PENYAKIT ORF PADA TERNAK KAMBING DAN DOMBA
Jumat, 16 Januari 2015
Edit
Salah satu
penyakit yang sering dilaporkan menyerang ternak kambing dan Domba di
Indonesia adalah penyakit Ecthyma Contagiosa atau yang biasa disebut Orf.
Penyakit Orf ini adalah penyakit kambing dan domba menular yang umum dan
merupakan penyakit viral yang sangat infeksius. Penyakit ini ditandai dengan
terbentuknya lesi-lesi pada kulit berupa keropeng, bernanah, basah, terutama
pada daerah moncong dan bibir. Anak domba dengan umur 3-6 bulan paling banyak
menderita, meskipun yang berumur beberapa minggu dan hewan dewasa juga dapat
menderita sangat parah. Diketahui juga bahwa penyakit orf pada kambing dapat
menular ke manusia (zoonosis) lewat luka abrasi, atau saat memerah susu, atau
karena kelalaian pada saat melakukan vaksinasi. Penyakit ini pertama kali
dilaporkan oleh Van Der Laan tahun 1914 pada kambing di Medan, Sumatra Utara,
Kemudian Bubberman dan Kraneveld (1931) melaporkan kejadian penyakit tersebut
di Bandung, Jawa Barat. Penyebaran penyakit Orf juga terjadi di daerah Jawa,
Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Bali dan Papua. Menurut data lain yang
menyebutkan bahwa sebanyak 20 provinsi sebagai daerah tertular sampai tahun
1988 (Adjid, 1992).
ETIOLOGI
Orf
disebabkan oleh virus parapox dari family poxviridae dan termasuk dalam genus
parapox virus (Fauquet dan Mayo, 1991; Fenner dkk., 1998). Virus Orf berukuran
relatif besar sekitar 300 - 450 nm x 170-260 nm dan struktur luarnya seperti
rajutan benang wol (Kluge dkk., 1972). Merupakan virus tipe DNA yang berbentuk
ovoid (Mercer dkk., 1997). Agen penyebab penyakit orf adalah virus yang
termasuk dalam kelompok parapoks dari keluarga virus poks. Virus ini sangat
tahan terhadap kondisi lingkungan, di padang penggembalaan dan mampu hingga
tahunan, tahan terhadap pemanasan 50oC selama 30 menit dan juga
tahan terhadap pembekuan dan pencairan tetapi tidak tahan terhadap kloroform.
GEJALA
KLINIK
Masa inkubasi berlangsung selama 2 – 3 hari.
Mula-mula terbentuk papula, vesikula atau pustule pada daerah sekitar mulut.
Vesikula hanya terlihat selama beberapa jam saja, kemudian pecah/ Isi vesikula
ini berwarna putih kekuningan. Kira-kira pada hari ke 10 terbentuk keropeng
tebal dan berwarna keabu-abuan. Bila lesi di mulut luas, maka hewan sulit makan
dan menjadi kurus. Terjadi peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata,
alat genital, ambing pada hewan yang sedang menyusui dan medial kaki, pada
tempat yang jarang ditumbuhi bulu.
Selanjutnya peradangan ini berubah menjadi eritema,
lepuh-lepuh pipih mengeluarkan cairan, membentuk kerak-kerak. yang mengelupas
setelah 1 – 2 minggu kemudian. Pada selaput lendir mulut yang terserang, tidak
terjadi pergerakan. Apabila lesi tersebut hebat, maka pada bibir yang terserang
terdapat kelainan yang menyerupai bunga kool. Kalau tidak terkena Orf dan
infeksi sekunder, lesi-lesi ini biasanya sembuh setelah penyakit tersebut berlangsung
4 minggu.
Pada
hewan muda, keadaan ini bias sangat mengganggu, sehingga dapat menimbulkan
kematian. Selain itu, adanya infeksi sekunder, memperhebat keparahan penyakit.
Pada bedah bangkai, tidak terlihat adanya kelainan-kelainan menyolok pada alat
tubuh bagian bagian dalam, kecuali kelainan-kelainan pada kulit. Pada manusia,
gejala penyakit ini berupa lepuh-lepuh pada tangan dan lengan. Lesi ini
kemudian mengering serta mengeras estela 2– 3 minggu.
