MEKANISME IMPOR DAN EKSPOR TERNAK AYAM
Rabu, 07 Januari 2015
Edit
Sektor peternakan unggas tetap mampu bertahan di
tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri,. Industri
peternakan di Indonesia sepanjang 2008 lalu menunjukkan kinerja yang cukup
bagus. Bahkan dalam tahun 2009 ketika krisis global yang belum berlalu ketika
terjadi penurunan daya beli yang kemudian mendorong substitusi pangan ke
produk unggas, industri perunggasan masih mampu bertahan. Produk unggas yang
tetap bertahan di tengah krisis adalah ayam dan telur, yang termasuk sebagai
protein hewani yang harganya relatif murah dibandingkan dengan harga daging
sapi. Sementara itu, dari sisi produksi terlihat kecenderungan yang meningkat
pada produksi DOC broiler (Daily Old Chick) atau dikenal sebagai ayam pedaging
yaitu melonjak menjadi 1,2 juta ekor pada 2008 dari tahun sebelumnya hanya 1,1
juta ekor. Demikian juga dengan produksi DOC layer atau ayam petelur tercatat
naik dari 64 juta ekor pada 2007 menjadi 68 juta ekor pada 2008. Walaupun
demikian bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi industri perunggasan.
Hingga pertengahan 2009
pasar dalam negeri mengalami kelebihan pasokan ayam mencapai 27%. Hal ini
mengakibatkan harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Sedangkan pada tahun
sebelumnya kondisi kelebihan pasokan hanya sekitar 5% saja. Selain
itu, industri peternakan ayam juga menghadapi permasalahan kenaikan harga pakan
dan biaya produksi yang diikuti dengan kenaikan harga ayam hidup. Hal ini
terkait dengan daya beli masyarakat yang sangat tergantung terhadap pendapatan.
Sejauh ini daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan dalam pemenuhan
gizi (protein hewani) masih rendah dibandingkan dengan gaya hidup masyarakat
yang sangat konsumtif.
A. Pengertian / Definisi Ekspor dan Impor Serta
Kegiatannya
Kegiatan
menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan
membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian
itu akan menghasilkan devisa bagi
negara. Devisa merupakan
masuknya uang asing kenegara kita dapat digunakan untuk membayar pembelian atas
impor dan jasa dari luar negeri.
Ekspor adalah
kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri, sedangkan impor adalah
kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain. Orang yang melakukan
kegiatan ekspor disebut eksportir, sedangkan orang yang melakukan kegiatan
impor disebut importir. Kegiatan ekspor (menjual barang ke luar negeri) dapat
menghasilkan devisa bagi negara. Devisa adalah masuknya uang asing ke negara
kita. Uang asing yang masuk ke negara kita tersebut dapat kita gunakan untuk
membayar barang- barang dan jasa dari luar negeri (barang impor). Kegiatan impor
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang
yang tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi
tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat.
Kegiatan
ekspor impor dilakukan antarnegara untuk mencukupi kebutuhan rakyat
masing-masing negara. Indonesia mengimpor barang dari luar negeri karena kita
tidak dapat menghasilkan barang tersebut ataupun jika kita dapat menghasilkan
tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan kita
mengekspor barang ke luar negeri karena negara lain membutuhkan barang dan jasa
yang kita hasilkan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri mereka.
B. Tujuan
Kegiatan Ekspor dan Impor
Ekspor dan Impor Hewan dapat
dilakukan untuk :
1. Meningkatkan
mutu dan keragaman genetik;
2. Mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi;
3. Mengatasi
kekurangan Benih, Bibit dan/atau Bakalan/ternak potong di dalam negeri;
4. Memenuhi
keperluan penelitian dan pengembangan
C. Manfaat Kegiatan Ekspor dan Impor
Berikut
ini merupakan beberapa manfaat dari kegiatan ekspor dan
impor :
1. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Pendapatan negara akan bertambah karena
adanya devisa.
3. Meningkatkan perekonomian rakyat.
4. Mendorong berkembangnya kegiatan industri
D. Kondisi
Ekspor Impor di Indonesia
1. Kondisi Ekspor Indonesia
Pengutamaan
Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.Sejak saat itu,ekspor
menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya
strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri promosi ekspor.Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau
konsumen luar negeri membeli barang domestik,menjadi sesuatu yang sangat
lazim.Persaingan sangat tajam antarberbagai produk.Selain harga,kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai
ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat
26,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas
mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63 persen. Sementara itu menurut
sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada
periode tersebut meningkat masing-masing 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57
persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selama periode ini pula,
ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8 persen terhadap total
ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan
nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari
karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan
abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari
kayu, serta timah.
