MIKROBIOLOGI SUSU
Jumat, 07 November 2014
Edit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi
produk susu adalah air susu. Karena air susu adalah bahan baku dari semua
produk susu. Susu, sebagian besar digunakan sebagai produk pangan. Dipandang
dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna, dimana susu
mengandung protein, lemak, vitamin, mineral dan laktosa (karbohidrat). Susu
adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang
merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang disintesa oleh
alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain mana pun dalam tubuh sapi.
Sejumlah besar darah mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu
sekitar 50 kg darah dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter.
Proses produksi di
tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap
peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi sapi
perah yang dipelihara dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami
kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi
juga terhadap kualitas susu. Didalam susu terdapat nutrien yang didalamnya
terdapat kandungan yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan yeast.
B. Tinjauan
Pustaka
Susu segar yang baru
keluar dari ambing mengandung bakteriostatik yang dapat mencegah perkembangan
bakteri. Lama aktivitas dari bakteriostatik tersebut tergantung pada tingkat
kontaminasi atau populasi awal bakteri dan suhhu lingkungan. Pada keadaan
tingkat kontaminassi bakteri yang rendah atau populasi awal bakteri yang
sedikit dan suhu yang rendah atau maka bakteriostatik akan efektif selama 24
jam (Mukhtar, 2006).
Bakteri yang sering
terdapat dalam susu sapi murni meliputi Micrococcus, Pseudomonas,
Staphylococcus, Bacillus serta E. Coli (Vollk
et al, 1993 cit. Sulistiowati, 2009).
Selain itu, jenis
bakteri seperti E. coli, Enterobacteriaceae serta Streptobacillus telah lama
dirumuskan sebagai mikroorganisme indikator mutu (Setyawan et al, 1987 cit.
Sulistiowati, 2009).
Susu dapat merupakan
sumber penyakit bagi manusia apabila pengolahan terhadap susu tersebut tidak
higienis. Sehingga diperlukan uji-uji tertentu untuk mengetahui apakah susu
tersebut layak untuk dikonsumsi. Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengetahui mutu dari susu yaitu dengan uji mikrobiologi susu (Anonimus, 2009).
Upaya penurunan
densitas bakteri pada ruang penampungan susu yang meliputi lantai, dinding, dan
udara dengan menggunakan desinfektan tidak dapat membunuh bakteri. Hal ini
tercermin dari densitas bakteri yang relatif masih tinggi setelah proses
pembersihan (Juanda et al, 2007).
Susu mengandung
bermacam-macam unsure dan sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga
diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya pertumbuhan bakteri dalam
susu sangat cepat, pada suhu yang sesuai. Jenis-jenis Micrococcus dan
Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diambil. Pencemaran
berikutnya timbul dari sapi, alat-alat pemerahan yang kurang bersih dan
tempat-tempat penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan
oleh manusia (Buckle, et. al., 1987 cit Anonimus, 2009).
BAB
III
ISI
Ambing
yang sehat akan menghasilkan susu yang steril (tidak terkontaminasi mikroba)
sampai di sterna ambing. Mikroba baru mulai dijumpai ketika susu sudah berada
di saluran puting. Dari ambing yang sehat, dapat ditemukan sampai 500
organisme/ ml susu. Oleh karena itu, untuk ,engurangi kandungan mikroba dalam
susu, susu yang diperoleh dari 3-4 kali pemerahan pertama harus dibuang. Hal
ini dikarenakan susu yang keluar dari pemerahan pertama mengandung 50.000
sel/ml susu.
Sesaat
setelah waktu pemerahan bakteri yang berada dalam kandungan susu biasanya
adalah Streptococcus lactis, Pseudomonas, Bacillus, Aerobacter, dan
Escherchia. Apabila tidak ada penanganan maka S. Lactis akan menyebabkan
susu berasa asam. Berdasarkan ketahanannya terhadap suhu lingkungan bakteri
dikelompokkan menjadi tiga golongan:
1. Thermoduric/thermophilic
yaitu kelompok yang terhadap suhu tinggi dan bersifat apatogen. Contohnya Bacillus
cereus, B. Stearothermophilus
2. Mesophilic
yaitu kelompok yang tahan terhadap suhu ruang dan bersifat apatogen. Dapat
menyebabkan susu yang bersifat asam. Contohnya Streptococcus lactis, S.
Cremoris, Salmonella sp.
3. Psychrothrophic/psychrophilic
yaitu kelompok yang tahan terhadapp suhu rendah, umumnya bersifat pantogen dan
mati pada suhu pasteurisasi. Contohnya Pseudomonas, Bacillus
1.
Mikroba Susu
a. Bakteri
Kelompok
bakteri yang penting dalam mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi
Enterobacteriaceae, Micrococcaceae, Pseudomonodaceae, Bacillaceae,
Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae.
