PENYAKIT BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD)
Rabu, 19 November 2014
Edit
Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan
suatu usaha peternakan. Motto klasik
tetap berlaku sampai saat ini, yaitu pencegahan lebih baik daripada pengobatan,
sehingga tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan
biosekuritas di lingkungan peternakan secara konsisten harus dilaksanakan.Arti
“ sehat “ bagi ternak adalah suatu kondisi dimana di dalam tubuh ternak
berlangsung proses-proses normal, baik proses fisis, kimiawi , biokimiawi dan
fisiologis yang normal. Sebaliknya “ sakit ” adalah kondisi ternak yang
sebaliknya.
Seringkali pengobatan terhadap suatu penyakit tidak
membuahkan hasil, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain harus
dimengerti bahwa tidak semua penyakit dapat diobati, seperti penyakit virus.
Penyakit-penyakit non infeksius harus diatasi dengan memperbaiki tatalaksana
budidaya yang baik dan benar. Berdasarkan pemikiran tersebut sangat perlu untuk
diketahui adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak,
sehingga dapat dilakukan metode penanggulangan penyakit yang efisien dan
efektif.
Timbulnya penyakit pada ternak merupakan proses yang
berjalan secara dinamis dan merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen penyakit (pathogen) dan lingkungan. Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam
menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan
agen penyakit. Interaksi ketiga faktor yang normal dan seimbang
sebagaimana akan menghasilkan ternak yang sehat dan tidak ada wabah
penyakit. Keseimbangan ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan
tertentu akan berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara
akan sakit dan menunjukkan tampilan (performance) yang tidak memuaskan.
B. PENGERTIAN
BOVINE VIRAL DIARRHEA
Diare merupakan sebuah kata umum yang digunakan untuk menggambarkan keadaan
sapi yang mengalami sakit mencret. Mencret atau diare pada sapi merupakan
istilah yang menunjukan atau menggambarkan kondisi sapi yang mengeluarkan
kotoran/ feses dengan dengan frekuensi yang sering dan berbentuk agak
lembek bahkan cenderung cair. Gejala yang bisa kita perhatikan dari
mencret meliputi perubahan konsistensi (keras atau tidaknya) feses, warna
feses, bau feses, dan keberadaan benda atau bahan yang terbawa di dalam feses
pada waktu feses keluar.
Mencret/ Diare pada sapi adalah tanda bahwa telah terjadi perubahan
fisologis normal pada tubuh sapi atau tanda bahwa sapi telah terinfeksi
penyakit. Untuk itu harus dibedakan gejala yang terjadi karena pengobatannya
pun akan berbeda. Penyakit Bovine Viral Diarrhea (BVD) merupakan
penyakit yang mempunyai dampak sosial dan ekonomi cukup besar. Penyakit ini
mulai dari subklinis sampai Kondisi fatal yang disebut mucosal disease.
Kondisi akut menimbulkan gejala diare, pneumonia dan mortalitas tinggi. Infeksi
secara transplasenta menyebabkan aborsi, stillbirths, efek teratogenik
atau infeksi persisten pada pedet baru lahir.
Bovine Viral Diarrhea (BVD) atau Diare Ganas Sapi
(DGS) adalah penyakit hewan menular
yang akut dan sering berakibat fatal, disebabkan oleh virus dari genus Pestivirus
dari famili Togaviridae (Dharma dan Putra, 1997). Letupan wabah diare ganas pada sapi
dimulai pada pertengahan tahun 1988, di Bali yang menyerang sapi segala umur,
jantan dan betina dengan gejala klinis lemah, kurang nafsu makan, demam, diare
profus, lesi dan erosi pangkal lidah dan dehidrasi. Morbiditas 60% dan
mortalitasnya 1 – 2%. Kemudian wabah diare ganas pada sapi bali dilaporkan
setelah sapi bali yang baru didatangkan dari Sulawesi Selatan ke Kalimantan
Barat, pada akhir Oktober 1989. Kematian yang terjadi selama pengiriman dan setelah dibagikan ke
petani mencapai 19,4%. Virus BVD bersifat teratogenik
pada fetus dalam kandungan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi dengan
vaksin hidup atau inaktivasi. Langkah untuk pengendalian BVD antara lain adalah regulasi penanggulangan BVD,
karantina yang ketat bagi lalu lintas hewan, isolasi hewan sakit dan
penyingkiran hewan sehat dari daerah tercemar, disinfeksi kandang dan
fasilitasnya, tindakan sanitasi dan higiene bagi personalia yang kontak dengan
hewan penderita.
C.
PENYEBAB
DIARE GANAS
Secara umum penyebab diare
dikategorikan dalam 2
faktor yaitu :
1.
Faktor fisiologis.