Selama
periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut
memberikan kontribusi sebesar 58,80 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari
sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71 persen
terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas
di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20 persen. Jepang masih merupakan
negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai USD11,80 miliar (12,80 persen),
diikuti Amerika Serikat dengan nilai USD10,67 miliar (11,57 persen), dan
Singapura dengan nilai USD8, 67 miliar (9,40 persen). Peranan dan
perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk periode
Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing
meningkat 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen. Dilihat dari
kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi
ekspor produk industri adalah sebesar 64,13 persen, sedangkan kontribusi ekspor
produk pertanian adalah sebesar 3,31 persen, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46 persen, sementara kontribusi ekspor migas
adalah sebesar 22,10 persen.
Kendati
secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak
dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor
Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat
mengalami penurunan 2,15 persen atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan
dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar
28,53 persen.
2. Kondisi Impor Indonesia
Keadaan
impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan
penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong
selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu
masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99 persen dan 74,89
persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58 persen
menjadi 19,12 persen. Sedangkan
dilihat dari peranannya terhadap total impor nonmigas Indonesia selama
Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar
yaitu 17,99 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15 persen,
besi dan baja sebesar 8,80 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98 persen,
bahan kimia organik sebesar 5,54 persen, plastik dan barang dari plastik
sebesar 4,16 persen, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27 persen.
Selain
itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga persen
yaitu pupuk sebesar 2,43 persen, serealia sebesar 2,39 persen, dan kapas
sebesar 1,98 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70
persen dari total impor nonmigas dan 50,76 persen dari total impor keseluruhan. Data terakhir
menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor nonmigas Kawasan Berikat
(KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar USD1,78 miliar. Angka tersebut mengalami
defisit sebesar USD9,3 juta atau 0,52 persen dibanding September 2008. Sementara itu, dari
total nilai impor nonmigas Indonesia selama periode tersebut sebesar USD64,62
miliar atau 76,85 persen berasal dari 12 negara utama, yaitu China sebesar
USD12,86 miliar atau 15,30 persen, diikuti Jepang sebesar USD12,13 miliar
(14,43 persen). Berikutnya Singapura berperan 11,29 persen, Amerika Serikat
(7,93 persen), Thailand (6,51 persen), Korea Selatan (4,97 persen), Malaysia
(4,05 persen), Australia (4,03 persen), Jerman (3,19 persen), Taiwan (2,83
persen), Prancis (1,22 persen), dan Inggris (1,10 persen). Sedangkan impor
Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22 persen dan dari Uni Eropa 10,37 persen.
E. Mekanisme
Perusahaan
yang diizinkan untuk melakukan importasi barang hanyalah perusahaan yang
mempunyai Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) atau Nomor Registrasi Importir
(SPR). Bila sebuah Perusahaan ingin mendapatkan fasilitas izin impor, maka
perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ke Direktorat
Jendral Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK/ SPR. Adapun Perusahaan yang belum
mempunyai NIK/ SPR maka hanya diizinkan melakukan importasi sekali saja.
Persyaratan tambahan yang juga harus dipenuhi sebelum perusahaan melakukan
importasi adalah harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan
oleh Kementerian Perdagangan. Apabila perusahaan belum mepunyai API dan berniat
melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa
API. Berikut ini diagram dari prosedur impor di Indonesia :
1. Adapun penjelasan prosedur umum proses impor
di Indonesia melalui portal INSW adalah sebagai berikut :
a. Importir mencari supplier barang sesuai
dengan yang akan diimpor.
b. Setelah terjadi kesepakatan harga, importir
membuka L/C di bank devisa dengan melampirkan PO mengenai barang-barang yang
mau diimpor; kemudian antar Bank ke Bank Luar Negeri untuk menghubungi Supplier
dan terjadi perjanjian sesuai dengan perjanjian isi L/C yang disepakati kedua
belah pihak.
c. Barang–barang dari Supplier siap untuk
dikirim ke pelabuhan pemuatan untuk diajukan.