1. Enterobacteriaceae
Golongan
bakteri Enterobacteriaceae penting bagi kesehatan masyarakat karena dapat
menimbulkan wabah keracunan pangan dan penyakit infeksi yang ditularkan melalui
makanan yang cukup serius (Buckle dkk., 1987). Beberapa genus
Enterobacteriaceae meliputi:
a. E.
coli
E.
coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek (kokobasil),
berukuran 0,4-0,7µm, bersifat anaerob fakultatif dan mempunyai flagella
peritrikal. E. coli sering digunakan sebagai indikator pada uji sanitasi dalam
air maupun susu. Jika bakteri E. coli terdapat dalam jumlah banyak menunjukkan
bahan pangan maupun air telah mengalami pencemaran (Gaman dan Sherrington,
1994).
b. Shigella
Shigella
merupakan Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan
tidak berflagel, tidak membentuk spora, bila ditumbuhkan pada media agar akan
tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggirpinggir halus
(Karsinah dkk., 1994). Shigella dapat menyebabkan kontaminasi pada susu melalui
udara, debu, alat pemerahan, maupun dari manusia (Buckle dkk., 1987). Disentri
basiler atau Shigellosis adalah penyakit infeksi usus akut yang disebabkan oleh
Shigella. Bakteri Shigella menembus masuk dalam sel epitel permukaan mukosa
usus di daerah ileum terminal dan kolon. Di tempat ini bakteri bereproduksi
sehingga akan terjadi peradangan diikuti kematian sel epitel dan terkelupasnya
epitel mukosa sehingga terjadi tukak usus (Vollk dan Wheeler, 1993).
c. Klebsiella
Klebsiella
merupakan kelompok bakteri Gram negatif, berbentuk batang, non motil, mempunyai
kapsul, koloni besar sangat berlendir dan cenderung bersatu pada pergerakan
yang lama, meragikan laktosa dan banyak karbohidrat, negatif terhadap tes merah
metil (Jawetz dkk., 2001). Seperti halnya E. coli, Klebsiella merupakan bakteri
yang sering digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Nurliyani dkk.,
2008).
d. Pseudomonas
Pseudomonas
adalah bakteri Gram negatif yang tidak meragikan karbohidrat dan hidup aerob di
tanah maupun air (Karsinah dkk., 1994). Bakteri bergerak dengan flagel polar,
satu atau lebih, ukuran 0,8-1,2µm. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air,
tumbuh baik pada 37°C-42°C (Jawetz dkk., 2001). Bakteri Pseudomonas biasanya
terdapat dalam air susu mentah yang belum dipasteurisasi (Vollk dan Wheeler,
1993). Selain itu kontaminasi dapat berasal dari puting susu secara langsung
oleh manusia dan dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai bahan pangan
termasuk susu (Supardi dan Sukamto, 1999).
e. Enterobacter
Enterobacter
merupakan bakteri aerob berbentuk batang pendek, bersifat Gram negatif
membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil, motil dengan flagel peritrik, pada
media padat koloni bersifat kurang mukoid dan cenderung menyebar keseluruh
permukaan, dapat membentuk asam dan gas (Jawetz dkk.,2001). Enterobacter juga
digunakan dalam uji sanitasi air maupun susu (Nurliyani dkk., 2008).
2. Micrococcaceae
Dua
genus dari Micrococcaceae yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus
dan Staphylococccus. Kelompok Staphylococccus yang terpenting dalam makanan
adalah Staphylococcus aureus (Buckle dkk., 1987). Staphylococcus adalah bakteri
berbentuk bulat, Gram positif dengan diameter 1µm, tidak motil, tidak membentuk
spora dan tersusun dalam kelompokkelompok tidak beraturan, mudah tumbuh pada
berbagi media pembenihan. Staphylococcus merupakan bakteri kokus yang tumbuh
bergerombol seperti buah anggur bersifat patogen (Jawetz dkk., 1986).
S.
aureus biasanya berada di udara, debu, air, susu murni dan makanan. S. aureus
juga dapat memasuki susu dari sapi yang menderita mastitis yang merupakan
infeksi pada ambing dan dapat menyebabkan kerusakan susu (Buckle dkk., 1987).
2. Pencemaran Susu
Susu yang masih dalam
kelenjar susu dapat dikatakan steril tetapi setelah keluar dari puting dapat
terjadi kontaminasi. Faktor yang berpengaruh besar terhadap kualitas susu segar
adalah adanya bakteri baik bakteri patogen maupun bakteri non patogen. Jumlah
bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal
dari hewannya sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar tubuhnya
(faktor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
susu:
a.
Perawatan kebersihan kandang
Kandang sapi yang tidak
bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengn cepat.
Sehingga harus diperhatikan dengan cermat keadaan kadang seperti misalnya,
pencucian lantai kandang harus dengan air mengalir yang bersih, saluran
pembuangan, dan ventilasi luar ruangan.
b.
Perawatan kesehatan dan kebersihan hewan
Keadaan
sapi perah yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan
menghasilkan mutu susu yang tidak baik.
c.
Perawatan kebersihan alat-alat pemerah
Kontaminasi
sering disebabkan oleh alat-alat pada waktu pemerahan, wadah susu, air pencuci
alat maupun wadah yang dalam keadaan kotor, maka semua itu harus dijaga
kebersihannya.
d.