Sapi yang menderita mencret/ diare akibat faktor
fisologis atau patologis didalam tubuh terutama saluran pencernaan.
Perubahan fisiologis misalnya perubahan cuaca dan pergantian pemeliharaan.
Untuk itu cara penanganannya adalah dengan tidak mengganti perubahan yang
mendadak dalam hal pakan, perpindahan lokasi kandang dan sebagainya agar ternak
tidak stress. Diare fisiologis biasanya menunjukan gejala mencret
namun tidak disertai adanya darah, lendir, bau busuk, cacing dan
ketidak normalan lainnya. Selain itu, sapi masih terlihat sehat dan masih
menunjukan nafsu makan yang baik.
2.
Faktor agen
Faktor agen infeksi Diare
dapat juga disebabkan oleh agen - agen infeksi, diantaranya bakteri, virus
ataupun parasit. Diare ganas pada sapi disebabkan oleh infeksius virus,
ditandai dengan stomatitis erosif akut, gastroenteritis dan diare. Laju infeksi
penyakit ini pada kebanyakan populasi sapi sangat tinggi, tetapi kejadian
klinisnya rendah. Penyakit virus ini terdiri dari dua bentuk penyakit, yakni bovine
virus diarrhea (BVD) dan mucosal diaseas (MD), yang secara klinis
berbeda, tetapi penyebabnya sama. Sapi merupakan spesies yang peka terhadap
BVD. Penyakit sering ditemukan pada sapi umur 6-24 bulan. Hewan berkuku genap
lainnya, seperti kambing, domba, kerbau dan rusa juga rentan terhadap BVD.
Diperkirakan kejadian diare meningkat pada musim dingin. Pada anak sapi, diare
biasanya terjadi pada umur 6-10 bulan.
D.
GEJALA
DIARE GANAS
Gejala klinis diare yang disebabkan faktor fisiologis adalah tubuh masih
terlihat sehat (tidak pucat dan tidak lesu), sapi masih mau makan, feses lembek
sampai cair tanpa disertai perubahan lainnya (tidak berbau, tidak berlendir
atau tidak disertai bercak darah/segmen-segmen cacing). Gejala klinis diare
yang infeksi virus BVD terlihat kenaikan suhu tubuh, produksi susu turun,
kelesuan yang sangat, nafsu makan turun. Diare biasanya profuse (terus –menerus)
dan berair, berbau busuk berisi mucus dan darah. Mata dan hidung keluar eksudat
/ lendir.
Pada sapi yang bertahan hidup, tetapi tidak sembuh benar, terlihat diare,
kekurusan yang berlangsung cepat, bulu terlihat kasar dan kering, punggung
melengkung, kembung kronis, kelainan teracak dan erosi kronis pada rongga mulut
dan pada kaki. Bovine Viral Diarrhea-Mucosal Disease
/BVD-MD (diare ganas menahun). Penyebabnya adalah Pestivirus, sapi sangat
peka terhadap BVD-MD yang berumur diatas 1 tahun yang seropositif BVD-MD
mencapai 60%-80%. Mordibitas (keadaan sakit; terjadinya penyakit atau kondisi
yang mengubah kesehatan dan kualitas hidup)
rendah 5% , pada sapi berumur lebih dari 2 tahun mortalitas hampir 100%. Gejala Klinis pada Bovine Viral Diarrhea yaitu masa
inkubasi 1 - 3 minggu, Demam tinggi mencapai 41oC,
napsu makan turun, depresi,
diare berlendir, ada bercak darah, berbau busuk, adanya erosi pada selaput
lendir hidung, lidah, bibir, gusi, bagian belakang maxilla, pada kasus yang akut selaput mulut tertutup oleh
jaringan nekrosa, Hipersalivasi, cermin
hidung kering terbentuk kerak,
keluar leleran dari lubang hidung, mula-mula encer berubah menjadi mukopurulen, gerakan rumen akan lemah atau hilang sama sekali, dan
bagi penderita yang bunting akan mengalami keguguran.
1.
Pada Sapi Tidak Bunting Inkubasi 3 – 5
hari Sedikit demam, napsu makan turun. Tukak mulut dan diare sementara.
2.
Pada Sapi Bunting Menular dari induk ke anak. Bila infeksi pada kebuntingan
kurang dari 100 hari. janin tidak dapat membentuk reaksi kebal dan tidak ada
pembentukan antibodi pedet lahir membawa virus secara abadi . Bila infeksi pada
kebuntingan 100 - 150 hari abnormalitas congenital. Kematian adalah dapat
terjadi pada setiap tahapan kebuntingan, pada kebuntingan awal terjadi mumi
atau membusuk, virus tidak dapat diisolasi
3.