d. Supplier mengirim faks ke Importer document
B/L, Inv, Packing List dan beberapa dokumen lain jika disyaratkan (Serifikat
karantina, Form E, Form D, dsb)
e. Original dokumen dikirim via Bank / original
kedua ke importir
f. Pembuatan/ pengisian dokumen PIB (Pengajuan
Impor Barang). Jika importir mempunyai Modul PIB dan EDI System sendiri maka
importir bisa melakukan penginputan dan pengiriman PIB sendiri. Akan tetapi
jika tidak mempunyai maka bisa menghubungi pihak PPJK (Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan) untuk proses input dan pengiriman PIB nya.
g. Dari PIB yang telah dibuat, akan diketahui
berapa Bea masuk, PPH dan pajak yang lain yang akan dibayar. Selain itu
Importir juga harus mencantumkan dokumen kelengkapan yang diperlukan di dalam
PIB.
h. Importir membayar ke bank devisa sebesar
pajak yang akan dibayar ditambah biaya PNBP
i. Bank melakukan pengiriman data ke Sistem
Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran
Data Elektronik (PDE)
j. Importir mengirimkan data Pemberitahuan
Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara
online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)
k. Data PIB terlebih dahulu akan diproses di
Portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk proses validasi kebenaran
pengisian dokumen PIB dan proses verifikasi perijinan (Analizing Point) terkait
Lartas.
l. Jika ada kesalahan maka PIB akan direject
dan importir harus melakukan pembetulan PIB dan mengirimkan ulang kembali data
PIB
m. Setelah proses di portal INSW selesai maka
data PIB secara otomatis akan dikirim ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea
dan Cukai.
n. Kembali dokumen PIB akan dilakukan validasi
kebenaran pengisian dokumen PIB dan Analizing Point di SKP
o. Jika data benar akan dibuat penjaluran
p. Jika PIB terkena jalur hijau maka akan
langsung keluar Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)
q. Jika PIB terkena jalur merah maka akan
dilakukan proses cek fisik terhadap barang impor oleh petugas Bea dan Cukai.
Jika hasilnya benar maka akan keluar SPPB dan jika tidak benar maka akan
dikenakan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.
r. Setelah SPPB keluar, importir akan
mendapatkan respon dan melakukan pencetakan SPPB melalui modul PIB
s. Barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan
dengan mencantumkan dokumen asli dan SPPB
2. Prosedur atau langkah-langkah dalam proses
Ekspor
Berikut langkah-langkah yang bisa
dilakukan dalam proses ekspor :
a. Mencari tahu terlebih dahulu apakah barang
yang akan kita ekspor tersebut termasuk barang yang dilarang untuk di ekspor, diperbolehkan
untuk di ekspor tetapi dengan pembatasan, atau barang yang bebas di ekspor
(Menurut undang-undang dan peraturan di Indonesia). Untuk mengetahuinya bisa
dilihat di www.insw.go.id
b. Memastika juga apakah barang kita
diperbolehkan untuk masuk ke Negara tujuan ekspor.
c. Jika kita sudah mendapatkan pembeli (buyer),
menentukan sistem pembayaran, menentukan quantity dan spesifikasi barang, dll,
maka selanjutnya kita mempersiapkan barang yang akan kita ekspor dan
dokumen-dokumennya sesuai kesepakatan dengan buyer.
d. Melakukan pemberitahuan pabean kepada
Pemerintah (Bea Cukai) dengan menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB) beserta dokumen pelengkapnya.
e. Setelah eksportasi kita di setujui oleh Bea
Cukai, maka akan diterbitkan dokumen NPE (Nota Persetujuan Ekspor). Jika sudah
terbit NPE, maka secara hukum barang kita sudah dianggap sebagai barang ekspor.
f. Melakukan stuffing dan mengapalkan barang
kita menggunakan moda transportasi udara (air cargo), laut (sea cargo), atau
darat.
g. Mengasuransikan barang atau kargo kita (jika
menggunakan term CIF)
h. Mengambil pembayaran di Bank (Jika
Menggunakan LC atau pembayaran di akhir)
F. Persyaratan Teknis Impor dan Ekspor Hewan dan
Produk Hewan
Selain
persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000
sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan
teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia, sebagai berikut:
1. Negara yang belum melakukan kerjasama
bilateral perdagangan
a. Negara pengekspor harus bebas dari penyakit
hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara
pengimpor
b. Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari pejabat
yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan
teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor
sebelum dikapalkan/diangkut
menuju negara pengimpor.
c. Perlakuan tindakan karantina di negara pengimpor
bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan
tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
d. Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat
Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa
komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan
lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis.
e. Negara pengimpor berhak melakukan penelitian
dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular
dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung melalui
data-data yang ada dan tersedia.
f. Pengangkutan komoditi impor tersebut harus
langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.
g. Negara pengimpor berhak melakukan
tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya,
jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada
kemungkinan bahwa komoditi
tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan
berbahaya.
