SUHU TUBUH, FREKUENSI NAFAS DAN DENYUT JANTUNG SAPI POTONG SIMENTAL
Jumat, 28 November 2014
Edit
Permintaan
yang sangat tinggi terhadap konsumsi pangan hewani dari ternak seperti daging,
telur dan susu dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran gizi. Pasokan sumber protein hewani
terutama daging yang masih belum dapat mengimbangi meningkatnya jumlah
permintaan dalam negeri dapat mempengaruhi hal tersebut .
Ternak
potong adalah salah satu komoditas ternak ruminansia yang perannya cukup
penting dalam kehidupan petani di pedesaan. Sapi
potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Produksi
daging sapi dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi
dan tingkat produktivitas ternak rendah. Rendahnya populasi sapi potong antara
lain disebabkan sebagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil
dengan lahan dan modal terbatas.
Fisiologis
ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan
homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan
dikeluarkan oleh tubuh. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral
pada aktivitas tubuh terendah. Variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila
mekanisme thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Cara
untuk memperoleh gambaran suhu tubuh salah satunya adalah dengan melihat suhu
rectal dengan pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan
dapat mewakili suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai
suhu tubuh.
Respirasi
adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimis
dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara
sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme.Frekuensi
denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatakan pada
dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya.
2. Tujuan
Pengamatan
Tujuan dari pengamatan pada ternak sapi potong ini
bertujuan untuk :
a.
Mengetahui suhu tubuh pada ternak sapi potong.
b. Mengetahui denyut jantung
pada ternak sapi potong.
c. Mengetahui
frekuensi nafas pada ternak sapi potong.
3. Waktu
dan Tempat Pengamatan
Pengamatan
ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Februari 2012 pukul 11.16 – 18.40
WIB bertempat di Rumah Bapak Tarwo, Desa Polokarto RT 02 RW 01 Dukuh Kedusan
Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Pengamatan ini dilaksanakan pada suhu
lingkungan 34,70C dan kondisi lingkungan yang cerah.
A. Tinjauan
Pustaka
Ternak sapi potong, rekor atau data
utama yang dibutuhkan adalah silsilah keturunan atau pedigri, data pertumbuhan
ternak, data beranak dan lainnya yang berkaitan dengan produktivitas. Data-data
mengenai karkas, baru dapat dikumpulkan setelah sapi itu dipotong. Sebagian
besar negara (terutama negara - negara maju), mempunyai bagan atau rancangan
pencatatan sapi pedaging secara resmi sebagai pusat data dan informasi yang
terperici sesuai dengan kebutuhannya dan memberikan bimbingan secara langsung
atau tidak langsung mengenai masalah sapi potong (Ismed, 1986).
Sapi potong merupakan salah satu ternak
penghasil daging di Indonesia. Produksi daging sapi dalam negeri belum mampu
memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah.
Rendahnya populasi sapi potong antara lain disebabkan sebagian besar ternak
dipelihara oleh peternak berskala kecil dengan lahan dan modal terbatas
(Anonim, 2012).
Ciri-ciri dari sapi tipe potong yaitu:
a. Tubuh
dalam, besar, dan brbentuk persegi empat atau balok.
b. Kualitas
dagingnya maksimum dan mudah untuk dipasarkan.
c. Laju
pertumbuhannya cepat.
d. Cepat
mencapai dewasa.
e. Efisiensi
pakannya tinggi (Santosa, 2009).
Frekuensi pernafasan setiap menit untuk
setiap jenis hewan tidak sama. Pada sapi dewasa berkisar antara 12-16 kali
setiap menit, sedangkan pada sapi muda antara 27-37 kali per menit. Denyut
jantung sapi normal bekisar antara 50-60 kali setiap menit yang dapat
didengarkan langsung dari jantung. Suara jantung berirama teratur dan nada
tetap. Kelainan terhadap keteraturan ritme denyut jantung merupakan indikasi
adanya gangguan kondisi sapi (Akoso, 1996).