Pada sapi Terinfeksi Abadi. Pedet yang
lahir selamat dan tetap terinfeksi akan mati dalam waktu 2 tahun, bila hidup
akan melahirkan pedet yang terinfeksi abadi kelainan congenital otak, hipoplasi otak kecil,
sempoyongan (tidak
mempunyai keseimbangan tubuh apabila berdiri).
E.
PENULARAN DIARE GANAS.
Diare yang disebabkan faktor fisiologis bukan merupakan sebuah penyakit
tetapi lebih merupakan tanda adanya perubahan fisiologis atau individu
mengalami stress terhadap lingkungan. Diare tersebut tidak terjadi penularan antar individu. Sedangkan, Diare yang disebabkan oleh faktor infeksi virus
penyebarannya terjadi secara kontak langsung maupun tidak
langsung. Penularan melalui kontak langsung diantaranya yaitu melalui bahan tercemar, seperti lewat plasenta. Walaupun penyebaran utama diare
melalui makanan yang tercemar feses, BVD juga dapat
menyebar melalui urine dan leleran hidung hewan sakit.
Ternak dengan virus BVD-MD persisten dapat menjadi sumber penularan utama.
Isolasi virus melalui leleran hidung, saliva, semen, tinja, urine,air mata,
susu.
.
F. PENANGANAN DAN PENGOBATAN DIARE GANAS
Pengobatan yang dapat
dilakukan hanya bersifat supportif saja karena penyakit ini disebabkan oleh
virus. Pencegahan dan pengendalian merupakan hal penting yang harus
dilaksanakan. Pengendalian BVDV saat ini harus menggabungkan kombinasi dari biosekuriti,
pengujian dan pemusnahan hewan PI serta vaksinasi.
Menurut Dharma
dan Putra (1997), Pengobatan dapat diberikan antibiotika berspektrum
luas untuk mencegah infeksi sekunder
dan pemberian
vitamin serta
elektrolit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dianjurkan. Tindakan pencegahan atau pengendalian adalah ternak yang sakit harus diisolasi dan jaga kebersihan kandang dan
lingkungan sekitarnya. Sedangkan, untuk pemeriksaan laboratorium yaitu Untuk isolasi virus dapat dikirim
potongan usus, swab tinja dalam medium transpor, dan darah dalam antikoagulan dan untuk uji serologi dapat dikirim
serum (paired sera)
Berbagai pilihan
dapat dilakukan untuk manajemen BVD ketika infeksi dalam suatu
kelompok ternak telah ditetapkan yaitu :
1.
Vaksinasi dari sapi penderita. Hewan yang telah
divaksin diberikan booster vaksin tunggal setiap tahun.
2.
Tindakan pencegahan melalui biosekuriti agar tidak
terbawa virus ke peternakan oleh pembawa.
3.
Melakukan pengujian dengan pemeriksaan darah pada
semua kelahiran pedet sekitar 3 bulan setelah terlihat hewan pertama yang sakit
BVD. Dan terus melakukan pengujian sampai 9 bulan setelah terlihat hewan
terakhir yang sakit karena BVD.
4.
Cegah kontaminasi pupuk kandang terhadap bulu,
makanan, dan air.
5.
Tempat tinggal pedet dibuat sendiri.
6.
Pengujian hewan baru untuk infeksi persisten.
7.
Pedet yang baru lahir diberi kolostrum secara
maksimal.
8. Kurangi stress pada sapi yang bisa disebabkan oleh
penyakit-penyakit lain, kekurangan nutrisi, ketidaknyamanan kandang dan
kualitas air yang jelek.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah tersebarnya penyakit
BVD adalah :
- Melakukan program vaksinasi BVD pada setiap ternak yang masuk atau yang baru lahir.
- Tidak menjual sapi dari peternakan yang terjangkit BVD.
- Memberikan informasi kepada calon pembeli terhadap terjangkitnya penyakit BVD ini. Jika ternak bunting yang terjangkit berikan penjelasan agar memeriksakan pedetnya jika telah lahir untuk melihat pedet menjadi carier terhadap BVD. Jika menjadi carier pedet harus dimusnahkan.
- Pengguguran setelah terinfeksi BVD.
- Hewan yang terinfeksi dan hewan lain yang kontak dengan hewan tersebut diisolasi.
- Sanitasi dengan melakukan desinfeksi kandang secara rutin dan dilakukan dengan kombinasi sistem all in, all out.
- Mencegah penyebaran dari hewan yang terinfeksi. Hanya membawa dari peternakan yang bebas BVD.
- Hanya membawa hewan dari peternakan yang punya program vaksinasi yang efektif.
- Menghindari pembelian dari kandang-kandang penjualan/pengepul.
