LAPORAN TEKNOLOGI FEEDLOT
Senin, 01 Desember 2014
Edit
Kebutuhan akan konsumsi
daging di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya jumlah penduduk dan rata-rata kualitas hidup masyarakat serta
semakin tingginya kesadaran dari masyarakat untuk mengkonsumsi pangan dengan
kualitas baik dan kuantitas yang cukup (Rustam, 2011). Sejalan
dengan meningkatnya penduduk, kebutuhan akan konsumsi daging di Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya. Peluang usaha penggemukan sapi potong sangat
menjanjikan karena melihat meningkatnya permintaan bahan makanan yang berasal
dari hewan sebagai sumber protein hewani khususnya daging. Usaha
penggemukan sapi potong juga relevan dengan upaya pelestarian sumber daya
lahan.
Usaha
penggemukan sapi potong merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat
peternakan yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan di masa depan.
Hal ini terbukti dengan semakin banyak diminati masyarakat baik dari kalangan
peternak kecil, menengah maupun swasta atau komersial. Usaha penggemukan sapi
pada dasarnya adalah mendayagunakan potensi genetik ternak untuk mendapatkan
pertumbuhan bobot badan yang efisien dengan memanfaatkan pakan serta sarana
produksi lainnya, sehingga menghasilkan nilai tambah usaha yang ekonomis.
Sejauh ini dikenal dengan empat sistem penggemukan yang sering diterapkan di
peternakan-peternakan tertentu, yakni sistem pasture
fattening, dry lot fattening, sistem kombinasi yakni pasture
dandry lot fattening, dan sistem kereman atau
penggemukan dry lot fattening yang lebih sederhana. Keempat sistem penggemukan di atas, masing-masing memiliki manajemen yang
berbeda serta memiliki kelebihan serta kelemahan. Prinsipnya, perbedaan sistem penggemukan sapi terletak pada teknik pemberian pakan atau
ransum, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkans
erta lama penggemukan (Rudin, 2013).
PT
Andini Megah Sejahtera merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang penggemukan sapi potong di daerah Boyolali. Perusahaan tersebut dipimpin oleh Ibu Chinta Setyaning Nugraha,
pada bulan Juli tahun 2012 dan berkembang sampai sekarang ini. Pengamatan yang
dilakukan berupa pengetahuan terhadap data
identitas peternak/pengusaha feedlot, latar belakang pengusaha, mengevaluasi
tingkat kelayakan perusahaan feedlot, lokasi feedlot, design
feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, susunan dari ransum
yang diberikan, penyakit, pengelolaan kesehatan yang dilakukan, penanganan
limbah, dan pemasaran hasil feedlot. Hasil akhir dari pelaksanaan
Praktikum Teknologi Feedlot ini
diharapkan mahasiswa mengetahui pengembangan usaha feedlot sapi potong
yang berada di daerah sekitar kota Boyolali.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sapi Potong
Perkembangan peternakan di dunia akan
memicu perkembangan ternak tertentu. Hal ini dikarenakan atas dasar
pemuliaan ternak dengan tujuan satu atau beberapa sifat yang menguntungkan
dalam perdagangan ternak. Ternak ini yang dikelompokkan dalam bangsa-bangsa
ternak eksotik ataupun ternak akan muncul satu sifat yang digunakan apabila
mendapat perlakuan tertentu. Sebagai contoh, banyak ternak sapi potong dari
bangsa Eropa yang termasuk bos Taurus (Abarden Angus) dikawinkan
dengan bos indicus (Brahman) untuk mendapatkan ternak penghasil daging
yang dipelihara didaerah tropis (Brangus) (Sarwono dan Arianto, 2006).
Ternak sapi potong di Indonesia memiliki
arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan dengan fungsinya sebagai
penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk kandang, tabungan, atau sumber
rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah sebagai komoditas sumber pangan
hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera
konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat
(Santosa dan Yogaswara, 2006).
Sapi merupakan penghasil daging utama di
Indonesia, walaupun bakalan sapi masih terpenuhi dari impor.Konsumsi daging
sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional.Konsumsi daging
sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsumsi daging pada tahun 2006
mencapai 4,1 kg/ kapita/tahun meningkat menjadi 5,1 kg/kapita/tahun pada tahun
2007. Namun peningkatan konsumsi daging ini tidak diimbangi dengan peningkatan
populasi ternak (ketidakseimbangan antara supply dan demand),
sehingga diseimbangkan dengan impor daging sapi setiap tahun yang terus
meningkat sekitar 360 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 650 ribu ton pada tahun
2008 (Luthan, 2009).
Sapi potong merupakan komoditas subsektor
peternakan yang sangat potensial. Hal ini bisa dilihat dari tingginya
permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini Indonesia belum mampu menyuplai
semua kebutuhan daging tersebut. Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka
jalur impor untuk sapi hidup maupun daging sapi dari negara lain, misalnya
Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih
tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar akan daging sapi masih terus
memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar domestik, permintaan daging
di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan Purbowati, 2009).
Sapi PO (Peranakan Ongole), di pasaran
juga sering disebut sebagai sapi lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih. Sapi PO
ini hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina
Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos Indicus) sebenarnya berasal
dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang disebarkan di
Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Sapi Ongole (Bos indicus)
memerankan peran yang penting dalam sejarah sapi di Indonesia. Sapi
jantan Ongole dibawa dari daerah Madras, India ke pulau Jawa, Madura dan Sumba.
Daerah Sumba dikenal dengan sapi Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole (SO) dibawa ke
Jawa dan dikawinkan dengan sapi asal jawa dan kemudian dikenal dengan peranakan
Ongole (PO). Sapi Ongole dan PO baik untuk mengolah lahan karena badan besar,
kuat, jinak dan bertemperamen tenang, tahan terhadap panas, dan mampu
beradaptasi dengan kondisi yang minim (Siregar, 2008).