Keadaan pemerahan
Rumah pemerahan lebih
baik terpisah dari kandang sapi.
e.
Kesehatan pemerah atau pekerja
Pemerah atau pekerja
sebisa mungkin harus sehat atau terhindar dari penyakit, karena akan mempengaruhi
kontaminasi bakteri dalam susu.
f.
Pemberian makanan
Sapi
yang baru saja diberi makan akan menghasilkan susu dengan kandungan lebih
banyak daripada sapi yang belum diberi makan.
g.
Penyimpanan susu
Penyimpanan
susu lebih baik dilakukan pada suhu yang tinggi (65ºC) daripada suhu yang
rendah (4ºC), karena pada suhu tinggi jumlah bakteri yang ada pada susu lebih
sedikit daripada suhu yang rendah (Hadiwiyoto, 1994).
3.
Pengawetan Susu
Perawatan kebersihan
kandang, perawatan kebersihan dan kesehatan hewan serta perawatan alat-alat
pemerah mutlak dilakukan dalam menjaga kebersihan susu dan mencegah kerusakan
yang lebih dini. Disamping upaya tersebut dapat pula dilakukan upaya yang lebih
lanjut berupa pengawetan, yakni memproses susu agar tahan lebih lama dari kerusakan.
Proses pengawetan dapat dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut:
a. Pendinginan
Susu
Pendinginan susu
bertujuan untuk menahan mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga
susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan
susu dapat dilakukan dengan memasukkan susu ke dalam cooling unit dan lemari
es. Cara pendinginan susu dapat pula dilakukan secara sederhana, yakni meletakkan
milk can ataupun wadah susu lainnya dalam air yang dingin dan mengalir terus.
Cara sederhana ini biasanya dilakukan di daerah-daerah pegunungan yang berhawa
sejuk.
b. Pasteurisasi
Susu
Pasteurisasi
susu adalah pemanasan susu di bawah temperatur didih dengan maksud hanya
membunuh bakteri, sedangkan spora masih dapat hidup. Ada 3 cara pasteurisasi
yaitu:
1. Pasteurisasi
lama (low temperature, long time).
Pemanasan
susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif
lama (pada temperature 62-65°C selama 1/2-1 jam).
2. Pasteurisasi
singkat (High temperature, Short time).
Pemanasan
susu dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada
temperatur 85-95°C selama 1-2 menit saja).
3. Pasteurisasi
dengan Ultra High Temperature (UHT).
Pemasakan
susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginkan pada temperatur
10°C (temperatur minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan
UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci
pada suhu 81°C selama ±1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan dapat dilakukan
dengan mencelupkan panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air dingin yang
airnya mengalir terus menerus.
c. Sterilisasi
Susu
Sterilisasi
susu adalah proses pengawetan susu yang dilakukan dengan cara memanaskan susu
sampai mencapai temperatur di atas titik didih, sehingga bakteri maupun kuman
berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu steril dapat dilakukan dengan
cara:
1. Sistem
UHT yaitu susu dipanaskan sampai suhu 137 °C- 140 °C selama 2-5 detik.
2. Mengemas
susu dalam wadah hermetis kemudian memanaskannya pada suhu 110 °C- 121 °C
selama 20-45 detik. Cara sterilisasi susu ini memerlukan peralatan yang khusus
dengan biaya yang relatif mahal. Oleh karena itu sterilisasi susu umumnya
dilakukan oleh industri-industri pengolahan susu (Anonim, 1998).
BAB
III
KESIMPULAN
Didalam
susu terdapat nutrien yang didalamnya terdapat kandungan yang sangat baik bagi
pertumbuhan bakteri dan yeast. Berdasarkan ketahanannya terhadap suhu
lingkungan bakteri dikelompokkan menjadi tiga golongan Thermoduric/thermophilic,Mesophilic
,Psychrothrophic/psychrophilic. Kelompok bakteri yang penting dalam
mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi Enterobacteriaceae, Micrococcaceae,
Pseudomonodaceae, Bacillaceae, Lactobacillaceae dan Sreptococcaceae.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.
2007. Uji Mikrobiologi Susu (Diakses pada hari Sabtu 27 November 2010
pukul 18.00)
Juanda, Wowon. Hidayati, Yuli Astuti.
Marlina, Euis Tanti. 2007. Kualitas Mikroba Pada Ruang Penampung Susu dan
Pengaruhnya terhadap Jumlah Bakteri dalam Susu. Universitas
Padjajaran. Bandung
Mukhtar,
Ashry. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS PRESS. Surakarta
Sulistiowati,
Yulias. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologik Susu Sapi Murni
dari Kecamatan
Musuk Kabupaten Boyolali. UMS Pres. Surakarta
Wijayanti,
Sari.2009. Identifikasi dan pemeriksaan jumlah
total bakteri Susu sapi segar dari koperasi unit desa Di kabupaten boyolali.UMS.Surakarta.