LAPORAN PRAKTIKUM PENETASAN TELUR
Jumat, 28 November 2014
Edit
A. Latar
Belakang
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran
mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan
produk dari produk-produk unggas luar negeri. Produk unggas, yakni daging ayam
dan telur, dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau lebih luas
masyarakat di Indonesia. Pembangunan
industri perunggasan menghadapi tantangan yang cukup berat baik secara global
maupun lokal karena dinamika lingkungan strategis di dalam negeri. Tantangan
global ini mencakup kesiapan daya saing produk perunggasan, utamanya bila
dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan
60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari
impor.
Telur merupakan
makanan yang disediakan unggas untuk pertumbuhan embrionya, dari embrio awal
ssampai terbentuk anak ayam yang siap menetas. Pada perkembangan akhir isi
telur akan semakin habis, yang tersisa hanya sedikit kuning telur yang akan
dimanfaatkan oleh anak ayam selama sekitar 2 hari. Itulah sebabnya telur pada
mamalia berbeda dengan telur pada unggas.
Menetaskan telur
ayam berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur terbuka
atau pecah sehingga anak ayam dapat keluar dan dapat hidup. Penetasan telur
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan
mempergunakan mesin penetas atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur
bertujuan untuk mendorong industri perunggasan dalan penyediaan bibit unggul
dalam jumlah besar.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persiapan
Penetasan
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai
prinsip kerja seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas
diusahakan memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural
dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu
dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang
meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada
alat penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai
dengan kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan
(Nesheim et al., 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan
disucihamakan dahulu. Semua alat dicuci bersih dan disemprot dengan obat
pembasmi hama. Juga bisa digunakan alkohol 70% untuk bahan penyemprot.
Selanjutnya alat dikeringkan dan dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan
Zamrowi, 19943).
Alat pemanas dihidupkan dan diatur jarak
penyetekan antara temperatur 99-102oF dengan cara mengatur jarak
dengan memutar gagang pelatuk pada switch diantara regulator dengan switch.
Setelah temperatur yang diinginkan tercapai (temperatur konstan), dibiarkan
sampai satu jam sambil dikontrol (Soedjarwo, 1999). Begitu juga untuk
kelembaban udara. Bak air diisi dengan air jangan sampai penuh dan dimasukkan
ke dalam alat penetas. Diatur kelembabannya antara 55-60%. Pengaturan dilakukan
dengan menambah atau mengurangi air dalam bak. Untuk lebih mudahnya biasanya
bak diisi air 2/3 bagian dan dibiarkan sampai kelembaban konstan (Nuryati et
al., 1998).
Telur biasanya tidak bisa langsung
dapat dimasukkan ke dalam alat penetasan, mengingat ada periode tertentu untuk
persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu penyimpanan sebelum
penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari, karena
penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan prosentase penetasan
telur tetas (Nesheim et al., 1979).
Kelembaban udara sangat penting mengingat
untuk mempertahankan laju penguapan air di dalam telur. Akibat penguapan udara
ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara dapat dilihat pada higrometer
dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran
gas. Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan
perlu diatur kelembaban pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan
menjadi lebih dari 70% (Shanawany, 1994).
B.
Telur
Telur merupakan salah satu produk
pangan hewani yang lengkap kandungan gizinya. Selain itu telur merupakan bahan
makanan yang mudah dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit telur, 58%
putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan
air, protein, lemak, karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01;
10,5; 0,9; dan 10,9% (Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang
didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan dengan perbandingan
tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-masing
berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas
telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et
al., 1998).
Telur unggas secara umum mempunyai
struktur yang sama. Terdiri dari enam bagian yang penting untuk diketahui,
yaitu kerabang telur (egg shell), selaput kerabang telur (membrane shell),
putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel
benih (germinal disk) (Nesheim et al., 1979).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat
telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau tgerlalu lonjong merupakan
telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi abnormal yang
mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998).
Letak rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris
berada di tengah-tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).