2. Negara yang telah melakukan kerjasama bilateral
perdagangan
a. Negara pengekspor harus bebas dari penyakit
hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor
b. Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan
dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap
komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju
negara pengimpor.
c. Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari
pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan/
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan
mempersyaratkan ketentuan-ketentuan
teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di negara pengekspor
sebelum dikapalkan/diangkut
menuju negara pengimpor.
d. Perlakuan tindakan karantina di negara
pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang dipersyaratkan
dalam perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai ketentuan
internasional.
e. Negara pengimpor berhak melakukan penelitian
dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan menular
dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and accreditation).
f. Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat
Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan bahwa
komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan
lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan persyaratan ketentuan teknis
seperti tersebut
di atas.
g. Pengangkutan komoditi impor tersebut harus
langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah disetujui
oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan ketentuan
negara transit minimal
mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan yang sama dengan negara pengimpor.
h. Negara pengimpor berhak melakukan
tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan berbahaya,
jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada
kemungkinan bahwa komoditi
tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan menular dan
berbahaya.
i. Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan
yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan
persyaratan teknis yang telah disepakati.
G. Prosedur Impor
1. Prosedur Impor Produk Hewan
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan produk
hewan ke instalasi karantina hewandengan mengisi form KH.1(1-2 hari
sebelumnya).
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
dokumen meliputi:
1) Sertifikat Sanitasi Produk dari Karantina
Negara asal.
2) Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas
Peternakan.
3) Surat Persetujuan Pemasukan (impor permit)
dari Dirjen Peternakan.
d. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan
perlakuan tindak karantina berupa pengambilan sampel untuk pengujian
laboratorium.
e. Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa
karantina.
f. Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina (KH.12).
2. Prosedur Pemasukan Unggas (Doc)
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan unggas
ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Hewan tersebut harus menjalani masa karantina
selama 14 hari.
d. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
dokumen meliputi:
1) Sertifikat Kesehatan Hewan dari Karantina
Daerah asal.
2) Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas
Peternakan.
e. Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan
perlakuan tindak karantina.
f. Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa
karantina.
g. Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina (KH.12).
3. Prosedur Pemasukan Hewan
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan hewan ke
instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
dokumen meliputi:
-Sertifikat
Kesehatan Hewan dari Karantina Daerah asal.
-Surat
rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan.
d. Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan
perlakuan tindak karantina.
e. Hewan tersebut harus menjalani masa karantina
selama 3 hari.
f. Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa
karantina.
g. Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina (KH.12).
4. Prosedur Pemasukan Satwa
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan satwa ke
instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari sebelumnya).
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Hewan tersebut harus menjalani masa karantina
selama 14 hari.
d. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
dokumen meliputi:
1) Sertifikat Kesehatan Hewan dari Karantina
Daerah asal.
2) Ijin angkut satwa dari BKSDA Daerah asal
3) Surat rekomendasi pemasukan dari Dinas
Peternakan.
e. Petugas melakukan pemeriksaan klinis dan
perlakuan tindak karantina.
f. Hewan tersebut harus menjalani masa
karantina selama 7-14 hari.
g. Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa
karantina.
h. Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina (KH.12).
5. Prosedur Pemasukan Produk Hewan
a. Pemilik melaporkan rencana pemasukan produk
hewan ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1 (1-2 hari
sebelumnya).
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
dokumen meliputi:
1) Sertifikat Sanitasi Produk Hewan dari
Karantina Daerah asal.
2) Surat rekomendasi/persetujuan pemasukan dari
Dinas Peternakan.
d. Petugas melakukan pemeriksaan fisik dan
perlakuan tindak karantina berupa pengambilan sampel untuk pengujian
laboratorium.
e. Pemilik menyelesaikan pembayaran jasa
karantina.
f. Petugas menerbitkan Sertifikat Pelepasan
Karantina (KH.12).
H. Mekanise Impor Hewan :
1. Impor Hewan dan/atau Produk Hewan hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai IT-Hewan dan
Produk Hewan.
2. Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Hewan
dan Produk Hewan, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam
hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
a. Fotokopi
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha di bidang peternakan
dan kesehatan hewan;
b. Fotokopi
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c. Fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Fotokopi
Angka Pengenal Importir (API); dan
e. Bukti
kepemilikan instalasi tempat pemeliharaan dan bukti kepemilikan Rumah Potong
Hewan atau kontrak kerja dengan Rumah Potong Hewan yang telah memenuhi standar
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, untuk Bakalan; atau
f. Bukti
kepemilikan tempat penyimpanan berpendingin (cold storage) dan bukti
kepemilikan alat transportasi berpendingin, untuk Produk Hewan.
3. Direktur Jenderal atas nama Menteri
menerbitkan penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan paling lama 5 (lima)
hari kerja setelah dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim untuk mengetahui
kebenaran dokumen.
4. Verifikasi dilakukan paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
5. Tim terdiri dari pejabat yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
6. Dalam hal hasil atas verifikasi ditemukan
data yang tidak benar, Direktur Jenderal menolak menerbitkan penetapan sebagai
IT-Hewan dan Produk Hewan.
7. Penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk
Hewanberlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan dan dapat
diperpanjang.
8. IT-Hewan dan Produk Hewan serta perusahaan
yang akan melakukan impor Hewan dan/atau Produk Hewan harus mendapatkan
Persetujuan Impor dari Menteri.
9. Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan
Persetujuan Impor kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
10. Untuk mendapatkan Persetujuan Impor, IT-Hewan
dan Produk Hewan atau perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada
Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. Fotokopi
Penetapan sebagai IT-Hewan dan Produk Hewan untuk Hewan dan/atau Produk Hewan.
b. Rencana
impor dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Hewan dan/atau Produk Hewan, dan
c. Rekomendasi
dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, untuk
impor Hewan dan/atau Produk Hewan segar; atau
d. Rekomendasi
dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk oleh
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk impor Produk Hewan olahan dan
rekomendasi dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Pertanian untuk impor Produk Hewan olahan yang masih mempunyai risiko
penyebaran zoonosis.
11. Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
Persetujuan Impor Hewan dan Produk Hewan paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
12. Persetujuan Impor disampaikan kepada IT-Hewan
dan Produk Hewan atau perusahaan dan tembusannya disampaikan kepada instansi
penerbit rekomendasi.
13. Persetujuan Impor diteruskan secara online ke
portal Indonesia National Single Window (INSW).
14. Dalam hal impor Hewan dan/atau Produk Hewan
melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single
Window (INSW), tembusan Persetujuan Impor disampaikan secara manual kepada
instansi terkait.
15. Penerbitan Persetujuan Impor untuk Produk Hewan
ini dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun:
a. periode semester pertama yang berlaku dari
tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan
b. periode semester kedua yang berlaku dari
tanggal 1 Juli sampai
dengan 31 Desember.
16. Permohonan Persetujuan Impor untuk periode
semester pertama dilakukan paling lama tanggal 1 November tahun sebelumnya.
17. Permohonan Persetujuan Impor untuk periode
semester kedua dilakukan paling lama tanggal 1 Mei tahun berjalan.
18. Persetujuan Impor merupakan dasar penerbitan Certificate
of Health di negara asal Hewan dan/atau Produk Hewan yang akan diimpor.
19. Nomor Persetujuan Impor dicantumkan dalam Certificate
of Health.
20. Terhadap pelaksanaan impor Hewan dan/atau
Produk Hewan dilakukan pemeriksaan atas Certificate of Health oleh Badan
Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.
21. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat kesesuaian
antara Certificate of Health dengan Persetujuan Impor yang meliputi
antara lain jumlah dan jenis/uraian barang, unit usaha, negara asal, pelabuhan
muat, dan nomor Persetujuan Impor.
22. Hasil atas pemeriksaan disampaikan oleh Badan
Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian kepada Direktur Jenderal melalui http://inatrade.kemendag.go.id.