Sapi Limousin merupakan bangsa sapi yang
berasal dari Prancis. Ciri-ciri sapi Limousin yaitu konformasi kepala
menyerupai persegi (perbandingan antara ukuran panjang dan lebar kepala hampir
sama), leher pendek, warna tubuh merah keemasan dengan warna yang lebih terang
padabagian perut bagian bawah, paha bagian dalam, daerah sekitar mata, mulut,
anusdan ekor, konformasi badan kompak. Salah satu jenis sapi impor yang
didatangkan ke Indonesia ialah sapi Limousin, yang memiliki keunggulan
dibanding sapi lokal yaitu pertambahan bobot badan harian (PBBH) berkisar
antara 0,80-1,60 kg/hari, konversi pakan tinggi dan komposisi karkas tinggi dengan
komponen tulang lebih rendah (Hadi et al., 2002).
Sapi Simpo (Simmental-Ongole) merupakan silangan antara sapi potong local
dengan menggunakan semen sapi simmental. Peternak cenderung memilih sapi Simpo
karena mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan pedet yang dilahirkan
memiliki berat badan yang besar serta memiliki daya jual yang tinggi. Berat
badan sapi Simpo lebih besar dari pada sapi PO yaitu 450 kg dibanding 350 kg
(Dewi, 2005).
B.
Feedlot
Sapi Potong
1.
Lokasi Feedlot
Kandang
diusahakan dibangun pada lokasi yang jauh dari lingkungan pemukiman masyarakat.
Lokasi sebaiknya tidak terganggu oleh tiupan angin kencang. Tiupan angin
kencang akan membuat ternak mudah sakit, lemas, dan kembung (Setiawan dan Arsa,
2005). Menurut Murtidjo (1993), lokasi perkandangan harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Kandang
dibuat di daerah yang relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya, tidak
lembab, serta jauh dari kebisingan.
b. Aliran
udara segar, terhindar dari aliran udara yang kencang.
c. Sinar
matahari pagi bebas masuk kandang, tetapi pada siang hari tidak sampai masuk ke
dalam kandang.
d. Agak
jauh dari pemukiman dan masyarakat tidak merasa terganggu.
e. Lokasi
dianjurkan jauh dari sumber air minum yang dipergunakan oleh masyarakat sekitar
sehingga kotoran ternak tidak mencemari, baik secara langsung maupun lewat
rembesan.
f. Usahakan
lokasi kandang jauh dari tempat keramaian seperti jalan raya, pasar dan pabrik
agar ketenangan ternak dapat terjaga.
Syarat kandang yang baik menurut Soedono et al. (2003), yaitu atap kandang minimal
3 meter tingginya. Lapangan untuk berjalan-jalan pedet harus bebas dari kotoran
untuk mencegah infeksi parasit. Persediaan minum harus cukup di bawah naungan
makanan konsentrat, hijauan, pakan dengan kualitas tinggi dan mineral juga
harus tersedia cukup. Tempat berbaring beralas jerami kering ditambah serbuk
gergaji yang harus tersedia.
2.
Desain Feedlot
Beberapa hal yang harus
diperhatikan mengenai kandang diantaranya adalah desain layout,
kapasitas dan materi bangunan kandang terutama lantai dan atap kandang. Semua harus diperhatikan dalam rangka
mempermudahkan alur kegiatan pemeliharaan mulai dari kedatangan bakalan,
kemudahan proses pemberian pakan ternak dan minum, sekaligus menyangkut
kemudahan membersihkan kandang baik dari sisa kotoran, makanan dan genangan air
serta persiapan pngangkutan sapi yang siap dijual (Rahmat, 2005).
Menurut
Soeprapto dan Abidin (2006), untuk memenuhi standar kegunaan, kandang harus
dibuat dengan beberapa persyaratan teknis sebagai berikut :
a.
Terbuat dari bahan-bahan berkualitas, tahan lama dan tidak mudah rusak.
b.
Apabila hendak membuat kandang koloni, luas kandang harus sesuai dengan
jumlah sapi sehingga sapi bisa bergerak leluasa.
c.
Biaya pembuatan tidak terlalu mahal.
d.
Konstruksi lantai kandang dibuat dengan kemiringan 5-100,
sehingga tidak ada air yang menggenang. Selain itu, bahan lantai kandang dibuat
dari bahan yang tidak menyebabkan becek.
e.
Harus dibuat sistem sirkulasi udara yang memungkinkan lancarnya keluar
masuk udara.
f.
Sinar matahari sebaiknya bisa masuk secara keseluruhan tanpa dihambat
oleh keberadaan pohon atau dinding kandang.
g.
Angin yang bertiup sebaiknya tidak menerpa ternak secara langsung.
h.
Atap kandang dibuat dari bahan yang murah, awet, ringan serta mampu
memberikan kehangatan saat malam hari
Kandang merupakan
tempat ternak melakukan segala aktivitas hidupnya. Kandang yang baik adalah
sesuai dengan persyaratan kondisi kebutuhan dan kesehatan sapi. Persyaratan
umum perkandangan adalah sinar matahari harus cukup sehingga kandang tidak
lembab, sinar matahari pada pagi hari tidak terlalu panas dan mengandung sinar
UV yang berfungsi sebagai desinfektan, dan pembentukan vitamin D, lantai
kandang selalu kering karena kandang yang lantainya basah apabila berbaring
maka tubuhnya akan basah yang dapat mengaggu pernapasan, dan memerlukan tempat
pakan yang lebar sehingga sapi mudah untuk mengkonsumsi pakan (Sasono, 2009).
Bahan atap
yang biasa digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk).
Bahan genting biasanya menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya lebih
efisien. Beberapa macam bahan yang bayak digunakan adalah genting, karena
terdapat celah-celah sehingga sirkulasi udara cukup baik, apabila menggunakan
bahan seng untuk atap dibuat tiang yang tinggi agar panasnya tidak begitu
berpengaruh terhadap ternak (Suranto, 2003).
Beberapa
perlengkapan kandang untuk sapi meliputi :palungan yaitu tempat pakan, tempat
minum, saluran drainase, tempat penampungan kotoran, gudang pakan dan peralatan
kandang. Selain itu harus dilengkapi dengan tempat penampungan air yang
terletak diatas (tangki air) yang dihubungkan dengan pipa ke seluruh kandang.
Kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang
merugikan dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh kenyamanan. Kandang
sapi salah satunya dapat kandang barak. kepadatan kandang diperhitungkan tidak lebih kurang dari 2 m per ekor (Santosa,
2001).
Kandang
merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal ternak atas
sebagian atau sepanjang hidupnya. Suatu peternakan yang dikelola dengan tata
laksana pemeliharaan yang baik memerlukan sarana fisik sebagai penunjang atau
kelengkapan, selain bangunan kandang. Saran fisik tersebut antara lain kantor
kelola, gudang, kebun hijauan pakan, dan jalan. Komplek kandang dan bangunan-bangunan
pendukung tersebut disebut sebagai perkandangan. Dengan demikian, perkandangan
adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun
prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan
(Rianto dan Purbowati, 2009).
Kandang dapat
dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang
dimiliki. Kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau
satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada
dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Biasanya
dibuat jalur di antara kedua jajaran tersebut untuk jalan (Sugeng, 2002).
3.
Bakalan
Menurut
Sarwono dan Arianto (2006), keberhasilan penggemukan sapi potong sangat
tergantung pada pemilihan bakalan yang baik dan kecermatan
selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan
tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi
impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi
yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama
bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi
serinya telah tanggal.
Sapi pada
umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indicus, Bos Taurus dan
Bos Sondaikus. Bos Indicus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah
tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah dingin
dan Bos Sondaikusdan bos indicus merupakan bangsa sapi yang
terdapat di daerah tropis. Sapi yang di usahakan sebagai ternak potong
mempunyai ciri antara lain :
a.
Ukuran tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok.
b.
Kualitas dagingnya baik.
c.
Laju pertumbuhannya cepat.
d.
Efisiensi pakannya tinggi.
Kriteria
pemilihan sapi dari bentuk luarnya adalah :
a.
Ukuran badan panjang dan dalam.
b.
Bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan
belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar.
c.
Paha sampai pergelangan kaki penuh berisi daging.
d.
Dada lebar dan dalam serta menonjol.
e.
Kaki besar, pendek dan kokoh (Sugeng, 2001).
Menurut
Ngadiyono (2007), sapi bakalan ACC dengan kondisi kurus tetapi sehat hanya
membutuhkan waktu 60 hari untuk menjadi gemuk, dengan rataan bobot badan 454,35 kg dan konversi pakan 8,22 jauh lebih
efisien dibanding lama penggemukan 90 dan 120 hari. Kriteria pemilihan bakalan
yaitu berasal dari induk yang memiliki potensi genetik yang baik, bakalan agak
kurus, umur bakalan 2 – 2,5 tahun, sehat dan tidak mengidap penyakit, serta
bentuk tubuh yang proporsional (Rianto dan Purbowati, 2009).
Usaha
penggemukan sapi pedaging membutuhkan modal utama, yaitu tersedianya bakalan
yang memenuhi syarat secara kontinyu. Kemampuan peternak memilih dan
menyediakan bakalan secara berkelanjutan sangat menentukan laju pertumbuhan dan
tingkat keuntungan yang diharapkan. Usaha penggemukan sapi bertujuan
mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara (Hadi et
al., 2002).
4.
Pakan
Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak
dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai
satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tampa
tambahan substabsi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Semua
bahan pakan tersebut, baik pakan kasar maupun konsentrat dicampur secara
homogen menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan pakan
lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan
adalah mengutamakan menggunakan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri
dan sedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000).
Paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya
masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh
berbasis sumber daya lokal. Penggalian potensi penggunaan limbah sebagai bahan
pakan lokal sangat diperlukan mengingat rumput yang merupakan kebutuhan utama
pada sapi, yang ketersediaannya langka dimusim kemarau. Penggunaan pakan lokal
merupakan salah satu pakan alternatif pemecahan masalah ketidakkontinyuan
penyediaan bahan pakan untuk hewan ruminansia (Syamsu et al., 2003).
Menyusun ransum untuk
penggemukan sapi sebaiknya terdiri dari pakan kasar/hijauan dan
pakan konsentrat, tujuannya adalah untuk saling
melengkapi kekurangan zat gizi satu sama lain dari bahan-bahan pakan sehingga
penampilan ternak dapat optimal. Pemberian konsentrat yang tinggi merupakan
salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan
daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya. Perbandingan
pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk penggemukan sapi secara komersial
antara 30% : 70% atau maksimal 20% :
80%. Namun secara finansial pemberian konsentrat dianggap ekonomis apabila
penambahan pendapatan lebih tinggi atau setara dengan penambahan biaya dari
jumlah pemberian konsentrat yang diberikan (Nuschati, 2003).
Rumput adalah tumbuhan yang kuat dan bisa
tumbuh cepat. Padang rumput yang luas di Afrika dinamakan sabana, di Australia
dinamakan semak, di Amerika Utara dinamakan prairie, di Amerika Selatan
dinamakan pampas, dan di Asia di sebut stepa. Hijauan yang hendak ditanam tentu
saja menguntungkan sehingga harus memenuhi produktivitas persatuan luas yang
tinggi, nilai palabilitas yang baik, serta beradaptasi baik dengan lingkungan.
Sebagai contoh jenis rumput potong yang memilki palabilitas yang baik adalah
rumput gajah (Pennistum purpureum), Setaria sphacelata, Panicum
maximum, rumput gembala misalnya African Star Grass (Civardi dan
Thomson, 2003).
Rumput gajah
(Pennisetum purpureum) merupakan tanaman tahunan yang membentuk rumpun
dengan tinggi mencapai 4,5 m. Rumput gajah sangat disukai ternak, tahan
kering dan tergolong rumput yang berproduksi tinggi dengan produksi di daerah
lembah atau dengan irigasi dapat mencapai lebih dari 290 ton rumput segar/ha/tahun (Mcllroy, 2000). Rumput gajah dapat
hidup pada tanah asam dengan ketinggian 0-3000 m dan dapat dipotong apabila
rumput sudah mencapai ketinggian 1 – 1,5 m (Reksohadiprodjo, 2000).