Suhu rektal merupakan cerminan suhu tubuh bagian dalam
“core body temperature”. Suhu organ bagian dalam tidak
hanya dicerminkan dari suhu rektal, tetapi dapat juga dilihat dengan mengukur
suhu organ-organ bagian lainnya, namun diantara organ-organ lainnya. Rektum merupakan
organ yang paling stabil dalam mencerminkan “core body temperature” (Frandson,
1996). Kisaran suhu tubuh normal pada sapi adalah 37 0C sampai 39 0C dengan suhu kritis 40 0C (Santosa, 2004).
Penerapan ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang
dihasilkannya produksi secara optimal. Unsur penentu iklim salah satunya adalah
suhu lingkungan. Bagi sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38.33°C,
suhu lingkungan 25°C dapat menyebabkan peningkatan rata pernafasan, suhu rektal
dan pengeluaran keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk
mempertahankan diri dari cekaman panas. Semakin banyak jumlah keringat yang
dikeluarkan, hewan makin tidak tahan terhadap cekaman panas (Sientje, 2003).
C. Materi dan Metode Pengamatan
1. Materi
a.
5 ekor sapi betina - Simenthal berumur 2,3-2,8
tahun
Sapi
|
Berat
|
Kondisi
|
1
|
410 kg
|
Di tempat teduh, tenang saat diteliti.
|
2
|
310 kg
|
Di tempat teduh, panik saat diteliti.
|
3
|
320 kg
|
Di tempat terkena sinar matahari, tenang saat diteliti.
|
4
|
350 kg
|
Di tempat terkena sinar matahari, panik saat diteliti.
|
5
|
380 kg
|
Di tempat teduh, tenang saat diteliti.
|
b.
Termometer
c.
Stetoskop
d.
Alkohol 70 %
e.
Stopwatch
f.
Tisu
g.
Alat Tulis
2. Metode
a. Mengukur frekuensi
nafas
1) Menenangkan terlebih dahulu hewan percobaan tersebut.
2) Mengamati
pada bagian perut.
3) Menghitung
banyaknya kembang kempis perut pada hewan percobaan.
4) Menghitung
banyaknya kembang kempis perut pada hewan percobaan selama ±5 menit.
5)
Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali dan
hasilnya dirata – rata.
b. Mengukur suhu tubuh
1) Mengenolkan skala termometer dengan cara dikibas–kibaskan dengan hati –
hati (awas jangan sampai pecah).
2) Memasukkan termometer ke dalam rectum hewan percobaan selama ±5 menit.
3) Mengamati skala pada termometer dan catat hasilnya.
4) Pengukuran
dilakukan sebanyak lima kali dan hasilnya dirata – rata.
c. Mengukur denyut jantung
1) Menenangkan terlebih dahulu hewan percobaan tersebut.
2) Menggunakan stetoskop dan mengarahkan pada bagian bawah
3) Mendengarkan dengan cermat dan menghitung banyaknya detakan jantung
pada hewan percobaan selama ±5 menit.
4) Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali dan hasilnya dirata – rata.
D. Hasil Pengamatan
Tabel 1
Pengukuran frekuensi nafas
|
5 menit
ke-
|
Pukul
|
Frekuensi
Nafas
|
Sapi 1
|
1
|
11.16-11.21
|
172
|
2
|
12.51-12.56
|
183
|
|
3
|
14.23-14.28
|
171
|
|
4
|
15.50-15.55
