SISTEM INTEGRASI TERNAK DAN TANAMAN
Kamis, 25 Desember 2014
Edit
Peningkatan populasi
ternak sapi secara nasional dan regional akan meningkatkan limbah yang
dihasilkan. Apabila limbah tersebut tidak dikelola sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama dari limbah kotoran yang dihasilkan
ternak setiap hari. Pembuangan kotoran ternak sembarangan dapat menyebabkan
pencemaran pada air, tanah dan udara (bau), berdampak pada penurunan kualitas
lingkungan, kualitas hidup peternak dan ternaknya serta dapat memicu konflik
sosial. Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan baik selain dapat mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan juga memberikan nilai tambah terhadap usaha
ternak. Pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk kompos dapat
menyehatkan dan menyuburkan lahan pertanian. Selain itu kotoran ternak juga dapat
digunakan sebagai sumber energi biogas. Sumber energi biogas menjadi sangat
penting karena harga bahan bakar fosil yang terus meningkat dan ketersediaan
bahan bakar yang tidak konstan dipasaran, menyebabkan semakin terbatasnya akses
energi bagi masyarakat termasuk peternak.
Masalah
pokok yang umum dijumpai dalam pembangunan pertanian adalah pemanfaatan potensi
sumber daya yang tersedia dilokasi di antaranya lahan dan ternak yang belum dimanfaatkan
secara optimal. Sebagai contoh ternak sapi selain sebagai ternak kerja, dapat
juga merupakan sumber pupuk organik, yang saat ini belum banyak dikelola secara
optimal. Oleh karena itu dalam upaya peningkatan efisiensi dan mutu produk
pertanian, pemanfaatan sumber daya lahan dan sumberdaya lainnya harus dilakukan
menurut potensi daya dukungnya. Usaha pengembangan tanaman memerlukan pupuk
organik yang berasal dari limbah kotoran ternak dan sering pengadaan pupuk
kandang ini menjadi kendala pada saat-saat awal musim tanam karena selain mahal
sering sulit juga didapatkan. Mengintegrasikan kegiatan pemeliharaan ternak
dengan kegiatan usahatani akan sangat menguntungkan petani dengan jalan
pengurangan biaya produksi dan peningkatan penghasilan.
A. Pengertian Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Pengelolaan
Tanaman Terpadu merupakan upaya untuk mempertahankan atau meningkatkan produksi
pangan secara berkelanjutan dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia
serta kemauan dan kemampuan petani. Sistem Integrasi Tanaman Ternak adalah intensifikasi
sistem usahatani melalui pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara
terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Tujuan
pengembangan sistem integrasi tanaman ternak adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan suksesnya revitalisasi pembangunan
pertanian. Komponen usahatani sistem integrasi tanaman ternak meliputi usaha ternak sapi potong, tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, dan perikanan. Limbah ternak diproses menjadi kompos
& pupuk organik granuler serta biogas; limbah pertanian diproses menjadi
pakan. Gas-bio dimanfaatkan untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas
yang berupa padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi
& ikan, dan yang berupa cairan dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk
tanaman sayuran dan ikan.
B.
Konsep dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Menurut Reijntjes (1999), ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya
sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan
ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk
tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak.
Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi
permasalahan ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami
jagung, limbah kacang-kacang, dan limbah pertanian lainnya. Kelebihan dari
adanya pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatkan “ketahanan pakan”
khususnya pada musim kemarau, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan
mencari rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah
skala pemeliharaan ternak. Menurut Adnyana (2003), pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik
disamping mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik, juga sekaligus mampu
memperbaiki struktur dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat
dengan meningkatnya produktivitas lahan.
C.
Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis
Prinsipnya
pengertian terpadu disini adalah bagaimana sistem pengelolaan limbah peternakan
dapat memberikan kontribusi hubungan timbal balik antara limbah sebagai bahan
sisa proses/aktivitas di satu sisi dan limbah sebagai sumberdaya yang
dapat dimanfaatkan di sisi lain. Limbah peternakan terdiri atas sebagian
besar sisa metabolisme ternak (feses dan urine), sisa pakan, dan sisa segala aktivitas lain yang
dilakukan pada usaha peternakan tersebut. Hampir seluruhnya berupa bahan
organik, yang berdasarkan bentuknya terdiri atas padat, semi padat dan cair.