C. Proses
penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di
dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat
dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan (artifisial)
menggunakan mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas, yang
merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan
dari peternakan ayam pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna
et al., 2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas
adalah mengkondisikan telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik
itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam proses penetasan dengan
menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan penetasan secara
alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah
telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan,
dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan
tenaga listrik dilengkapi dengan lampu pijar dan seperangkat alat yang disebut
termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur suhu di dalam ruangan
penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita tentukan,
maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar
menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila
dengan waktu tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat
bekerja kembali untuk menyambung arus dan lampu pijar menyala pula (
Marhiyanto, 2000 ).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak
terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70 %. Cara
lain dengan melihat pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca terdapat
butir-butir air berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca
segera dilap sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
D. Tahap
Akhir Penetasan
Tahap akhir dari penetasan adalah
evaluasi penetasan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi fertilitas, mortalitas dan
daya tetas. Menurut Tri-Yuwanta (1983), fertilitas adalah perbandingan antara
telur fertil dengan telur yang ditetaskan dan dinyatakan dalam persen.
Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan
dinyatakan dalam persen. Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari
sekelompok telur fertil yang dinyatakan dalam persen.
Daya tetas menurut Shanaway (1994),
dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1.
Berat telur
Berat telur yang terlalu besar atau terlalu kecil menyebabkan menurunya
daya tetas. Berat telur yang ditetaskan harus seragam dengan
bangsa dan tipenya.
2.
Penyimpanan telur
Penyimpan paling lama 1 minggu. Penyimpanan diatas 4 hari menyebabkan
Daya tetas menurun sebesar 25 % setiap hari. Untuk telur baru, penyimpanan pada
temperatur 21-230C menyebabkan physiological zero, artinya
embrio dalam kondisi tidak mengalami pertumbuhan. Temperatur
optimum, untuk penyimpanan telur adalah sebesar 16-18 0C dengan RH
75-80%.
3.
Tempeteratur
Temperatur optimuim pada permukaan atas telur 39-39,5 0C.
4.
Kelembaban
Kelembaban yang trepat membantu agar pertumbuhan embrio sempurna dan
normal. Kelembaban yang optimal adalah sebesaqr 65-70%.
5.
Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan kelembaban mengeluarkan CO2
dan suplai O2. kelembaban minimal sebesar 18%.
6.
Posisi dan Pemutaran telur
Berfungsi untuk meratakan panas serta menjaga agar embrio
tidak menempel pada kerabang telur. Setiap pemutaran germinal disc akan
bersentuhan dengan nutrien yang segar. Tanpa pemutaran kekurangan nutien
dan oksigen.
7.
Nutrisi induk
Defisiensi pada induk dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan
menyebabkan kematian embrio.
8.
Kesehatan Induk
Apabila induk tidak sehat maka dapat mengganggu transfer
nutrien ke dalam telur, sehingga embrio kekurangan nutrien. Akibat
selanjutnya dapat menurunkan daya tetas.
9.
Infeksi bakteri/ virus
Infeksi bakteri/virus pada telur dapat menyebabkan kematian
embrio.
E. DOC
(Day Old Chick)
DOC(day old chick), anak yam umur 1 hari sangat
menentukan keberhasilan usaha ternak ayam. Kondisi DOC yang baik
merupakan modal awal yang sangat penting. DOC yang baik ditandai dengan
kriteria sebagai berikut:
- Berat badn memenuhi berat ideal, yaitu 35 g atau sesuai berat badan standar, yaitu tidak kurang dari 32 g. Berat badan DOC berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan ayam.
- Berperilaku gesit, lincah, dan aktif mencari makan. Jika dipegang akan bereaksi, kotoran tidak lengket di dubur.
- Posisi dalam kelompok selalu tersebar.
- Rongga perut elastis, pusar kering tertutup bulu kapas yang halus, lembut dan mengkilap.
- Mata bulat dan cerah (Setiawan, 2010).
