LAPORAN PRAKTIKUM SELEKSI TERNAK SAPI PERAH
Jumat, 19 Desember 2014
Edit
Penilaian ternak dilaksanakan berdasarkan atas apa
yang terlihat dari segi penampilannya saja dan terkadang terdapat hal-hal yang oleh
peternak dianggap sangat penting, akan tetapi ahli genetika berpendapat bahwa
hal tersebut sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap potensi perkembangbiakan
atau produksi. Penentuan
seleksi ternak sebaiknya kedua cara penilaian digunakan. Penilaian ternak tersebut dilakukan dengan cara memberikan score
kepada masing-masing ternak sehingga menghasilkan urutan atau
rangking tertinggi berdasarkan nilai rekor performanya, juga baik dalam
memenuhi persyaratan secara fisik.
Penilaian
ternak diantaranya harus mengenal bagian-bagian dari tubuh ternak. Contohnya pada ternak
sapi,
untuk mendapatkan sapi yang baik harus memperhatikan
konformasi tubuh yang ideal,
ternak
yang dinilai harus sehat dan baik sesuai dengan jenis bangsanya, bagus
ukuran tubuhnya, seluruh bagian tubuh harus berpadu dengan rata, harus feminin
dan tidak kasar. Kita
dapat menentukan perbandingan antara kondisi sapi yang ideal dengan kondisi
sapi yang akan kita nilai. Bagian-bagian tubuh sapi yang mendekati kondisi
ideal dapat menunjang produksi yang akan dihasilkannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Seleksi Ternak
Seleksi
dari segi genetik diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan
ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi
kesempatan berproduksi. Ternak-ternak
pada generasi tertentu bisa menjadi tetua
pada generasi selanjutnya jika terdapat dua kekuatan. Kedua kekuatan itu
adalah seleksi alam dan seleksi buatan (Noor, 2004).
Dasar
pemilihan dan penyingkiran yang digunakan dalam seleksi adalah mutu
genetik seekor ternak. Mutu genetik ternak tidak tampak dari luar, yang tampak
dan dapat diukur dari luar adalah performanya. Performa ini sangat ditentukan
oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu, harus
dilakukan suatu pendugaan atau penaksiran terlebih dahulu terhadap mutu
genetiknya atas dasar performansnya. Metode seleksi
dibagi menjadi tiga metode yang sederhana, yaitu:
1. Seleksi individu (individual selection)
adalah seleksi per ternak sesuai dengan nilai fenotipe yang dimilikinya. Metode
ini adalah yang paling sederhana daripada umumnya dan menghasilkan respon
seleksi yang cepat.
2. Seleksi keluarga (family selection)
adalah seleksi keluarga per keluarga sebagai kesatuan unit sesuai dengan
fenotip yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. Individu tidak berperan
dalam metode seleksi ini.
3. Seleksi dalam keluarga (within-family
selection) adalah seleksi tiap individu di dalam keluarga berdasarkan nilai
rata-rata fenotip dari keluarga asal individu bersangkutan (Hardjosubroto, 1994).
Ternak yang mempunyai
performa di atas dari performa yang telah ditentukan terlebih dahulu akan dipilih pada saat melakukan
seleksi, sedangkan yang lebih rendah dari performa tadi akan
disingkirkan. Ternak yang terpilih
akan memiliki nilai rerata performa yang lebih tinggi dari
performa keseluruhan sebelum seleksi. Perbedaan antara rerata performa dari ternak yang terseleksi dengan rerata performa populasi sebelum
seleksi disebut sebagai diferensial
seleksi (selection differential). Proporsi
dari diferensial seleksi
yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya adalah hanya yang bersifat genetik
saja yaitu sebesar angka pewarisannya
(heritability). Jadi,
besarnya differensial seleksi yang
diwariskan adalah sebesar h2S
dan ini disebut sebagai tanggapan
(respon) seleksi yang akan muncul
pada generasi berikutnya (Widodo dan
Hakim, 1981).
B. Sapi Perah
Sapi FH
sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya
rendah, kapasitas perut besar sehingga mampu menampung pakan banyak, mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi susu. Sapi Peranakan
Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara sapi FH dengan sapi
lokal, dengan ciri-ciri yang hampir menyerupai FH tetapi
produksi susu relatif lebih rendah dari FH dan badannya
juga lebih kecil. Hasil dari persilangan tersebut mempunyai sifat
diantara kedua induknya, dimana pertambahan bobot badan cukup tinggi serta
mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis secara baik
(Putra, 2009).
Memilih
ternak berdasarkan visual berarti kita memilih ternak berdasarkan sifat-sifat
yang tampak. Memilih
bibit hampir sama dengan seleksi untuk tujuan produksi. Seleksi berdasarkan
visual ini biasa disebut dengan judging. Judging pada ternak
dalam arti yang luas adalah usaha yang dilakukan untuk menilai tingkatan ternak
yang memiliki karakteristik penting untuk tujuan-tujuan tertentu. Judging dalam arti sempit adalah referensi untuk
pemberian penghargaan tertentu dalam suatu kontes (Santoso, 2004).