Rumput gajah berasal dari Afrika dan mempunyai kadar protein
yaitu 9,5% dari bahan keringnya (Soedomo, 2000). Pennisetum purpureum
berproduksi sekitar 150.000 kg/ha/th dan dapat dilakukan pemotongan setelah
50-60 hari dan selanjutnya dilakukan 30-50 hari sekali. Panjang batang rumput
mencapai 2,7 m dengan buku dan kelopak berbulu, helai daun mempunyai panjang
30-90 cm dan lebar 2,5 mm sedangkan lidah daun sangat sempit dan berbulu putih
pada ujungnya dengan panjang 3 mm. Rumput gajah
banyak dijumpai di persawahan.Tingginya mencapai 5 m, berbatang tebal dan
keras, daun panjang, dan dapat berbunga seperti es lilin. Kandungan rumput
gajah terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK), 1,6%
lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN). Jarak tanamnya bervariasi 60 x 75 cm, 60 x 100 cm, 50 x 100 cm, 75 x 100 cm dan lain sebagainya.
Produksi rata-rata sekitar 250 ton/ha/tahun. Rumput ini berumur panjang, tumbuh
membentuk rumpun dan batang tegak.
5.
Penyakit
Sanitasi dalam
usaha peternakan mutlak diperlukan untuk menjaga kesehatan ternak yang
bersangkutan. Sanitasi yaitu tindakan untuk menjaga kebersihan lingkungan
setiap harinya. Sanitasi yang baik akan menekan perkembangan penyakit uang
dapat menyerang baik pada ternak maupaun peternak sendiri. Pemeliharaan kandang
dengan sanitasi adalah tindakan pencegahan (preventif) yang sangat baik
(Soedono et al., 2003).
Feedlot
adalah pemeliharaan dan penggemukan dilakukan secara intensif dengan waktu
tertentu yang telah ditetapkan, misalkan 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 9 bulan.
Peluang terkena penyakit kemungkinan sangat kecil dikarenakan pemeliharaan
dalam waktu singkat. Penyakit yang paling umum menyerang yaitu pincang,
pneumonia, flu, dan lain-lain. Cara penanganannya yaitu dengan memisahkan
ternak dari ternak yang sehat dan kemudian diberikan obat (Lestari, 2014).
Pencegahan
merupakan tindakan untuk melawan berbagai penyakit. Usaha pencegahan ini
meliputi karantina atau isolasi ternak, vaksinasi, deworming, serta
pengupayaan peternakan yang higienis (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Sapi-sapi
bakalan yang akan digemukkan atau yang baru dibeli di pasar hewan, perlu
dimasukkan ke dalam kandang karantina yang letaknya terpisah dari kandang penggemukan.
Pemberian vaksin biasanya dilakukan pada saat sapi bakalan berada di kandang
karantina. Pemberian vaksin cukup dilakukan sekali untuk setiap ekor karena
sapi hanya dipelihara dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 3-4 bulan
(Abidin, 2008).
Menurut Astiti
(2010), prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi adalah ruang dan alat yang
disanitasi, monitoring program sanitasi, harga bahan yang digunakan,
ketrampulan pekerja dan sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan. Pengendalian
penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan
pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi dengan menjaga kebersihan kandang beserta
peralatannya, termasuk memandikan sapi. Serta sapi yang
sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan. Mengusakan lantai kandang selalu kering dan memeriksa
kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Tindakan pencegahan
penyakit pada ternak sapi potong seperti, hindari kontak
dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit agar
tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit brucellosis dan tubercollosis,
desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Beberapa penyakit
ternak yang sering menyerang sapi seperti antrax,
ngorok, keluron dan lain-lain. Pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi
secara teratur (Syukur, 2010).
6.
Penanganan Limbah
Limbah
sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni. Saat ini limbah sapi yang
dijadikan kompos atau pupuk organik banyak diminati masyarakat. Hal ini
disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah.
Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi
sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini dilakukan dengan
berbagai cara tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Soedono et al., 2003).
Tempat
penimbunan kotoran ternak terdiri dari dua bagian utama yaitu lubang dan atap.
Ukuran lubang penimbunan dibuat sesuai dengan jumlah kotoran ternak yang
dihasilkan. Atap dapat dibuat dari berbagai bahan, yang penting dapat
melindungi kotoran dari terik matahari dan air hujan (Santosa, 2001).
Kotoran sapi
bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung mikroorganisme cell
akan menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine compost. Fine
compost akan menyuplai unsur hara yang diperlukan tanaman sekaligus
memperbaiki struktur tanah. Hasilnya, biaya produksi lebih rendah dan produksi
meningkat.Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm),
bertujuan sebagai salah satu upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta
membuat limbah-limbah yang tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya
hasil. Limbah seperti kotoran ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan
stardec mampu menciptakan sebuah solusi untuk meningkatkan martabat alam
yang seimbang (Trobos, 2001).
Limbah ternak
dapat bermanfaat sebagai pupuk kandang. Feses jika diolah secara benar
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi selain dari penjualan susu dan penjualan
anak. Setiap ekor sapi bisanya mengeluarkan feses kurang lebih 10 kg perhari.
Jika dipehitungkan secara ekonomis akan menambah pendapatan petani peternak
(Priyo, 2008).
Limbah
peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan salah
satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Namun di
sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah
bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan termasuknya di dalamnya
limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran
ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand), bakteri
patogen sehingga menyebabkan polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air
permukaan), polusi udara dengan debu dan bau yang ditimbulkannya (Efriza,
2009).