Pada 24 jam pertama setelah menetas maka anak ayam
masih dibiarkan di dalam alat penetasan dan tidak diberi makan. Hal ini
disebabkan di dalam tubuh DOC masih ada persediaan makanan pada yolk. Biarkan
cangkang pada tempatnya, karena berguna untuk melatih anak ayam mematuk dan
menimbulkan rangsangan makan, karena terdapat sisa-sisa makanan dalam cangkang
tersebut (Chan dan Zamrowi, 1993).
Setelah semua telur menetas dan berada 24
jam dalam mesin tetas maka anak ayam diambil dan dilakukan seleksi anak ayam.
Selain itu dilakukan aktivitas lain seperti penmotongan paruh, vaksinasi marek
untuk ayam layer, packing (pengemasan DOC) ke dalam box, dan penyimpanan
sementara sampai anak ayam dikirim ke peternakan (Sudaryani dan Santosa, 2000).
MATERI METODE
Praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini dilaksanakan pada tanggal 25
April 2011 sampai tanggal 20 Mei 2011 berlokasi di Laboratorium Ilmu Pengolahan
Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
A.
Materi
1.
Alat
a.
Mesin tetas tipe semi otomatis
b.
Semprotan (sprayer)
c.
Desinfektan / antiseptik
2.
Bahan
a.
Telur tetas (berasal dari daerah Sukoharjo)
B.
Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum
adalah :
1.
Seleksi Telur
a.
Memilih telur yang bersih kemudian membersihkan
dengan akolhol.
b.
Memberi nomor dan kode pada telur pada dua sisi.
c.
Menimbang telur dan mencatat sesuai dengan nomor.
d.
Mengukur panjang dan lebar telur untuk menghitung
indeks telur.
e.
Menempatkan telur dengan posisi bagian tumpul di
atas pad rak telur.
2.
Proses Penetasan
a.
Mengatur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas.
b.
Memasukkan telur yang sudah dibersihkan apabila
suhu sudah stabil.
c.
Memakai antiseptik sebelum memutar telur.
d.
Memutar telur setiap hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Persiapan Penetasan
Tabel 1. Pengamatan
Telur Tetas
No
|
|
Kualitatif
|
|
|
|
Kuantitatif
|
|
|
|
Telur
|
Kondisi
|
Kebersihan
|
Bentuk
|
Warna
|
Berat
(gram)
|
Panjang
(mm)
|
Lebar
(mm)
|
Indeks
(%)
|
|
1
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
40
|
4,92
|
3,82
|
77,64
|
|
2
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
46
|
5,19
|
4,05
|
78,03
|
|
3
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Krem
|
45
|
5,22
|
4,96
|
95,02
|
|
4
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Krem
|
41
|
4,80
|
3,87
|
80,63
|
|
5
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
40
|
4,93
|
3,79
|
76,88
|
|
6
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
43
|
5,10
|
3,90
|
76,47
|
|
7
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
43
|
5,19
|
3,78
|
72,83
|
|
8
|
Utuh
|
Kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
38
|
4,80
|
3,79
|
78,96
|
|
9
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
41
|
5,15
|
3,82
|
74,17
|
|
10
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
35
|
4,76
|
3,69
|
77,52
|
|
11
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
48
|
5,28
|
4,04
|
76,52
|
|
12
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Krem
|
45
|
5,20
|
3,95
|
75,96
|
|
13
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
42
|
5,15
|
3,88
|
75,34
|
|
14
|
Utuh
|
Kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
39
|
5,04
|
3,79
|
75,20
|
|
15
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
37
|
4,77
|
3,77
|
79,04
|
|
16
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Krem
|
36
|
4,19
|
3,74
|
89,26
|
|
17
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
44
|
5,20
|
3,90
|
92,86
|
|
18
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Krem
|
37
|
4,82
|
3,79
|
78,63
|
|
19
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
44
|
5,13
|
3,95
|
77,00
|
|
20
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Krem
|
44
|
5,09
|
3,93
|
77,21
|
|
21
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
35
|
4,69
|
3,76
|
78,25
|
|
22
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
39
|
4,94
|
3,81
|
77,13
|
|
23
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
48
|
5,36
|
4,03
|
75,19
|
|
24
|
Utuh
|
Agak kotor
|
Bulat telur
|
Putih
|
40
|
5,01
|
3,81
|
76,05
|
|
25
|
Utuh
|
Bersih
|
Bulat telur
|
Putih
|
50
|
5,41
|
4,10
|
75,79
|
|
Sumber
: Laporan Sementara
Telur yang digunakan dalam praktikum
Teknologi Penetasan Unggas ini sebanyak 25 butir. Telur tersebut berasal dari
Sukoharjo dengan strain untuk jantan yaitu ayam Haylen dan betina ayam Kate.