Judging maupun
seleksi sapi perah dalam pengamatan berguna untuk menghubungkan antara tipenya
sebagai sapi perah yang baik dengan fungsi produksi susunya. Pemberian
deskripsi dalam penampilan sapi perah yang ideal biasanya menggunakan semacam
kartu skor yang disebut The Dairy Cow Unified Score Card. Kartu skor
tersebut dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu: penampilan umum (30 nilai), sifat
sapi perah (20 nilai), kapasitas badan (20 nilai), sistem mammae (30 nilai)
(Blakely dan Blade, 1995).
Sapi perah
yang berkualitas merupakan salah satu aspek utama penentu keberhasilan usaha
peternakan sapi perah. Membeli sapi
perah yang berkualitas sebaiknya pilih sapi
perah yang memiliki keturunan sapi perah jenis sapi dengan produktifitas susu
tinggi 9 misalnya, keturunan asli sapi FH. Sapi berkualitas juga harus memiliki
tampilan ciri fisik khas sapi perah yang baik, sehat (terutama sistem
reproduksinya), dan bebas penyakit yang menular. Berikut ini ciri fisik sapi
perah yang sehat:
1. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit
menular.
2. Dada lebar serta tulang rusuk panjang dan luas.
3. Ambing besar, memanjang kea rah perut, dan
melebar sampai di antara paha
4. Kondisi ambing lunak, elastik, dan diantara
keempat kuartir terdapat jeda yang cukup besar. Setelah diperah, ambing akan berlipat dan kempis,
sedangkan sebelum diperah mengembung dan besar.
5. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha
lebar.
6. Produksi susu, dengan laktasi
pertama produksi susu minimum 20 liter.
7. Sapi perah yang berkualitas juga dapat
melahirkan setiap tahun sehingga dapat menghasilkan susu secara rutin setiap
tahun (Kemal dan Harianto, 2011).
BCS adalah
nilai kondisi tubuh yang didasarkan
pada estimasi visual timbunan lemak tubuh dibawah kulit sekitar pangkal ekor,
tulang punggung, tulang rusuk dan pinggul lemak, dapat digunakan untuk prediksi
dini status kesenjangan energi sapi perah selama awal laktasi. Penilaian
kondisi tubuh ternak, terutama untuk sapi perah di Indonesia masih jarang
dilakukan sehingga untuk kondisi peternakan sapi perah rakyat sangat penting (Wahiduddin, 2008).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi Praktikum
Alat dan
bahan yang digunakan ada praktikum pemuliaan ternak adalah sebagai berikut:
1. Sapi perah jenis PFH.
2. Alat tulis.
3. Kamera.
B. Metode Praktikum
1. Melakukan pengukuran pada sapi
perah PFH yang meliputi lingkar dada, bobot badan, panjang badan dan tinggi
gumba.
2. Mengamati sapi perah PFH yang berada di dalam kandang meliputi penampilan umum, sifat perah,
kapasitas tubuh dan sistem mammary.
3. Mencatat hasil pengamatan di dalam tabel yang
telah tersedia.
4. Mendokumentasikan ternak yang diamati.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sapi Perah
1. Hasil Pengamatan
Tabel 4. Hasil Pengukuran dan Pengamatan Sapi Perah
No
|
Ketentuan
|
Sapi
Perah Betina
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Bangsa
|
PFH
|
PFH
|
PFH
|
PFH
|
2.
|
Umur (bulan)
|
36
|
36
|
60
|
60
|
3.
|
Berat Badan (kg)
|
432
|
421
|
386
|
421
|
4.
|
Lingkar Dada (cm)
|
170
|
169
|
164
|
169
|
5.
|
Panjang Badan (cm)
|
149
|
141
|
134
|
138
|
6.
|
Tinggi Gumba (cm)
|
126
|
130
|
126
|
133
|
Sumber :
Laporan Sementara Praktikum Pemuliaan Ternak
2014
Tabel 5. Hasil Penilaian Sapi Perah PFH secara Individu
No
|
Juri
|
Sapi Perah Nomor
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1.
|
Thomas
Saputro
|
1
|
2
|
3
|
4
|
2.
|
Desi Wulandari
|
2
|
3
|
4
|
1
|
3.
|
Khisom Alwi
|
2
|
1
|
3
|
4
|
4.
|
Rika Suwistin O
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5.
|
Wahyu Agus T
|
3
|
1
|
2
|
4
|
Sumber :
Laporan Sementara Praktikum
Pemuliaan Ternak 2014
Kriteria
Skoring :
a. Excellent :
nilai 90-100
b. Good Plus :
nilai 85-89
c. Very Good :
nilai 80-84
d. Good :
nilai 75-79
e. Fair :
nilai 70-74
f. Poor :
nilai di bawah 69
2. Pembahasan
Gambar 5. Sapi Perah
nomor 1
Sapi perah
1 merupakan bangsa sapi perah Peranakan Frisian Holstein (PFH). Sapi perah
betina nomor urut 1 mendapatkan jumlah skor 76,5 yang terdiri dari penampilan
umum (20,4), sifat perah (17), kapasitas tubuh (15,8) dan system mammary
(23,3). Sapi perah betina nomer urut 1 termasuk dalam kriteria good.