DIAGNOSA
Diagnosa dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis
yang ditemukan. Jumlah penderita yang biasanya lebih dari seekor dalam satu
kelompok hewan sehingga memperkuat dugaan adanya Orf. Ukuran virus yang cukup
besar dan bentuk virus yang spesifik, sehingga dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop elektron juga memudahkan peneguhan diagnosa (Akoso, 1991). Pada domba
dan kambing, lesi yang terlihat cukup spesifik, dapat didiagnosa secara klinik
tanpa bantuan laboratorium.
Diferensial
diagnosa atau diagnosa banding didasarkan atas kesamaan ciri penyakit lain yang
ditemukan. Namun, agen penyebab penyakit adalah berbeda. Diagnosa banding
terhadap penyakit Orf pada kambing dan domba meliputi dermatitis karena jamur
dan eczema facialis (Akoso, 1991) selain itu penyakit oleh virus cacar
(sheeppox) serta tumor pada kulit serta bluetongue.
CARA
PENULARAN
Penyakit
ini menular dengan cepat dari ternak terinfeksi ke ternak yang sehat melalui
kontak langsung. Penularan dapat juga terjadi akibat hewan yang peka
mengkonsumsi pakan yang tercemar oleh keropeng bungkul orf. Tingkat
penularannya dapat mencapai 100%, sedangkan angka mortalitasnya relatif rendah,
yaitu sekitar 2- 5,4%. Angka mortalitas pada kambing dapat mencapai 9,23% yang
terjadi diakhir dan awal tahun. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa kejadian orf
cenderung meningkat pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. Pada
kasus yang berat, mortalitas dapat mencapai 93% terutama pada ternak yang muda.
Kelembaban udara yang tinggi dan kondisi stress juga dilaporkan sebagai pemicu
timbulnya penyakit orf pada ternak. Penularan pada manusia juga terjadi melalui
kontak dengan hewan yang sakit atau bahan-bahan yang tercemar oleh penyakit
ini.
PENCEGAHAN
ORF
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian
autovaksin pada daerahdaerah enzootic. Vaksin ini dibuat dari keropeng kulit
yang menderita, dibuat tepung halus dan disuspensikan menjadi 1 % dalam 50 %
gliserin. Vaksinasi pada hewan muda dilakukan berupa pencacaran kulit, diadakan
pada kulit di daerah sebelah dalam paha, sedangkan pada hewan dewasa dilakukan
disekitar leher, beberapa minggu sebelum masa penyusuan.
Anak
domba biasanya divaksinasi pada umur 1 bulan dan divaksinasi ulang pada umur 2
– 3 bulan agar memperoleh kekebalan yang maksimal. Reaksi timbul 7 hari setelah
vaksinasi dan kekebalan berlangsung selama 8 – 28 bulan. Hewan di daerah
endemic sebaiknya divaksinasi setiap tahun. Vaksin harus diperlakukan hati-hati
agar tidak menginfeksi tangan. Sedang botol bekas awetan segera dibakar agar
tidak mengkontaminasi tanah atau tempat diadakan vaksinasi. Pada daerah yang
belum dijangkiti penyakit ini, tidak dianjurkan mengadakan vaksinasi. Karena
Orf dapat menular pada manusia, maka pada waktu vaksinasi harus memakai sarung
tangan.
PENGOBATAN
ORF
Karena penyebabnya adalah virus, maka tidak ada obat
yang efektif terhadap penyakit Orf. Pengobatan yang dilakukan secara
simptomatis hanya untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri dan myasis oleh
larva serta mempercepat kesembuhan, misalnya dengan penggunaan antibiotika
berspektrum luas seperti oksitetrasiklin dan pemberian multivitamin (Adjid,
1993). Cara lain yang lebih sederhana adalah pengerokan keropeng sampai
terkelupas dan sedikit berdarah selanjutnya setelah itu dioleskan methylen blue
pada lesinya. Selain itu, dapat juga dengan menggunakan yodium tincture 3%
setelah sebelumnya lesi Orf digosok dengan tampon sampai terkelupas lalu di
desinfeksi dengan menggunakan alcohol 70% serta dilanjutkan dengan langkah yang
terakhir adalah dilakukan penyuntikan antibiotik untuk mencegah super infeksi.
Obat anti lalat juga dianjurkan penggunaannya untuk mencegah myasis oleh larva
lalat (Abu Elzein dan Housawi, 1997).