Perbandingan rasio antara jantan dan betina adalah 1 : 4. tanggal bertelur dari
telur tetas ini yaitu pada tanggal 27 April 2011. Nama pemilik dari telur tetas
yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bp. Putut.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 25 telur tetas tersebut terdapat
sebagian telur yang tidak semuanya bersih. Telur yang kotor dan agak kotor
dibersihkan dengan alkohol 70%, caranya yaitu mengusap menggunakan tisu pada
permukaan telur dengan searah. Bentuk dari telur tetas semuanya normal atau
bulat telur, tidak ditemukan telur dalam keadaan abnormal. Warna dari telur
tetas ini adalah putih dan krem. Dari pengamatan diatas juga diperoleh panjang
dan lebar telur yang nantinya dapat digunakan untuk menghitung dan mengetahui
indeks telur.
B.
Proses Penetasan
Tabel
Data Candling I
No. Telur
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Ada pembuluh darah
|
2
|
Ada pembuluh darah
|
3
|
Ada pembuluh darah
|
4
|
Ada pembuluh darah
|
5
|
Ada pembuluh darah
|
6
|
Ada pembuluh darah
|
7
|
Ada pembuluh darah
|
8
|
Ada pembuluh darah
|
9
|
Ada pembuluh darah
|
10
|
Ada pembuluh darah
|
11
|
Ada pembuluh darah
|
12
|
Ada pembuluh darah
|
13
|
Ada pembuluh darah
|
14
|
Ada pembuluh darah
|
15
|
Ada pembuluh darah
|
16
|
Ada pembuluh darah
|
17
|
Ada pembuluh darah
|
18
|
Ada pembuluh darah
|
19
|
Ada pembuluh darah
|
20
|
Ada pembuluh darah
|
21
|
Ada pembuluh darah
|
22
|
Ada pembuluh darah
|
23
|
Ada pembuluh darah
|
24
|
Ada pembuluh darah
|
25
|
Ada pembuluh darah
|
Sumber : Laporan
Sementara
Tabel Data Candling
II
No. Telur
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Agak terang
|
2
|
Gelap
|
3
|
Gelap
|
4
|
Gelap
|
5
|
Gelap
|
6
|
Gelap
|
7
|
-
|
8
|
Gelap
|
9
|
Gelap
|
10
|
Gelap
|
11
|
Gelap
|
12
|
Gelap
|
13
|
Gelap
|
14
|
Gelap
|
15
|
Gelap
|
16
|
Gelap
|
17
|
Gelap sebagian
|
18
|
Gelap
|
19
|
Gelap
|
20
|
Gelap
|
21
|
Gelap
|
22
|
Gelap
|
23
|
Gelap
|
24
|
Gelap
|
25
|
Gelap
|
Sumber : Laporan
Sementara
Tabel Data Candling
III
No. Telur
|
Hasil Pengamatan
|
1
|
Agak terang
|
2
|
Gelap
|
3
|
Gelap
|
4
|
Gelap
|
5
|
Gelap
|
6
|
Gelap
|
7
|
-
|
8
|
Gelap
|
9
|
Gelap
|
10
|
Gelap
|
11
|
Gelap
|
12
|
Gelap
|
13
|
Gelap
|
14
|
Gelap
|
15
|
Gelap
|
16
|
Gelap
|
17
|
Gelap
|
18
|
Gelap
|
19
|
Gelap
|
20
|
Gelap
|
21
|
Gelap
|
22
|
Gelap
|
23
|
Gelap
|
24
|
Gelap
|
25
|
Gelap
|
Sumber : Laporan
Sementara
Tabel 6. Pengaturan
ventilasi alat tetas
Hari
ke-
|
Pengaturan
Ventilasi
|
-3
|
Tertutup
seluruhnya
|
4
|
Terbuka
¼ bagian
|
5
|
Terbuka
½ bagian
|
6
|
Terbuka
¾ bagian
|
7-21
|
Terbuka
seluruhnya
|
Sumber
: Laporan Sementara
Pemutaran telur bertujuan untuk meratakan
panas yang diterima telur dan menghindari embrio lengket pada sisi kerabang.