23. Dalam hal di negara asal impor Hewan dan/atau
Produk Hewan terjadi wabah penyakit hewan menular dan telah ditetapkan dalam
bentuk Keputusan Menteri Pertanian, maka Persetujuan Impor yang telah
diterbitkan akan dicabut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
I. Prosedur Ekspor
1. Prosedur Pengeluaran Unggas (Doc/Dod/Burung)
a. Pemilik melaporkan rencana pengeluaran
hewannya ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
klinis dan perlakuan tindak karantina.
d. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
terhadap alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
e. Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran
(ekspor permit), surat ijin angkut satwa dari BKSDA (khusus burung) dan
menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f. Petugas menerbitkan Sertifikat Kesehatan
Hewan (KH.9).
2. Prosedur Pengeluaran Ternak Potong
a. Pemilik melaporkan rencana pengeluaran
hewannya ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2
c. Hewan tersebut harus menjalani masa karantina
selama 7 hari.
d. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
klinis dan perlakuan tindakan karantina.
e. Petugas karantina melakukan pemeriksaan terhadap
alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
f. Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran
dan menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
g. Petugas menerbitkan Sertifikat Kesehatan
Hewan (KH.9).
3. Prosedur Pengeluaran Produk Hewan
a. Pemilik melaporkan rencana pengeluaran produk
ke instalasi karantina hewan dengan mengisi form KH.1.
b. Kepala Balai menerbitkan form KH.2.
c. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan perlakuan tindakan karantina.
d. Petugas karantina melakukan pemeriksaan
terhadap alat angkut (paking) sebelum hewan dimuat.
e. Pemilik menyerahkan surat ijin pengeluaran
dan menyelesaikan pembayaran jasa karantina.
f. Petugas menerbitkan Sertifikat Sanitasi
Produk Hewan (KH.10).
J. Mekanisme Ekspor Hewan :
1. Ekspor Hewan dan/atau Produk Hewan hanya
dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat Persetujuan Ekspor dari
Menteri.
2. Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan
Persetujuan Ekspor
kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.
3. Untuk mendapatkan Persetujuan Ekspor,
perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini
Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. Fotokopi
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Surat Ijin Usaha di bidang peternakan
dan kesehatan hewan;
b. Fotokopi
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c. Fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
d. Rekomendasi
dari Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian.
4. Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan
Ekspor paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima
secara lengkap dan benar.
5. Dalam hal permohonan tertulis belum lengkap
dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
6. Persetujuan Ekspor disampaikan kepada
perusahaan yang bersangkutan dan tembusannya disampaikan kepada instansi
penerbit rekomendasi.
7. Persetujuan Ekspor diteruskan secara online
ke portal Indonesia National Single Window (INSW).
8. Dalam hal ekspor Hewan dan/atau Produk Hewan melalui pelabuhan yang
belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan
Persetujuan Ekspor disampaikan secara manual kepada instansi terkait.
K. Persyaratan
Karantina Hewan Untuk Hewan Dan Produk Hewan
1. Persyaratan Umum Karantina Hewan
Media
pembawa yang dimasukan/dikeluarkan ke/dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, wajib dilengkapi
sertifikasi kesehatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dari
negara/daerah asal dan negara/daerah transit. Dilengkapi surat
keterangan asal dari tempat asalnya bagi media pembawa yang tergolong benda
lain. Melalui
tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan. Dilaporkan dan
diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat pemasukan atau tempat
pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
2. Persyaratan Teknis impor dan ekspor hewan dan
produk hewan
Selain
persyaratan karantina yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82/2000
sebagaimana tersebut diatas, diperlukan kewajiban tambahan berupa persyaratan
teknis impor/ekspor hewan dan produk hewan ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia, sebagai berikut :
a. Negara yang belum melakukan kerjasama
bilateral perdagangan.
1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit
hewan menular atau berbahaya tertentu yang tidak terdapat di negara pengimpor
2) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari
pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dengan mempersyaratkan
ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap komoditi impor di
negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju negara pengimpor.
3) Perlakuan tindakan karantina di negara
pengimpor bertujuan untuk memastikan bahwa ketentuan-ketentuan teknis yang
dipersyaratkan tersebut benar telah dilakukan sesuai ketentuan internasional.
4) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat
Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang menerangkan
bahwa komoditi tersebut bebas dari hama penyakit yang dapat mengganggu
kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan pemenuhan
persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian
dan pengamatan secara epidimilogy terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan
menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor secara tidak langsung
melalui data-data yang ada dan tersedia.
6) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus
langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa melakukan transit di negara lain.
7) Negara pengimpor berhak melakukan
tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan
berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada
kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama
penyakit hewan menular dan berbahaya.
b. Negara yang telah melakukan kerjasama
bilateral perdagangan.