|
165
|
|
5
|
17.17-17.22
|
155
|
|
Rata-rata
|
169,2
|
||
Sapi 2
|
1
|
11.16-11.21
|
197
|
2
|
12.51-12.56
|
220
|
|
3
|
14.23-14.28
|
186
|
|
4
|
15.50-15.55
|
164
|
|
5
|
17.17-17.22
|
170
|
|
Rata-rata
|
187,4
|
||
Sapi 3
|
1
|
11.48-11.52
|
187
|
2
|
13.24-13.29
|
191
|
|
3
|
14.55-15.00
|
173
|
|
4
|
16.21-16.26
|
152
|
|
5
|
17.47-17.52
|
156
|
|
Rata-rata
|
171,8
|
||
Sapi 4
|
1
|
11.48-11.52
|
199
|
2
|
13.24-13.29
|
234
|
|
3
|
14.55-15.00
|
184
|
|
4
|
16.21-16.26
|
176
|
|
5
|
17.47-17.52
|
166
|
|
Rata-rata
|
191,8
|
||
Sapi 5
|
1
|
12.25-12.30
|
123
|
2
|
13.59-14.04
|
135
|
|
3
|
15.26-15.31
|
111
|
|
4
|
16.53-16.58
|
117
|
|
5
|
18.19-18.24
|
102
|
|
Rata-rata
|
117,6
|
Tabel 2 Pengukuran suhu tubuh
|
5 menit
ke-
|
Pukul
|
Suhu
Tubuh
|
Sapi 1
|
1
|
11.41-11.46
|
38,20
C
|
2
|
13.17-13.22
|
39,00
C
|
|
3
|
14.47-14.52
|
38,70
C
|
|
4
|
16.13-16.18
|
38,50
C
|
|
5
|
17.40-17.45
|
38,30
C
|
|
Rata-rata
|
38,50
C
|
||
Sapi 2
|
1
|
11.41-11.46
|
38,80
C
|
2
|
13.17-13.22
|
39,10
C
|
|
3
|
14.47-14.52
|
39,00
C
|
|
4
|
16.13-16.18
|
38,90
C
|
|
5
|
17.40-17.45
|
38,70
C
|
|
Rata-rata
|
38,90
C
|
||
Sapi 3
|
1
|
12.17-12.22
|
39,50
C
|
2
|
13.51-13.56
|
39,60
C
|
|
3
|
15.18-15.23
|
39,40
C
|
|
4
|
16.46-16.51
|
39,20
C
|
|
5
|
18.11-18.16
|
39,20
C
|
|
Rata-rata
|
39,40
C
|
||
Sapi 4
|
1
|
12.17-12.22
|
39,10
C
|
2
|
13.51-13.56
|
40,00
C
|
|
3
|
15.18-15.23
|
39,80
C
|
|
4
|
16.46-16.51
|
39,50
C
|
|
5
|
18.11-18.16
|
39,50
C
|
|
Rata-rata
|
39,60
C
|
||
Sapi 5
|
1
|
12.42-12.47
|
38,70
C
|
2
|
14.15-14.20
|
39,00
C
|
|
3
|
15.41-15.46
|
38,90
C
|
|
4
|
17.09-17.14
|
38,90
C
|
|
5
|
18.33-18.38
|
38,70
C
|
|
Rata-rata
|
38,80
C
|
Tabel 3 Pengukuran denyut
jantung
|
5 menit ke-
|
Pukul
|
Frekuensi Denyut Jantung
|
Sapi 1
|
1
|
11.24-11.29
|
227
|
2
|
13.00-13.05
|
230
|
|
3
|
14.32-14.37
|
225
|
|
4
|
15.58-16.03
|
212
|
|
5
|
17.25-17.30
|
205
|
|
Rata-rata
|
219,8
|
||
Sapi 2
|
1
|
11.32-11.37
|
315
|
2
|
13.09-13.14
|
325
|
|
3
|
14.40-14.45
|
316
|
|
4
|
16.06-16.11
|
310
|
|
5
|
17.33-17.38
|
303
|
|
Rata-rata
|
313,8
|
||
Sapi 3
|
1
|
11.55-12.00
|
271
|
2
|
13.33-13.38
|
290
|
|
3
|
15.04-15.08
|
283
|
|
4
|
16.29-16.34
|
275
|
|
5
|
17.55-18.00
|
260
|
|
Rata-rata
|
275,8
|
||
Sapi 4
|
1
|
12.03-12.08
|
343
|
2
|
13.43-13.48
|
345
|
|
3
|
15.11-15.16
|
343
|
|
4
|
16.38-16.43
|
330
|
|
5
|
18.03-18.08
|
325
|
|
Rata-rata
|
337,2
|
||
Sapi 5
|
1
|
12.33-12.38
|
280
|
2
|
14.07-14.12
|
287
|
|
3
|
15.33-15.38
|
271
|
|
4
|
17.01-17.06
|
260
|
|
5
|
18.26-18.31
|
255
|
|
Rata-rata
|
270,6
|
PEMBAHASAN
Pengamatan
pada ternak sapi pedaging pertama kali yaitu pengamatan frekuensi nafas, kedua
suhu tubuh pada ternak, dan yang ketiga perhitungan denyut jantung ternak.