Pada penetasan alami, tiap 15-20 menit induk melakukan pemutaran telur sehingga
dalam sehari dilakukan 72-96 kali pemutaran. Pada penetasan buatan, pemutaran
secara manual dilakukan sebanyak 3-9 kali (ganjil), sedangkan bila pemutaran
secara otomatis dapat tiap satu jam sekali.
Peneropongan telur dilakukan tiap tiga
kali selama proses penetasan telur, yaitu hari ke-7, 14 dan 18 dengan
menggunakan alat peneropong telur (candling lamp). Peneropongan telur
bertujuan untuk mengetahui telur kosong atau infertil, telur hidup yang
ditandai dengan adanya tunas dengan cabang-cabang urat darah dan telur mati
yang ditandai dengan titik atau lingkaran berwarna kehitaman.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, pemutaran telur dilaksanakan 5 kali sehari yaitu pada pukul
07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00 WIB. Cara pemutaran telur yaitu dengan
memutar dari bagian kiri atau kanan sesuai tanda yang sudah dibuat, telur
diputar dengan posisi bagian tumpul berada di atas. Seedangakan untuk candling
atau pemutaran telur dilakukan 3 kali selama proses penetasan, hasil dari
peneropongan telur dicacat. Candling pertama dilakukan pada tanggal 6
Mei 2011 dengan hasil semua telur terdapat pembuluh darah. Candling
kedua dilakukan pada tanggal 13 Mei 2011 dengan hasil telur nomor 1 agak
terang, telur nomor 7 dipecah sebagai contoh untuk mengetahui perkembangan
embrio, telur nomor 17 gelap sebagian dan sisanya gelap. Candling ketiga
dilakukan pada tanggal 17 Mei 2011 dengan hasil sama dengan candling
kedua, kecuali telur nomor 17 menjadi gelap.
C.
Tahap Akhir Penetasan
Tabel
7. Data Perlakuan terhadap DOC
Nomor
telur tetas
|
Keterangan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
|
Mati
Menetas
Menetas
Mati
Mati
Menetas
Mati
Menetas
Menetas
Menetas
Menetas
Mati
Menetas
Menetas
Menetas
Menetas
Menetas
Mati
Mati
Menetas
Mati
Menetas
Menetas
Mati
Mati
|
Sumber
: Laporan Sementara
Penetasan telur yang dilakukan pada
telur ayam dalam praktikum ini adalah sebanyak 25 butir. Telur
yang ditetaskan di dalam mesin tetas selama penetasan ada yang nenetas 15 butir
dan yang tidak menetas 10 butir. 5 dari DOC yang ditetaskan mengalami kematian,
hal tersebut dikarenakan kelembaban mesin tetas kurang jadi anak ayam kering di
dalam cangkang saat akan mencoba keluar. Walaupun dibantu praktikan, anak ayam
tetap tidak bisa keluar karena lengket dengan cangkang. Sedangkan 10 DOC yang
hidup kondisinya lemas karena kedinginan, tetapi DOC tetap dapat bertahan dan
tumbuh normal.
Kegagalan dapat terjadi dalam proses
penetasan dengan mesin tetas. Menurut Sudrajat (2001) bahwa kegagalan menetas
pada telur-telur tetas disebabkan oleh kualitas telur juga disebabkan oleh
kualitas faktor mesin tetas itu sendiri, antara lain (1) Suhu mesin tetas tidak
stabil, misalnya listrik mati atau suhu mesin tetas sering naik turun (2) Udara
dalam mesin tetas terlalu kering (3) Kesalahan dalam mengoperasikan mesin tetas
dan (4) Kurang tepatnya dalam membalik telur dalam mesin tetas sehingga embryo
dalam telur mati.
