipertahankan
oleh latebra. Yolk dibungkus oleh suatu lapisan membran
folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang berguna untuk menyuplai komponen
penyusun yolk melalui aliran darah
menuju discus germinalis. Bagian yolk juga mempunyai
suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah yang disebut stigma.
Pada bagian stigma inilah akan terjadi perobekan selaput folikel
kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke dalam ostium yang
merupakan mulut dari infundibulum.
2)
Oviduk
Oviduk terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara
ovarium dan uterus. Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik dan
satunya mengalami rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok yang
merupakan bagian dari ductus Muller. Oviduk terdiri dari lima
bagian yaitu: infundibulum atau funnel, magnum, ithmus, uterus
atau shell gland dan vagina.
a)
Infundibulum
Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai
panjang sekitar 9 cm. Infundibulum berbentuk seperti corong atau fimbria dan
menerima telur yang telah diovulasikan. Pada bagian leher infundibulum yang
merupakan bagian kalasiferos juga merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma
juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Penyimpanan ini
terjadi pada saat kopulasi hingga saat fertilisasi. Infundibulum selain tempat
ovulasi juga merupakan tempat terjadinya fertilasi. Setelah fertilasi, ovum
akan mengalami pemasakkan setelah 15 menit di dalam infundibulum, dan dengan
gerak peristaltik ovum yang terdapat pada yolk akan masuk ke
bagian magnum.
b)
Magnum
Magnum
merupakan saluran kelanjutan dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang
dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum tidak dapat terlihat dari
luar. Magnum mempunyai panjang sekitar 33 cm dan tempat disekresikan
albumen telur. Proses perkembangan telur dalam magnum sekitar 3 jam. Albumen
padat yang kaya akan mucin disekresikan oleh sel goblet yang
terletak pada permukaan mukosa magnum dan jumlah albumen yang disekresikan
sekitar 40 sampai 50% total albumen telur.
c)
Ithmus
Setelah
melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara ithmus dan
magnum terdapat garis pemisah yang nampak jelas yang disebut garis penghubung
ithmus-magnum.
d) Uterus
Uterus
merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Di dalam uterus
telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium.
Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan
disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding uterus
dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel. Pembentukan kerabang juga
diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari kerabang
telur adalah putih dan coklat, yang
pewarnaannya tergantung pada genetik setiap individu. Pigmen kerabang (oopirin)
dibawa oleh darah (50 –70%) dan disekresikan saat 5 jam sebelum
peneluran. Pembentukan kerabang berakhir dengan terbentuknya kutikula yang
disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan juga mukus untuk
membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang akan mempermudah perputaran
telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk
sirkulasi air dan udara.
e)
Vagina
Bagian
akhir dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm. Telur masuk ke
bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam
uterus). Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang
berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat
dicegah. Kemudian telur dari vagina keluar melalui kloaka.
b. Burung Puyuh Jantan
Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis (T),
epididimis (Ep), duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka
(Cl), secara lengkap ditunjukkan pada gambar berikut:
1)
Testis
Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal
kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning
terang. Pada unggas testis tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam
skrotum. Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan disebut androgen dan
sel gamet jantan disebut sperma.
2)
Epididimis
Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah
dorsal testis. Berfungsi sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal
menuju ductus deferens.
3)
Duktus deferens
Jumlahnya
sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada puyuh jantan tua
tampak berkelok-kelok. Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada
kloaka sebelah lateral urodeum.
4)
Organ kopulasi
Pada
unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak
pada dinding dorsal kloaka. Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ
kopulasi.
5)
Fertilasi
Fertilisasi
merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda,
yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel yang disebut zygote.
Secara embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel ovum oleh sperma dan
secara genetik merupakan pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum.
2. Pengaruh Hormon Terhadap Peneluran
FSH berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium
sehingga mempunyai ukuran yang tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH
merangsang ovarium untuk mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi
perkembangan pematangan oviduk untuk dapat mensekresikan kalsium, protein,
lemak, vitamin, dan substansi lain dari dalam darah untuk pembentukan komponen
telur. Hasil sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di dalam oviduk
setelah didahului proses ovulasi. Ovum akan berkembang terus sehingga terjadi
pematangan ovum. Proses pematangan ovum disebabkan adanya LH. Setelah ovum
masak maka selaput folikel akan pecah dan ovum jatuh ke dalam mulut
infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini juga disebabkan peranan
LH.