Sapi potong
merupakan salah satu komponen usaha yang cukup berperan dalam agribibisnis
pedesaan, utamanya dalam sistem integrasi dengan sub sektor pertanian lainnya,
sebagai rantai biologis dan ekonomis sistem usaha tani. Terkait dengan
penyediaan pupuk, maka sapi dapat berfungsi sebagai pabrik kompos. Seekor sapi
dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg/hari yang apabila diproses akan
menjadi 4-5 kg pupuk organik. Potensi pupuk organik ini diharapkan dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk mernpertahankan kesuburan lahan, melalui
siklus unsur hara secara sempurna (Mariyono et al., 2010).
7.
Pemasaran
Sapi hasil
penggemukan biasanya dijual setelah penggemukan selama 4 – 6 bulan dengan bobot
jual 584 – 600 kg. Sebelum memasarkan sapi perlu dilakukan penimbangan sapi,
penentuan harga jual, menentukan pasar tujuan. Selain itu juga menentukan jalur
pemasaran, alat angkut dan strategi pemasaran (Fikar dan Ruhyadi, 2010).
Riset pemasaran mengkhususkan informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi
isu-isu,mendesain metode pengumpulan informasi, mengelola
dan mengimplementasi proses pengumpulan data, menganalisis hasilnya dan mengkomunikasikan
hasil temuan dan implikasinya. Saat peternak menjual sapi
disarankan berdasar bobot badan atau bobot karkas (sapidihargai setelah
dipotong) dan mengetahui harga pasar (Sugeng, 2001).
Beberapa
hari sebelum penggemukan selesai, peternak sebaiknya telah mengetahui sasaran pemasaran
serta harga sapi yang akan dijualnya. Penaksiran harga itu didasarkan pada
bobot badan dan harga sapi yang sedang berlaku dipasaran. Akan lebih baik
apabila penjualan sapi dapat diatur pada saat harga sapi sedang baik. Setiap
peternak yang melakukan penggemukan sapi hendaknya selalu memonitor harga sapi
di pasaran agar jangan sampai tertipu oleh harga penawaran pedagang-pedagang ternak
(Siregar, 2008).
III. CARA PELAKSANAAN
A.
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kunjungan ke perusahaan feedlot
sapi potong dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 3 Mei 2014 bertempat di PT
Andini Megah Sejahtera, berlokasi di Jalan Wisata Tlatar Km. 3,3
Desa Kebonbimo, Kecamatan Tlatar,
Kabupaten Boyolali pada pukul 08.00-11.00 WIB.
B.
Metode Pengumpulan Data
1.
Metode Langsung
a.
Observasi/Survey lapang
Observasi secara langsung
dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan.
b.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada farm manager PT
Andini Megah Sejahtera.
c.
Dokumentasi
Melakukan pencatatan dan
pengambilan gambar yang berhubungan dengan kegiatan
praktikum.
2.
Metode tidak langsung
a.
Metode pengumpulan data dengan mencatat data-data yang telahada,
meliputi data identitas peternak/pengusaha feedlot, lokasi feedlot,
desain feedlot, bakalan/feeder stock, pakan/ransum, penyakit,
penanganan limbah, dan pemasaran hasil.
b.
Studi pustaka dengan penelusuran referensi sebagai bahan pelengkap,
pendukung dan pembanding serta konsep dalam pemecahan masalah yang diambil dari
buku-buku maupun browsing internet.
IV. PEMBAHASAN HASIL PRATIKUM
1.
Identitas Peternak/Pengusaha Feedlot
Peternakan PT Andini Megah Sejahtera berada di Desa
Kebonbimo Jl. Wisata Tlatar Km 3,3 Kecamatan Boyolali, Boyolali. Pemilik
peternakan bernama Chinta Setyaning Nugraha ini pada awalnya mendirikan usaha
penggemukan (feedlot) di daerah Boyolali kota dan mulai bulan Juli tahun
2012 membuka usaha penggemukan sapi di daerah dekat wisata Tlatar. Kapasitas
ternak yang ada berjumlah 250 ekor dengan 10 ekor jantan dan 240 ekor betina.
Jenis bakalan sapi potong yang digemukkan di peternakan tersebut adalah jenis
sapi peranakan Limousin, peranakan Simmental, peranakan Ongole, dan sapi jawa.
2.
Lokasi Feddlot
Letak geografis perusahaan PT Andini
Megah Sejahtera yaitu 10022’ BT - 110050’ BT dan 7036’
LS – 7071’ LS. Curah hujan sebesar 50 – 300 mm/bulan.
Arah angin yaitu Tenggara dengan kecepatan angin 25 km/jam dan sinar matahari
dapat masuk ke dalam kandang. Topografi kandang yaitu bergelombang dengan suhu
25 – 29 0C dan kelembaban 60 – 70 %.
Ketersediaan air lancar, terlalu tersedia dan sumber air berasal dari sungai,
sumur, dan sumber air bersih Tlatar.
Ketersediaan pakan lancar dan asal pakan
dari lahan sendiri (hijauan) dan pembelian dari warga sekitar (jerami padi dan
hijauan). Ketersediaan bakalan kontinyu tersedia terus-menerus dan asal
bakalan yaitu dari daerah sekitar Boyolali dan pasaran jawa. Ketersediaan pasar
local yaitu di pasaran sekitar dan tempat pemasarannya dapat dipasaran atau
para jagal dapat langsung datang ke peternakan. Keadaan harga yaitu dengan
mengikuti harga pasaran mulai dari Rp. 37.000,00 – Rp. 39.000,00/kg BB hidup.
Fasilitas transportasi yang ada yaitu armada yang telah disediakan untuk
pemasaran jarak jauh.
Kandang diusahakan dibangun pada lokasi yang jauh dari lingkungan
pemukiman masyarakat. Lokasi sebaiknya tidak terganggu oleh tiupan angin
kencang. Tiupan angin kencang akan membuat ternak mudah sakit, lemas, dan
kembung (Setiawan dan Arsa, 2005). Hal ini sesuai dengan peternakan PT Andini
Megah Sejahterayang berada jauh dari pemukiman masyarakat. Arah angin yang ada
juga tidak mengganggu keadaan ternak karena tidak secara langsung mengenai
ternak tetapi arah anginnya yaitu Tenggara, sehingga pendirian lokasi feedlot
seperti yang dikemukakan oleh Setiawan dan Arsa (2005) telah sesuai.