Tahap akhir dalam proses penetasan yakni segera setelah DOC dikeluarkan
maka segera dilakukan sanitasi pada mesin tetas. Cara-cara sanitasi alat tetas
yang selesai digunakan antaralain : (1) Membuang dan membersihkan kulit telur
yang menetas dan telur yang tidak menetas dari rak telu, (2) Membersihkan bak
air, (3) Mengeluarkan termometer dari mesin tetas dan membersihkannya, (4)
Membersihkan seluruh kotoran yang ada didalam kotak penetasan telur.
D.
Evaluasi Penetasan
Dalam suatu usaha penetasan, masalah
masalah yang selalu harus dijaga adalah mencegah atau menekan kegagalan
penetasan sekecil mungkin. Besar atau kecilnya jumlah yang menetas
menentukan kelangsungan usaha penetasan itu atau menentukan usaha pemeliharaan
selanjutnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah sulitnya untuk mengetahui
apakah usaha penetasan itu akan berhasil atau tidak. Sebab, walaupun seorang
pelaksana penetasan yang telah bekerja baik, semua syarat diperhatikan dengan
baik, seperti alat tetas, ruang penetasan dan lain-lain, masih saja ada telur
yang tidak menetas atau anak-anak ayam yang menetas dalam wujud yang tidak
normal (Rasyaf, 1990).
Pada candling/peneropongan I dilakukan pada hari ke-7
setelah telur dimasukkan mesin tetas. Berdasarkan candling I
diperoleh data bahwa fertilitas telur tetas sebesar 92 %. Dari 25 butir telur
yang ditetaskan terdapat 2 butir yang infertil. Tanda-tanda telur hidup
yang ditandai dengan adanya tunas dengan cabang – cabang urat darah dan telur
mati yang ditandai dengan titik atau lingkaran berwarna hitam.
Pada candling II angka fertilitas telur tetas sebesar 92
%, karena pada candling II ini dari telur ayam yang masih ada terlihat adanya
urat-urat darah pada semua telur. Mortalitas pada candling II ini adalah 8 %,
karena semua telur fertil terdapat embrio yang hidup. Candling II ini dilakukan
pada hari ke-14 setelah telur dimasukkan mesin tetas.
Candling III dilakukan pada hari ke- 21
dan didapatkan angka mortalitas sebesar 8 % dan fertilitas 92 %. Dari telur
yang masih ada yaitu: 23 butir telur ayam, tidak terdapat telur yang fertil.
Menurut Rasyaf (2002), telur yang tidak
menetas menjadi lebih banyak bila menggunakan mesin tetas dibandingkan dengan
pengeraman dengan induk ayam. Kesalahan temperatur, kelembaban mesin tetas atau
terlalu banyak menggunakan obat pembunuh kuman dapat menyebabkan banyak telur
yang tidak menetas.
Berdasarkan data diatas dapat
disimpulkan yaitu mortalitas dari candling I sampai candling III tidak
mengalami penurunan. Daya tetas telur merupakan indikator banyaknya anak ayam
yang menetas dari sejumlah telur yang bertunas. Dari hasil perhitungan
diperoleh daya tetas sebesar 65,2 % dan kualitas tetas sebesar 60 %. Faktor-faktor
yang mempengaruhi daya tetas telur menurut Rukmana (2003) adalah sebagai
berikut:
1.
Kesalahan-kesalahan teknis pada waktu memilih telur
tetas.
2.
Kesalahan-kesalahan teknis dari petugas yang
menjalankan mesin tetas atau kerusakan teknis pada mesin tetas.
3.
Iklim yang terlalu dingin atau terlalu panas,
sehingga mengakibatkan menurunnya daya tetas telur.
4.
Faktor yang terletak pada ayam sebagai sumber
bibit, antara lain sebagai berikut:
a.