Gambar 6. Sapi Perah nomor 2
Sapi perah
2 merupakan bangsa sapi perah Peranakan Frisian Holstein (PFH). Sapi nomor urut
2 medapatkan jumlah skor 76,8 yang terdiri dari penampilan umum (22), sifat
perah (18), kapasitas tubuh (16) dan system mammary (20,8). Sapi perah
betina nomer urut 2 termasuk dalam kriteria good. Sapi perah ini adalah sapi
perah yang paling baik daripada sapi perah lainnya.
Gambar 7. Sapi Perah
nomor 3
Sapi perah
3 merupakan bangsa sapi perah Peranakan Frisian Holstein (PFH). Sapi nomor urut 3
mendapatkan jumlah skor 71 yang terdiri dari penampilan umum (19,6), sifat
perah (17), kapasitas tubuh (15) dan system mammary (19,4). Sapi perah
betina nomer urut 3 termasuk dalam kriteria fair
Gambar 8. Sapi Perah
nomor 4
Sapi perah
4 merupakan bangsa sapi perah Peranakan Frisian Holstein (PFH). Sapi nomor urut
4 medapatkan skor 68,2 yang terdiri dari penampilan umum (19), sifat perah
(15), kapasitas tubuh (12) dan system mammary (16,8). Sapi perah 4
memiliki kriteria poor.
Hasil dari penilaian kelompok kami didapatkan bahwa sapi perah
betina nomor urut 2 yang paling baik, sedangkan sapi perah
betina nomor urut 4 yang menduduki
peringkat terakhir. Urutan
penilaian sapi perah yang didapat dari yang tertinggi hingga yang terendah
berdasarkan penilaian rata-rata yaitu tertinggi sapi potong nomor 2, kemudian
nomor urut 2 diperoleh sapi potong nomor 1 dan nomor urut ketiga diperoleh sapi
potong nomor 3 dan yang terendah sapi potong nomor 4. Penilaian ternak sapi perah yang dilakukan praktikan
dapat diketahui ternak sapi yang terbaik dan memiliki kesehatan yang baik. Hasil
pengamatan tersebut adalah
rata-rata dari
pengamatan individu kelompok 14, karena tiap individu memiliki penilaiannya
masing-masing.
Klasifikasi
penilaian pada praktikum judging sapi perah betina yaitu excellent
dengan nilai 90 - 100, good plus dengan nilai 85 - 89, very good nilai 80 - 84, good nilai 75 - 79, fair nilai 70 - 74 dan poor
< 69. Klasifikasi yang diungkapkan oleh Bligh dan Johnson (1973) sama dengan
praktikum sapi perah yang dilakukan yaitu sapi termasuk kategori exellent
dengan nilai lebih dari 90, good plus dengan nilai 85 - 90, good
dengan nilai 75 - 85 dan poor
jika nilainya dibawah 75. Menurut Blakely dan Bade (1995) berbeda yaitu
sangat bagus (85 - 90), agak bagus (80 - 84), bagus (75 - 79), sedang (65 -
74), buruk (<65). Klasifikasi tersebut bisa berbeda-beda tergantung bangsa
sapi perah yang diamati.
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat praktikan peroleh dari praktikum Ilmu Pemuliaan
Ternak ini ialah :
1. Penilaian (judging) dilakukan pada setiap individu ternak yang
akan dipilih dengan cara mengisikan skor yang sesuai dengan penilaian melalui
pengamatan, pandangan dan perabaan.
2. Hasil penilaian rata-rata sapi
perah PFH yang diperoleh dari urutan sapi nomor 1, 2,3 dan 4 yaitu 76,5; 76,8;
71 dan 68,8.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J dan Bade, D. H. 1995. Ilmu Peternakan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harjosubroto. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan
Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Kemal, S. E. dan Harianto, B. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi
Perah. PT
AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Noor, R. 2004. Genetika Ternak. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan
Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu
Moeria Kudus Jawa Tengah). UNDIP. Semarang.
Santosa, B. A. 2004. Buku Petunjuk Praktikum
Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Semarang.
Wahiduddin,
M. 2008. Manajemen Sapi Perah pada Peternakan Rakyat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Widodo, W. Dan L. Hakim. 1981. Pemuliaan
Ternak. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya. Malang.