3.
Bakalan
Bakalan yang terdapat pada PT Andini Megah
Sejahteraterdiri dari jenis sapi Simpo (Peranakan Simental PO), Limpo
(Peranakan Limousin PO), PO, dan sapi Jawa. Sapi yang digunakan
kebanyakan sudah persilangan antara bos indicus dengan bos Taurus.
Hal ini dikarenakan sapi bos Taurus jika tidak dipersilangkan dengan bos
indicus maka tidak bisa mengadaptasikan dirinya dengan lingkungan tropis.
Menurut Sugeng (2001), sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok
yaitu Bos Indicus (zebu: berpunuk), Bos Taurus dan Bos
Sondaikus.Bos Indicus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerah
tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapiyang terdapat di daerah dingin
dan Bos Sondaikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di daerahtropis.
Sapi yang di usahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri antara lain ukuran
tubuh besar, berbentuk persegi panjang atau balok, kualitas dagingnya baik,
laju pertumbuhannya cepat, cepat dewasa, dan efisiensi pakannya tinggi.
Kriteria pemilihan sapi dari bentuk luarnya adalah ukuran badan panjang dan
dalam, bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan, tengah dan
belakang serasi dan garis badan atas dan bawah sejajar, paha sampai pergelangan
kaki penuh berisi daging, dada lebar dan dalam serta menonjol, dan kaki besar,
pendek dan kokoh.
Gambar Bakalan
Jumlah sapi bakalan yang ada yaitu 250
dengan 10 ekor jantan dan 240 ekor betina. Asal sapi yaitu dari daerah sekitar
Boyolali dan pasaran Jawa (pasar Sunggingan, pasar Prambanan, dan pasar
Ngampel). Ketersediaan bakalan secara konyinyu tidak pernah terhambat. Harga
bakalan menyesuaikan harga pasaran dengan harga Rp. 10.000.000,00 – Rp.
14.000.000,00/250 - 350 kg BB hidup. Keunggulan jenis
bakalan yang diunakan yaitu karena adanya ketersediaan bakalan sapi lokal yang
melimpah dan regulasi pemerintah atas larangan sapi impor tidak boleh masuk di
daerah Boyolali.
Lama penggemukkan yang dilakukan di PT Andini Megah Sejahtera adalah 3 bulan penggemukkan atau 90 hari. Umur
bakalan yang digemukkan adalah 1,5-2 tahun dengan bobot badan 250 -350 kg. Sapi
umur 1,5-2 tahun jika digunakan untuk penggemukkan dan diberi pakan yang
kualitasnya baik pertumbuhan bobot badannya dapat mencapai pertambahan yang
maksimal. Tidak digunakan sapi berumur 2 tahun ke atas dikarenakan daya tahan
tubuh yang semakin menurun dan kualitasnya menurun. Menurut Abidin (2002),
umumnya mutu daging yang berasal dari sapi afkiran ini tidak terlalu baik.
Meskipun demikian ada beberapa jenis sapi yang memang khusus dipelihara untuk
digemukkan karena karakteristik yang dimilikinya, seperti tingkat
pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi inilah yang umumnya
dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama beberapa
bulan sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk dipotong.
4.
Pakan
Gambar Hijauan (Rumput Gajah)
Jenis pakan yang diberikan pada PT Andini
Megah Sejahtera yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan dibagi menjadi dua yaitu
rumput gajah dan jerami padi. Konsentrat yang diberikan yaitu dalam bentuk
konsentrat jadi yang sudah diformulasikan sesuai dengan kebutuhan. Menurut Siregar
(2008), menyatakan bahwa pakan sapi potong harus memenuhi persyaratan, antara
lain tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan
tidak mengandung racun atau zat anti nutrisi. Pemberian pakan yang berkualitas
maka akan mencukupi kebutuhan nutrien yang akan digunakan oleh tubuh ternak
sebagai sumber energi aktivitas, energi reproduksi dan energi produksi.
Gambar Konsentrat
Bahan-bahan pakan yang
digunakan sebagian besar berasal dari pabrikan dan limbah industri. Pembuatan
kosentrat ini bertujuan untuk mendapatkan pakan yang berkualitas tinggi dan mudah didapatkan pasokannya serta
harga yang dapat ditekan semurah mungkin.
Formula konsentrat yang ada yaitu sumber energi yang terdiri dari onggok,
pollard/bren, bekatul, gaplek, dan tetes/molasses. Sumber protein yang
terdiri dari bungkil klenteng, bungkil sawit, bungkil kopra, menir, dan CGN.
Sumber aditif yang digunakan adalah campuran dari kalsium dan vitamin. Selain
itu juga digunakan bahan penyumpal seperti kulit kopi dan kulit kacang.
Menurut Soedomo (2000), kandungan
rumput gajah terdiri atas 19,9% bahan kering (BK), 10,2% protein kasar (PK),
1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu, dan 42,3% bahan ekstrak tanpa
nitrogen (BETN). Kandungan konsentrat yaitu protein kasar 13 - 14 % dan energi
65 – 70 %. Jumlah pemberian ransum yaitu 2,5-5 % dari BB
dalam bentuk BK. Perbandingan yang digunakan antara hijauan dengan konsentrat
yaitu 20 : 80 dalam bentuk BK (bahan kering). Hal ini sesuai dengan pendapat Nuschati (2003), bahwa pemberian konsentrat yang tinggi merupakan
salah satu upaya untuk mempercepat proses pertumbuhan, produksi karkas dan
daging dengan kualitas tinggi serta meningkatkan nilai ekonominya sehingga pemberian pakan hijauan dan konsentrat untuk
penggemukan sapi secara komersial antara 30% : 70% atau maksimal 20% : 80%.