Sifat Turun Temurun: Telur
tetas yang berasal dari babon dengan daya produksi tinggi bukan saja
fertilitasnya yang tinggi, tetapi juga daya tetasnya tinggi.
b.
Perkawinan: Perkawinan antara
keluarga dekat (tanpa seleksi) kadang-kadang menghasilkan telur-telur yang daya
bertetas rendah
c.
Makanan: Defisiensi vitamin
(A,B2, B12,D,E dan asam pantothenat dapat
menyebabkan daya tetas telur berkurang).
d.
Perkandangan : Temperatur dalam kandang yang terlalu dingin atau terlalu panas akan
menurunkan daya tetas telur
Telur yang mempunyai fertilitas tinggi
pada umunya mempunyai daya tetas yang tinggi pula. Namun, untuk menghasilkan
telur yang daya tetasnya tinggi, perlu memperhatikan beberapa syarat berikut
ini :
1.
Telur tidak terlalu besar, tetapi tidak terlalu kecil.
2.
Umur telur tetas antara 1-6 hari. Umur telur yang
melewati hari tersebut cenderung daya tetasnya menurun.
3.
Telur berasal dari induk dan pejantan yang sehat
4.
Telur dalam keadaan bersih
5.
Kulit telur rata.
6.
Telur tidak cacat atau rusak.
7.
Telur berbentuk oval atau bulat telur.
(Jayasamudera, 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
- Persiapan yang dilakukan untuk penetasan telur yaitu pemilihan telur dengan warna yang seragam, tidak retak, tidak kotor, tekstur halus dan berbentuk bulat atau oval.
- Pengaturan ventilasi selama penetasan
·
Hari ke-4 ventilasi dibuka ¼ bagian.
·
Hari ke-5 ventilasi dibuka ½ bagian.
·
Hari ke-6 ventilasi dibuka ¾ bagian.
·
Hari ke-7 sampai menetas dibuka seluruhnya.
- Pemutaran telur dimulai pada hari keempat, dan selama penetasan dilakukan pemutaran sebanyak 5 kali sehari.
- Peneropongan telur bertujuan untuk mengetahui telur kosong/ infertil, telur hidup yang ditandai dengan adanya tunas dengan cabang-cabang urat darah dan telur mati yang ditandai dengan titik/ atau lingkar berwarna kehitaman.
- Peneropongan (candling) dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-21.
- Penanganan alat penetasan yaitu dibersihkan dengan air dan disemprot dengan disinfektan serta sisa cangkang dikeluarkan dan dibersihkan.
7.
Dari hasil prakikum diperoleh 15 telur yang menetas
dan 10 telur menetas. DOC yang mati sebanyak 3 ekor dan DOC yang bertahan hidup
10 ekor.
B.
Saran
- Pengumuman tentang praktikum sebaiknya diperjelas agar tidak terjadi miss komunikasi antara assisten dan praktikan.
- Jadwal pengumpulan laporan jangan terlalu mepet karena banyak bab yang harus dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
Chan, H. dan M. Zamrowi. 1993. Pemeliharaan dan Cara
Pembibitan Ayam Petelur. Penerbit Andes Utama. Jakarta.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur
Ayam Kampung. Laporan Hasil Penelitian.
Jayasamudera, Dede Juanda dan Cahyono Bambang. 2005. Pembibitan
Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry
Production. Lea and Febiger, Philadelphia.
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S.
Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan
Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
________., 2002. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan
Kiat Pengembangan. Kainisius. Jakarta.
Setiawan,
Iwan. 2010. Tipe DOC (Day Old Chick). http://centralunggas.blogspot.com/2010/01/tipe-doc-day-old-chick.html.
Di download pada tanggal 12 Juni 2011.
Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United
Nations. Rome.
Soedjarwo, E. 1999. Membuat Mesin Tetas Sederhana. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2000. Pembibitan Ayam Ras.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudrajad. 2001. Beternak Ayam Vietnam untuk Aduan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., Umiyati, a., dan Ruhyat, K., 2005.
Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tri-Yuwanta. 1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan
Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Marhiyanto, B. 2000. Suksses Beternak Ayam Arab.
Difa Publiser. Jakarta.