Proses pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung
dengan adanya hormon estrogen, juga terjadi pembentukan granula albumen oleh
stimulasi dari hormon androgen dan progresteron sampai tercapai telur sempurna.
Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars posterior akan
mensekresikan oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition dan
merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses peneluran.
3. Masa
Birahi
Pada umumnya burung puyuh dapat
bertahan hidup selama 2,5-3 tahun. Umur tersebut tergantung dari perawatan
terhadap burung puyuh baik perawatan pakan maupun perawatan dari berbagai
penyakit. Puyuh mancapai dewasa kelamin pada usia 35-40 hari.
Masa birahi burung puyuh baik
jantan maupun betina hampir sama yaitu setelah berumur 40 hari. Setelah 40 hari
burung puyuh siap dikawinkan. Biasanya dalam satu kotak kandang terdapat puyuh
jantan dan betina dengan perbandingan 1:4. Burung puyuh yang telah memenuhi
persyaratan jumlah perbandingan akan menghasilkan telur yang siap ditetaskan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Siklus hidup burung
puyuh dibedakan menjadi 3 tahap yaitu : penetasan, pembibitan, dan produksi.
Dalam tahap penetasan diambil telur yang ukurannya normal, mempunyai corak dan
bebas dari kotoran. Penetasan berlangsung selama 17 hari dengan suhu 400C.
Masa pembibitan dilakukan sejak burung puyuh tersebut menetas. Untuk membedakan
jenis kelamin burung puyuh jantan dan betina para peternak bisa melihat warna
bulu pada bagian bawah paruh hingga dada. Bila burung puyuh jantan bagian bawah
paruh hingga dada berwarna coklat keruh, sedangkan pada betina berwarna putih
bersih. Hal ini dapat dilakukan setelah burung puyuh berumur 21 hari.
Terdapat dua jenis
pembibitan yang dilakukan oleh peternak burung puyuh, yaitu pembibitan untuk
produksi telur konsumsi dan pembibitan untuk memperoleh indukan. Pembibitan
untuk memperoleh indukkan ada 2 jenis yaitu : mengawinkan indukkan hitam dan
indukkan coklat. Pembibitan untuk produksi telur konsumsi dengan cara
mengawinkan anakkan final stock betina hitam dan anakkan final stock jantan
coklat.
Sistem reproduksi
burung puyuh betina terdiri dari ovarium dan oviduck. Sedangkan sistem
reproduksi burung puyuh jantan terdiri dari testis, epididimis, duktus deferns,
organ kopulasi, dan fertilisasi. Proses bertelur dipengaruhi oleh hormone FSH
dan LH. Burung puyuh mulai birahi dan sisp dikawinkan saat
berumur 35 – 40 hari. Dalam perkawinan perbandingan jumlah jantan dan
betina adalah 1:4. Masa hidup burung puyuh normal antara 2,5 – 3 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi,
H.R. 1995. Aneka Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Evitadewi,
Wahjuning dan Muljana, Wahju. Beternak Burung Puyuh dan Pemeliharaan Secara
Modern. C.V Aneka. Semarang.
Nitsan,
Z., I. Ptichi and I. Nir. 1984. The Effect of Meal-Feeding and Food Restriction
on Body composition, Food Utilization and Intestinal Adaptation in
Light Breed Chicks. British Journal of Nutrition 51: 101-109.
Pinchasov,Y.,I.
Nir and Z. Nitsan. 1992. Metabolic and
Anatomical Adaptation of Heavy Bodied Chicks to Intermitten Feeding.
Pancreatic Digestive Enzyme. British Poultry Science 31: 769 -777.
Utami,
M.M. dan I. Riyanto. 2002. Pengaruh Pemberian
Pakan dengan Metode Pemuasaan
terhadap Kinerja Karkas Puyuh. Buletin Peternakan
26 (1): 13-19.