Sistem
pemberian dilakukan dua kali yaitu pagi dan siang hari. Pagi hari pukul 05.00
WIB untuk konsentrat dan pukul 07.00 WIB untuk hijauan. Siang hari pukul 13.00
WIB untuk konsentrat dan pukul 15.00 WIB untuk hijauan. Konsentrat diberikan
terlebih dahulu yang berfungsi agar mikrobia berkembang biak terlebih dahulu
sehingga hijauan yang diberikan dapat dikonsumsi dengan sempurna. Konsentrat
diberikan dalam bentuk kering sedangkan hijauan diberikan dalam bentuk dicacah
(sudah di chopper). Harga konsentrat untuk fase starter yaitu Rp
2.700,00/kg dan untuk fase finisher yaitu Rp.
2.800,00/kg. Harga hijauan yaitu Rp. 400,00/kg untuk rumput gajah dan Rp.
300,00/kg untuk jerami padi.
5.
Penyakit
Penyakit yang sering muncul pada PT Andini Megah
Sejahtera yaitu flu dan radang. Pencegahan penyakit yang dilakukan yaitu sebelum sapi
masuk ke peternakan diberikan obat cacing, suntik hormon, dan pemberian vitamin.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari (2014), yang menyatakan feedlot
adalah pemeliharaan dan penggemukan dilakukan secara intensif dengan waktu
tertentu yang telah ditetapkan, misalkan 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 9 bulan.
Peluang terkena penyakit kemungkinan sangat kecil dikarenakan pemeliharaan
dalam waktu singkat. Penyakit yang paling umum menyerang yaitu pincang,
pneumonia, flu, dan lain-lain. Cara penanganannya yaitu dengan memisahkan
ternak dari ternak yang sehat dan kemudian diberikan obat.
Pengobatan yang dilakukan bila terserang penyakit
yaitu dengan cara penyuntikan antibiotik. Selain itu ternak yang sakit akan
dipisahkan dan dimasukkan ke dalam kandang karantina. Menurut Syukur (2010),
tindakan pencegahan penyakit pada ternak sapi potong yaitu dengan menghindari
kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga
sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama
penyakit brucellosis
dan tubercollosis,
desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Kerugian yang
ditimbulkan akibat terserang penyakit yaitu recovery ternak akan lama
sehingga panen yang diperoleh juga lama.
Walaupun usaha-usaha pencegahan penyakit dilakukan
secara terus menerus, adakalanya kita menemukan kondisi sapi yang tidak sehat.
Sebagai pengetahuan praktis, ada baiknya juga diketahui beberapa jenis penyakit
pada ternak sapi di Indonesia, penyebab, ciri-ciri, dan upaya pengobatannya.
Meskipun, kontak dengan para ahli seperti dokter hewan adalah langka yang tepat
dibanding melakukan pengobatan sendiri (Abidin, 2002).
6.
Penanganan Limbah
Gambar Penampungan Limbah Padat
Gambar Pembuangan Limbah Cair
Limbah ternak adalah sisa buangan dari
suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong
hewan, pengolahan produk ternak dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah
padat dan limbah cair. Limbah cair seperti urin dan limbah padat seperti feses,
sisa pakan, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen dan lain-lain. Total
limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari jenis ternak, jumlah ternak,
besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari
feses dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian
besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau,
kambing dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kilogram limbah padat atau feses, dan pada sapi potong setiap
kilogram daging sapi menghasilkan 2,5 kilogram feses (Sihombing, 2000).
Jumlah limbah padat yang dihasilkan yaitu
7.500 – 12.500 kg/ 250 ekor sapi/hari. Jumlah limbah cair yang dihasilkan
yaitu 1.750 liter/250 ekor sapi/hari. Terdapat tempat penampungan limbah tetapi
limbah yang dihasilkan oleh ternak tidak diolah dengan baik. Limbah padat yang
dihasilkan tidak mengalami pegolahan namun dijual dalam bentuk feses kering.
Limbah ternak yang berupa kotoran ternak, baik padat
(feses) maupun cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci
kandang dan prasarana kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber
pencemaran lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbahternak dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan
khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto,
2002). Hal ini tidak sesuai dengan kondisi yang ada pada PT Andini Megah
Sejahtera yang limbahnya tidak diolah sehingga menimbulkan bau yang dapat
mengganggu kondisi ternak. Pembersihan kotoran juga hanya dilakukan satu kali
dalam sehari.
7.
Pemasaran
Pemasaran adalah proses merencanakan dan melaksanakan
konsep, memberi harga, melakukan promosi dan mendistribusikan ide, barang dan
jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi tujuan individu dan organisasi.
Manajemen suatu pemasaran dibutuhkan suatu riset pemasaran. Riset pemasaran
adalah fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan dan publik dengan
pemasaran melalui informasi-informasi dengan luar, untuk mengidentifikasi
peluangdan masalah pemasaran sehingga menghasilkan, melaksanakan dan
mengevaluasi upaya pemasaran, memantau kinerja pemasaran sebagai suatu proses
produksi (Siregar, 2008).
Pemasaran hasil yang dilakukan di PT
Andini Megah Sejahtera yaitu dalam bentuk sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sugeng (2001), peternak menjual sapi disarankan berdasar bobot badan atau bobot
karkas (sapi dihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar. Sebaiknya
dihindari penjualan sistem taksiratau perkiraan harga, terkecuali bila peternak
sudah sangat berpengalaman sehingga tidak merugi. Selain penjualan hasil
penggemukan, kotoran ternak dan sisa pakan merupakan hasil ikutan yang sangat
bermanfaat sebagai pupuk tanaman dan dapat menjadi tambahan pendapatan para
peternak.
Lokasi/tempat pasar yang digunakan untuk
pemasaran yaitu di pasaran jawa sekitar (pasar prambanan, pasar Sunggingan, dan
pasar Ngemplak). Ada juga jagal yang datang langsung ke peternakan. Sapi yang
dijual dalam harga per kg bobot hidup yaitu seharga Rp. 37.000,00 – Rp.
39.000,00. Limbah yang dipasarkan hanya limbah padat kering yang dijual dengan
harga Rp. 60.000,00 – Rp. 120.000,00/truk tergantung tingkat kekeringan dari
limbah padat.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tata letak PT Andini Megah Sejahtera
sudah memenuhi syarat dilihat dari letak geografis, topografis, ketersediaan
air, ketersediaan bakalan, ketersediaan pakan, pemasaran, dan transportasi.