1) Negara pengekspor harus bebas dari penyakit
hewan menular dan berbahaya tertentu yang dipersyaratkan negara pengimpor.
2) Melakukan perjanjian kerjasama perdagangan
dengan mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap
komoditi impor tersebut di negara pengekspor sebelum dikapalkan/diangkut menuju
negara pengimpor.
3) Mendapatkan persetujuan impor/ekspor dari
pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri (Direktur Jenderal Bina Produksi
Peternakan/ Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dengan
mempersyaratkan ketentuan-ketentuan teknis yang harus dilakukan terhadap
komoditi impor di negara pengekspor sebelum dikapalkan /diangkut menuju negara
pengimpor.
4) Perlakuan tindakan karantina di negara
pengekspor dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan-ketentuan teknis yang
dipersyaratkan dalam perjanjian bilateral tersebut telah dilakukan sesuai
ketentuan internasional.
5) Negara pengimpor berhak melakukan penelitian
dan pengamatan secara langsung terhadap situasi dan kondisi penyakit hewan
menular dan berbahaya yang ada di negara pengekspor (approval and
accreditation).
6) Melengkapi komoditi tersebut dengan Surat
Keterangan Kesehatan atau Sanitasi dan surat keterangan lainnya yang
menerangkan bahwa komoditi tersebut bebas dari hama dan penyakit yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, hewan dan lingkungan hidup, disamping menerangkan
pemenuhan persyaratan ketentuan teknis seperti tersebut di atas.
7) Pengangkutan komoditi impor tersebut harus
langsung ke negara tujuan pengimpor tanpa transit di negara lain, kecuali telah
disetujui oleh ke dua negara dalam perjanjian bilateral atau trilateral dengan
ketentuan negara transit minimal mempunyai situasi dan kondisi penyakit hewan
yang sama dengan negara pengimpor.
8) Negara pengimpor berhak melakukan
tindakan-tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit hewan menular dan
berbahaya, jika dijumpai hal yang mencurigakan, dilaporkan tidak benar atau ada
kemungkinan bahwa komoditi tersebut dapat bertindak sebagai media pembawa hama
penyakit hewan menular dan berbahaya.
9) Tindakan karantina diutamakan terhadap hewan
yang tidak atau belum sempat dilaksanakan di negara pengekspor sesuai dengan
persyaratan teknis yang telah disepakati.
L. Larangan – Larangan
Berdasarkan
atas pertimbangan situasi dan kondisi penyakit hewan menular diluar negeri dan
dalam negeri maka pemerintah mengeluarkan larangan – larangan. Larangan –
larangan yang dimaksud adalah larangan
memasukkan/mengimpor hewan dan produk asal hewan dari negara di benua :
Amerika, Afrika, Asia dan Eropa kecuali ada izin dari pemerintah
M. Undang-undang
Yang Mengatur Ekspor Impor Unggas
1. Undang-undang yang mengatur tentang
ekspor-impor ayam adalah undang-undang nomer 18 tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Undang-undang tersebut mengatur ekspor impor mulai dari
hulu ke hilir. Beberapa pasal yang berhubungan dengan ekspor-impor ayam adalah
a. Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit
dan bakalan Pasal 15 ayat 1, 2 dan 3.
b. Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit
dan bakalan pasal 16 ayat 1.
c. Bab IV peternakan bagian kesatu benih, bibit
dan bakalan pasal 36 ayat 1, 2, 3, dan 4.
2. Peraturan menteri perdagangan Republik
Indonesia nomor : 24/M-DAG/PER/9/2011 Tentang ketentuan impor dan ekspor hewan
dan produk hewan.
KESIMPULAN
Kegiatan menjual barang atau jasa ke
negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa
dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan
devisa bagi negara. Devisa merupakan
masuknya uang asing kenegara kita dapat digunakan untuk membayar pembelian atas
impor dan jasa dari luar negeri.
Kegiatan ekspor impor hewan harus mengikuti mekanisme atau prosedur yang telah
tertuang dalam undang-undang yang telah dimuat oleh pemerintah selain itu kita
juga harus memenuhi persyaratan dalam melakukan ekspor impor ayam mulai dari
surat-surat hingga karantina ayam tersebut.
Catatan
Ini saya ambil dari berbagai sumber, saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan dalam prosedur-prosedurnya. Coba cari referensi yang
lain untuk perbandingan.