Sifat ini memberi indikasi bahwa limbah peternakan merupakan sumberdaya yang
sangat potensial sebagai energi dan nutrisi bagi kehidupan, baik bagi
mikroorganisme, hewan, ataupun bagi tanaman, yang secara berkesinambungan
saling berinteraksi satu dengan yang lain. Dari semua proses/aktivitas
pengelolaan limbah peternakan akan berujung pada hasil akhir berupa pupuk
organik alami, yang sangat diperlukan sebagai sarana produksi bagi usaha
pertanian, baik tanaman pangan, perkebunan ataupun tanaman hias.
Pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan suatu
sistem yang dapat mengubah karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban
biaya tanpa hasil menjadi beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan.
Limbah peternakan yang selama ini dibuang begitu saja harus diubah menjadi
bahan yang sangat dibutuhkan sebagai sarana kegiatan baru yang menguntungkan
pada usaha peternakan tersebut. Agribisnis merupakan usaha di bidang pertanian,
baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan maupun di bidang
perikanan. Di Subsektor Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, dan tanaman hutan
produksi (Sektor Kehutanan), pupuk merupakan sarana produksi utama yang harus
tersedia, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kelangkaan pupuk dewasa ini
merupakan masalah nasional yang mengancam kegagalan agribisnis, terutama pada
program ketahanan pangan. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi limbah
peternakan dapat dikonversi menjadi pupuk organik, bahan bakar dan biomassa
protein sel tunggal atau etanol. Konversi limbah menjadi pupuk organik akan
sangat berperan dalam pemulihan daya dukung lingkungan, terutama di bidang
pertanian. Limbah peternakan juga sangat potensial sebagai bahan baku pembuatan
biomassa protein sel tunggal (PST) yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan
sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, udang
dan ikan.
D.
Penerapan Sistem Integrasi Tanaman- Ternak
Berdasarkan
potensi dan kondisi yang ada, maka teknologi yang akan diintroduksikan
diarahkan pada penerapan pola Usahatani Integrasi Tanaman Ternak pada
lahan sawah, antara lain:
1.
Minapadi legowo
Nilai
tambah dari tanam padi cara tanam legowo selain keuntungan dari peningkatan produksi padi, juga dengan adanya
lolongkrang (ruang kosong) yang mencapai 50% dari seluruh lahan, dapat
ditanam ikan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani.
Rerata kenaikan optimal berat ikan per hari yaitu 0,99-1,97 g/ekor/hari.
2.
Penggemukan Sapi potong
Penggemukan
sapi potong dengan pakan utama jerami fermentasi kering mempunyai angka
pertumbuhan berat mencapai rata-rata 0,7 kg/ekor/hari.
Hal yang menarik dari pengkajian ini adalah bahwa sumber bahan pakan yang
digunakan adalah serba limbah, yaitu mulai dari jerami (padi & jagung)
sebagai pakan dasar dan pakan penguatnya terdiri dari dedak
padi, tongkol jagung, dan ampas kelapa yang selama ini belum dimanfaatkan.
3.
Produksi Kompos
Sapi
dewasa dapat menghasilkan kotoran basah 4-5 ton/tahun. Kotoran diolah menjadi
kompos, akan dihasilkan 2-2,5 ton kompos/ekor sapi/tahun. Kompos yang
dihasilkan dapat digunakan (dikembalikan) ke sawah atau di jual. Satu hektar
sawah membutuhkan kompos 1,5-2 ton. Apabila kompos digunakan sebagai pupuk,
maka akan memperbaiki sifat fisik tanah dan sekaligus akan mengurangi
penggunaan pupuk kimia yang harganya relatif mahal. Perhitungan secara parsial
menunjukkan bahwa biaya untuk menghasilkan kompos adalah Rp 125,00/kg. Harga
jual kompos di tingkat petani adalah Rp 250,00–Rp 300,00/kg. Harga dasar kompos
pada saat ini bisa mencapai Rp 400,00 s.d. Rp 500,00/kg. Satu hektar sawah
dapat menghidupi 2 ekor sapi dewasa. Kompos yang dihasilkan dari 2 ekor sapi
adalah 4-5 ton/tahun. Harga jual kompos di tingkat petani dari 2 ekor sapi
adalah Rp 1.500.000,00 sd. Rp 2.000.000,00. Kalau ini dapat dilaksanakan dengan
baik oleh petani di pedesaan, maka akan terjadi penyerapan tenaga kerja,
peningkatan kesuburan tanah, peningkatan produktivitas lahan, penurunan
penggunaan pupuk anorganik (buatan) yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
petani.