Pengamatan
pertama yang telah dilakukan menunjukkan hasil rata-rata frekuensi nafas dalam
waktu 5 menit pada ternak 1 ialah 169,2 ternak 2,3,4 dan 5 berturut-turut ialah
187,4; 171,8; 191,8 dan 117,6. Pada pengamatan ini tidak sesuai dengan
frekuensi nafas normal sapi dewasa yang berkisar antara 12-16 per menit (Akoso,
1996) dan yang per 5 menitnya adalah 60-80. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu suhu lingkungan dan keadaan sapi tersebut saat diamati. Nampak
perbedaan frekuensi nafas pada sapi 1,2,3,4, dan 5. Pada sapi 2 dan 4 frekuensi
nafas lebih banyak, hal ini disebabkan karena kondisi sapi 2 dan 4 pada saat
dilakukan pengamatan sedang panik. Suhu tinggi juga dapat mempengaruhi
frekuensi nafas sapi tersebut.
Frekuensi
pernafasan bervariasi tergantung antara lain dari besar badan, umur, aktivitas
tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen. Kecepatan respirasi meningkat
sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Meningkatnya frekuensi respirasi
menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologik dalam tubuh hewan. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara
yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.
Perhitungan
suhu tubuh yang dilakukan pada pengamatan kedua menyatakan suhu tubuh rata-rata
pada ternak 1 ialah 38,50 C ternak 2,3,4 dan 5 ialah 38,90
C; 39,40 C; 39,60 C dan 38,80 C. Pangamatan
ini menghasilkan suhu tubuh yang rata-rata kurang lebih mendekati suhu tubuh
normal yaitu 38,50 C.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Santosa (2004) yang menyatakan bahwa kisaran tubuh
normal pada sapi adalah 370 C
sampai 390 C. Keadaan normal suhu
tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis
kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas
pencernaan dan jumlah air yang diminum.
Pengamatan
ketiga, perhitungan denyut jantung yang menyatakan denyut jantung rata-rata
pada ternak 1 ialah 219,8 ternak 2,3,4 dan 5 ialah 313,8; 275,8; 337,2 dan 270,6.
Pengamatan denyut jantung ini juga tidak sesuai dengan denyut jantung sapi
normal yaitu berkisar antara 50-60 kali setiap menit (Akoso, 1996), yang per 5
menitnya berkisar sekitar 250-300. Hal ini disebabkan kondisi sapi saat
diamati, sapi yang panik saat diamati denyut jantungnya berbeda dengan sapi
yang tenang saat diamati. Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi banyaknya
denyut jantung pada sapi.
Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis
hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda
mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen daripada hewan tua. Suhu lingkungan
yang tinggi, denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan
peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi,
sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O2 dan
nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi,
bila terjadi cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka
frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan
frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot
respirasi, sehingga memepercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan
selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
Kesimpulan
Hasil pengamatan sapi potong ini dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1. Ternak
potong adalah salah satu komoditas ternak ruminansia yang perannya cukup
penting dalam kehidupan petani di pedesaan.
2. Frekuensi
respirasi/nafas bervariasi tergantung antara lain dari besar badan, umur,
aktivitas tubuh, suhu lingkungan, kelelahan dan penuh tidaknya rumen.
3.
Suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi
disebabkan oleh perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu
lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum.
4.
Frekuensi denyut nadi bervariasi tergantung dari
jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Potensi Ternak Sapi Potong. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27923/3/Chapter%20II.pdf.
(Diakses pada 21 Februari 2012, jam 11.24
WIB).
Dr. Budi. T. K. 1996. Kesehatan
Ternak. Yogyakarta: Kanisius.
Frandson. R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogjakarta.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan
Ternak Sapi. Jakarta: PT Gramedia.
Santosa, Bambang Agus. 2004. Buku Petunjuk Praktikum Produksi Ternak
Perah Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Santosa, Undang. 2009. Mengelola Peternakan Sapi
secara Profesional. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sientje. 2003. Stres Panas
Pada Sapi Perah Laktasi. IPB, Bogor.