- Isolasi hewan baru selama 30 hari sebelum kontak dengan hewan dalam peternakan.
G. DIARE GANAS DI
INDONESIA
Berdasarkan laporan Balai Besar Penelitian Veteriner tahun 2009, di
Indonesia prevalensi penyakit pada sapi potong adalah 28%, sapi perah 77%, sapi
BIB 37%, dan sapi BET 45%.Kasus diare ganas terjadi juga pada Balai Inseminasi
Buatan dan sapi pembibitan di Indonesia. Kejadian diare ganas oleh virus BVD
ada di beberapa daerah di Indonesia antara lain Sulawesi Selatan, Kalimantan
Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Riau, Bengkulu,
Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan ( Darmadi, 1989).
Wiyono et al (1989) menyatakan dalam pengamatannya ada 70 ekor sapi
mati di Kecamatan Mensiku Jaya, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Sedangkan
dari Kecamatan Batang Tarang ada 22 ekor mati. Keseluruhan sapi bibit tersebut
dari Sulawesi Selatan dan yang mati di karantina ada 70 ekor dengan total
kematian dari Sulawesi Selatan sebanyak 162 ekor (19,4%). Gejala yang diamati
adalah demam, diare, erosi pada selaput lendir saluran pencernaan, opasitas
kornea, dan infeksi sekunder. Dari 15 ekor sapi yang sakit, diamati nafsu makan
yang menurun, lemah dan lesu, dan kelainan pada mata berupa konjungtivitis,
keratitis, opasitas kornea, dan hiperlakrimasi. Sedangkan gejala pada saluran
pencernaan adalah lesi ringan atau erosi pada selaput lendir lidah dan mencret.
H. UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN
Undang- undang yang
berkaitan dengan pelanggaran kasus
penyakit diare ganas (Bovine Viral Diarrhea) .Beberapa kasus pelanggaran
seputar penyakit diare ganas (Bovine
Viral Diarrhea) diantaranya.
1. Adanya
oknum yang tetap melakukan distribusi
ternak terinfeksi (Bovine Viral Diarrhea) diare ganas dari luar
negeri mapun dari dalam negeri secara
ilegal (tidak resmi).
UU 18 thn 2009 Tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan BAB V Kesehatan
Hewan Pasal 42 ayat 5 yang berbunyi,”
Setiap orang yang melakukan
pemasukan dan/ atau pengeluaran hewan,
produk hewan dan/ atau media pembawa penyakit wajib memenuhi persyaratan teknis
kesehatan hewan”. Selain itu juga melanggar Pasal 46 ayat 5 yang berbunyi,
“Setiap orang dilarang mengeluarkan dan/ atau memasukkan hewan, produk hewan,
dan atau media yang dimungkinkan membawa penyakit hewan lainnya dari daerah
tertular dan atau terduga ke daerah bebas”.
2. Adanya
oknum yang tidak memisahkan ternak yang terinfeksi diare ganas (Bovine Viral Diarrhea) dengan ternak yang sehat. Sehingga,
penyebaran virus diare ganas semakin cepat.
Hal ini melanggar Undang-undang No.
18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan kesehatan Hewan Pasal 44 ayat 1 yang
berbunyi “Pemberantasan penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
meliputi penutupan daerah, pembatasan lalu lintas hewan, pengebalan hewan,
pengisolasian hewan sakit atau terduga sakit, penanganan hewan sakit,
pemusnahan bangkai, pengeradikasian penyakit hewan, dan pendepopulasian hewan”.
3. Adanya
oknum yang tidak melaporkan kondisi kesehatan ternaknya.
Hal ini melanggar Undang-undang No.
18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan kesehatan Hewan Pasal 45 ayat 1 yang
berbunyi “Setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan
peternakan yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya
penyakit hewan menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan berwenang setempat”.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Penyakit
yang sering muncul pada sapi. Diambil dari http://ednadisnak.blogspot.com. Diakses pada tanggal 11 September 2013. Pukul 19.00.
Anonim, 2012. Bovine Viral Diarrhea .http://jogjavet.wordpress.com. Diakses pada tanggal 10 September 2013 pukul 19.00 WIB.
Anonim, 2012. Manual Penyakit Hewan
Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Darmadi, P. 1989. Kejadian Diare Ganas pada Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan,
Jakarta.
Dharma, D. dan
A.A.G., Putra. 1997. Penyidikan Penyakit
Hewan. CV Bali Media Adhikarsa. Denpasar.
Wiyono, A.,
P. Ronohardjo, R.J. Graydon and P.W.Daniels. 1989. Diare Ganas Sapi. Kejadian Penyakit pada Sapi Bali Bibit Asal
Sulawesi Selatan yang Baru Tiba di Kalimantan Barat. Penyakit Hewan XXI.