Letak geografis terdiri dari arah angin, curah hujan, dan sinar matahari yang
dapat masuk ke dalam kandang. Topografi peternakan yaitu bergelombang dengan
suhu 25 – 29 0C dan kelembaban 60 – 70%.
Ketersediaan air selalu lancar dengan sumber air dari sungai dan sumber air
Tlatar. Ketersediaan pakan lancar dengan jenis pakan hijauan (jerami padi dan
rumput gajah) dan konsentrat. Ketersediaan bakalan tersedia secara kontinyu
dan asal bakalan dari daerah sekitar dan pasaran jawa. Ketersediaan pasar lokal
yaitu di daerah sekitar dan pasaran jawa dengan keadaan harga mengikuti harga pasaran.
Penanganan limbah di PT Andini Megah Sejahtera belum sesuai. Hal ini
dikarenakan limbah padat yang ada tidak mengalami pengelolaan dan limbah cair dibiarkan
mengalir ke selokan. Transportasi yang digunakan dalam pemasaran sudah tersedia
dalam bentuk armada, sehingga pemasaran dapat berlangsung dengan lancar.
B. Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya
kunjungan dilakukan pada beberapa perusahaan feedlot sehingga mahasiswa
dapat membandingkan antara perusahaan satu dengan perusahaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Astiti, L. G. S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Ternak Sapi. Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTB.
Civardi, A. dan R. Thomson. 2003. Ensiklopedia Mini.
Erlangga, Jakarta.
Dewi, N. W. 2005. Kinerja Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan
Ongole Pada Paritas Yang Berbeda Di Tingkat Peternak. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Efriza, F. E. 2009.
Biogas Limbah Peternakan Sapi Sumber Energi Alternatif Ramah
Lingkungan.Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Fikar, S. dan D. Ruhyadi. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi
Potong. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Hadi, P. U., A.
Thahar, N. Ilham. dan B. Winarso. 2002. A Progress Report
Summary: Analytic Framework To Facilitate Development Of Indonesia’s Beef
Industry. Paper Presented at the “Routine Seminar”. Center for Agro Socio
Economic Research and Development, Bogor. 8 Maret 2002. 24 p. Jurnal Litbang Pertanian.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo. dan A.D. Tillman. 2005. Tabel
Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yokyakarta.
Lestari, I. A. 2014. Feedlot. Didownload dari http://www.academia.edu/6461340/Feedlot.
(Diakses tanggal 14 Mei 2014 Pukul 19.13 WIB).
Luthan, F. 2009. Implementasi Program Integrasi Sapi dengan Tanaman
Padi, Sawit dan Kakao di Indonesia. Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan
Keragaan Sistem Integrasi Ternak – Tanaman: Padi, Sawit, Kakao. (InPress).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Mariyono, Y. Anggraeni. dan A. Rasyid. 2010.
Rekomendasi Teknologi Peternakan dan Veteriner Mendukung
Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Mcllroy, R. J. 2000. Pengantar Budidaya Padang Rumput
Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT. Citra Aji Pratama, Yogyakarta.
Nuschati, U. 2003. Penggunaan Kaliandra (Calliandra
calotyrsus) untuk Substitusi Konsentrat Pabrik dalam Pakan untuk Penggemukan
Sapi Frisian Holstein Jantan. Thesis Magister Sain. Jurusan Nutrisi Ternak, Fakultas
Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Murtidjo, B. A. 1993. Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah.
Kanisius, Yogyakarta.
Priyo. 2008.Ternak Umum. Kanisius, Semarang.
Rahmat, S. A. 2005. Rencana Bisnis
Penggemukan Sapi Potong di Perkebunan Tebu Subang. Didownloaddarihttp :
// www.rni.com//.(Diakses
tanggal 8 Mei 2014 pukul 12.30 WIB).
Rasyid, A. H. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong.
Didownload dari http://peternakan.litbang.deptan.go.id/datahtml/download/files/juknis_perkandangan.pdf.
(Diakses tanggal 8 Mei 2014 pukul 19.00 WIB).
Reksohadiprodjo, S. 2000. Produksi Tanaman Hijauan
Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Rudin. 2013. Berbagai Sistem Penggemukan Sapi Potong. Fakultas
Peternakan. Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.
Rustam. A. 2011. Proposal Usaha Penggemukan Sapi Potong. Subang. Jawa
Barat. Didownload dari http://rudinunhalu.blogspot.com/2013/08/berbagai-sistem-penggemukan-sapi-potong.html.
(Diakses tanggal 7 Mei2014 pukul 20.45 WIB).
Santosa, U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santosa dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha TernakPotong. Niaga
Swadaya, Jakarta.
Saragih, B. 2000. Kebijakan Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Berbasiskan Bahan Baku Lokal. Bull. Peternakan edisi Tambahan hlm. 6 – 11.
Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara
Cepat. Edisi I. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. dan B. M. Arianto. 2006. Penggemukan Sapi Potong Secara
Cepat. Edisi II. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sasono. 2009. Beternak Sapi Secara Intensif. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Setiawan, T. dan
T. Arsa. 2005. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sihombing, D. T. H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah
Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga
Penelitian IPB, Bogor.
Siregar, B. S. 2008. Penggemukan Sapi. Edisi revisi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedomo, R. 2000. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. PT. Gramedia, Jakarta.
Soedono, A., R. F. Rusdiana dan B. S. Setiawan. 2003.
Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sudarmono, A. S., dan Y. B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Edisi Revisi.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2001. Pengembangan Ternak Sapi. Gramedia, Jakarta.
Sugeng, B. 2002. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suranto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.
Syamsu, A. Jasmal, L. A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan
E. Gumbira. 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia
di Indonesia. Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia.Vol-13,No. 1. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Bandar Lampung.
Trobos. 2001. Penanganan Limbah pada Ternak Secara Modern. Grasindo,
Jakarta.