E.
Pola Pengembangan Usahatani Integrasi Tanaman Ternak
Keberhasilan
usahatani integrasi tanaman ternak sifatnya sangat kondisional, pendekatan
usahatani integrasi tanaman ternak di suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah
lainnya. Sebagai implementasi dalam pengembangan usahatani integrasi
tanaman-ternak berbasis padi pada lahan sawah irigasi dapat ditempuh melalui
dua pendekatan yaitu pendekatan “in-situ” dan pendekatan ”ex-situ”:
1.
Pola pengembangan dengan pendekatan “in-situ”
Pendekatan “in-situ” yaitu ternak yang
diusahakan secara fisik berada dalam hamparan usahatani padi. Hal
ini dimaksudkan agar limbah jerami padi yang akan dijadikan pakan ternak tidak memerlukan biaya yang tinggi
dan tenaga yang banyak dalam pengangkutannya. Begitu juga kompos hasil fermentasi dapat
dengan
mudah didistribusikan ke lahan sawah. Dengan demikian
akan diperoleh efisiensi yang tinggi.
2.
Pola pengembangan dengan pendekatan “ex-situ”
Usahatani integrasi tanaman ternak secara ex-situ,
ternak (sapi) dipandang sebagai “pabrik” pengolah limbah pertanian, lahan sawah
dipandang sebagai penyedia utama pakan ternak (jerami). Wujud keterkaitan
antara tanaman dengan ternak terletak pada kompos yang
dihasilkan oleh ternak, kompos ini dikembalikan ke tanah untuk perbaikan
kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Sasaran pengembangan usahatani
integrasi tanaman ternak secara ex-situ adalah pemodal besar.
KESIMPULAN
Sistem Integrasi Tanaman Ternak merupakan intensifikasi sistem usahatani melalui pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan secara terpadu dengan komponen ternak sebagai
bagian kegiatan usaha. Pada prinsipnya pengertian terpadu disini adalah
bagaimana sistem pengelolaan limbah peternakan dapat memberikan kontribusi
hubungan timbal balik antara limbah sebagai bahan sisa proses/aktivitas di satu
sisi dan limbah sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan di sisi lain. Tujuan
pengembangan sistem integrasi tanaman ternak adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan masyarakat sebagai bagian untuk mewujudkan
suksesnya revitalisasi pembangunan pertanian. Ciri utama integrasi tanaman
ternak adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan
antara tanaman dan ternak. Model CLS yang dikembangkan petani di Jawa Tengah dan
Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25-35 persen dan
meningkatkan produktivitas padi 20-29 persen. Pengelolaan limbah peternakan harus diciptakan suatu
sistem yang dapat mengubah karakteristik limbah yang selama ini menjadi beban
biaya tanpa hasil menjadi beban biaya yang memberi kontribusi keuntungan.
Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi limbah peternakan dapat dikonversi
menjadi pupuk organik, bahan bakar dan biomassa protein sel tunggal atau
etanol. Konversi limbah menjadi pupuk organik akan sangat berperan dalam
pemulihan daya dukung lingkungan, terutama di bidang pertanian. Limbah
peternakan juga sangat potensial sebagai bahan baku pembuatan biomassa protein
sel tunggal (PST) yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan sangat potensial dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, udang dan ikan. Demikian juga
sebagai bahan bakar, limbah peternakan merupakan sumberdaya yang sangat
potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, et al. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan
Pengembangan Peningkatan Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan
Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Litbang Pertanian.
Bogor.
Anonim. 2010. Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak.
http://h0404055.wordpress.com.
Diakses pada 18 Maret 2012 pukul 12.21 WIB.
Hardianto, Rully. 2008. Pengembangan Teknologi Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak Model Zero Waste. http://porotani.wordpress.com.
Diakses pada 18 Maret 2012 pukul 12.10 WIB.
Ismail I.G dan A. Djajanegara. 2004. Kerangka Dasar
Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PPATP. Jakarta.
Sudiarto, Bambang. 2008. Pengelolaan Limbah Peternakan
Terpadu dan Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bandung.