LAPORAN FISIOLOGI TERNAK THERMOREGULASI
Rabu, 22 April 2015
Edit
Suatu
ciri makhluk hidup disamping bernafas adalah memiliki panas tubuh, dimana hal
ini menunjukkan bahwa makhluk hidup tersebut sedang melakukan proses
metabolisme. Sistem pengaturan panas pada tubuh makhluk hidup diperlukan
sehingga tercapai produksi panas (thermogenesis) dan pembuangan panas
(thermolisis) menjadi seimbang. Produksi panas diperoleh dari proses
metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian tubuh melakukan
aktifitas untuk membakar energi. Dalam pembakaran energi inilah berarti
sebagian panas akan dikeluarkan oleh tubuh. Pembuangan panas inilah yang
membuktikan bahwa makhluk hidup telah melakukan aktifitas. Panas tubuh akan
dikeluarkan melalui evaporasi (penguapan), yaitu melalui kelenjar keringat. Kelenjar keringat ini akan bekerja aktif apabila kondisi
udara sangat panas. Suhu tubuh normal adalah panas tubuh
yang terdapat dalam zona thermoneutral.
Kemampuan hewan
ternak untuk menghilangkan panas dengan cara konveksi sangat terbatas.
Kehilangan atau kenaikan panas untuk tubuh yang disebabkan makanan atau air
minum yang dimakan dapat mempengaruhi jumlah produksi panas atau jumlah
kehilangan panas. Karenanya untuk menyesuaikan hewan dengan kondisi di daerah
tropis, ventilasi kandang ternak harus dibuat sehingga memungkinkan lancarnya
aliran panas pada hewan ternak dan lingkungan sekitarnya.
Suhu tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu derajat panas
yang tetap, tetapi berkisar diantara batas titik, karena proses metabolisme di
dalam tubuh tidak selalu tetap dan faktor suhu di sekitar tubuh. Suhu
tubuh yang konstan akan tercapai apabila mekanisme thermoregulasi telah bekerja
sempurna dan hewan telah dewasa.
Dalam praktikum ini kita diharapkan mengetahui panas
tubuh yang diterima (sebelum hewan dipanaskan) dan panas yang dikeluarkan
(setelah hewan dipanaskan) dan faktor lain yang berpengaruh tehadap
thermoregulasi tubuh.
A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum
Thermoregulasi adalah untuk mengetahui suhu tubuh, perbandingan suhu tubuh dan
proses pelepasan panas pada beberapa hewan percobaan, diantaranya adalah
kelinci, marmot, ayam, burung merpati, sapi, dan kambing.
B. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum I
Thermoregulasi ini dilaksanakan pada pukul 09.00–12.00 WIB. Bertempat di
Jatikuwung. Praktikum II dilaksanakan pada hari Sabtu pukul 09.00 –
12.30 WIB di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Metabolisme
satu grum lemak menghasilkan 9,3 kalori panas kira- kira 9,0 kalori bila
dibakar di luar atau di dalam tubuh. Sedangkan protein bila dibakar di luar
tubuh menghasilkan 5,3 kalori, sedangkan pembakaran di dalam tubuh menghasilkan
0,1 kalori. Perbedaan produksi panas protein disebabkan oleh terjadinya
ekskresi sisa-sisa nitrogen dan metabolisme protein. Perbedaan ini praktis hilang apabila sejumlah ekuivalen
panas dari urine dan feses ditambahkan pada angka metabolik di protein itu
(Frandson, 1992).
Panas yang dihasilkan pada metabolisme sel akhirnya
dikeluarkan melalui permukaan tubuh, tetapi laju hilangnya panas ini tergantung
pada jenis hewan. Kebanyakan hewan adalah ektotherme (Yunani, ektan = luar dan
therme = panas), laju hialngnyaq panas itu begitu tinggi dan laju produksi
panas begitu rendah, sehingga suhu tubuh ditentukan oleh suhu lingkungan dan
bukan oleh metabolisme utama (Villee et. al., 1988).
Faktor-faktor penting yang memegang peranan utama dalam
menentukan pembentukan panas adalah :
1. Laju
metabolisme basal semua sel tubuh.
2. Peningkatan
kecepatan metabolisme yang disebabkan aktifitas otot.
3. Peningkatan metabolisme oleh efek tiroksin
pada sel.
4. Peningkatan metabolisme oleh efek
norepinefrin dan perangsangan simpatis pada sel.
5. Peningkatan metabolisme oleh suhu sel-sel
tubuh (Guyton, 1983).
Ada
beberapa langkah hewan endodermis dapat menggunakan panas bila ia kehilangan
panas ke lingkungan lebih cepat dari panas yang dihasilkan (misalnya bila ia
mulai dingin).
1. Hewan meningkatkan
laju metabolisme dan jaringan-jaringannya. Banyak mamalia meningkatkan laju
matabolisme ketika lingkungannya menjadi lebih dingin, tetapi merupakan suatu
hal yang sangat kontroversi apabila manusia mampu melakukan hal ini.
2. Hewan dapat
meningkatkan aktifitas fisik. Pada waktu istirahat, otot hanya menyumbang
sedikit (kira-kira 16 %) pada panas badan.
3. Semakin besar rasio permukaan terhadap volume
dari setiap bagian badan. Semakin cepat bagian tersebut dapat memindahkan panas
ke lingkungan. Inilah mengapa panas di bagian badan sangat dingin, misalnya
pemberian darah pada jejari dapat dapat turun sampai 1 % atau demikian dari
suhu normal (Kimball, 1994).
Hewan berdarah panas mempunyai suhu tuuh yang tetap,
sedangkan suhu kulit dan jaringan berubah-ubah. Bila suhu lingkungan lebih
tinggi daripada suhu badan, maka reproduksi panas pada hewan berkurang. Pelepasan panas ditingkatkan, kegiatan kelenjar keringat
meningkat dan pernafasan lebih cepat. Jadi mekanisme homeostatis tersangkut
untuk mengatur keseimbangan suhu badan hewan berdarah panas (Sastrodinoto, 1990).
MATERI DAN METODE
A. Materi
1. Alat
a. Stopwatch
b. Thermometer
c. Sangkar jebakan tikus
2. Bahan
a. Kelinci
b. Marmot
c. Ayam
d. Burung merpati
e. Sapi
f. Domba
B. Metode
1. Pengukuran temperatur rectal ;
a. Skala
thermometer dinolkan dengan cara dikibas-kibaskan secara hati-hati.
b. Memasukkan
thermometer ke dalam rectum hewan percobaan sekitar sepertiga bagian selama
lima menit.
c. Mengulangi
pengukuran sebanyak lima kali dan hasilnya dirata-rata.
2. Pengukuran proses pelepasan panas ;
a. Memasukkan hewan
percobaan pada sangkar jebakan tikus.
b. Menjemur di
bawah terik matahari selama 10 menit.
c. Mengelaurkan
hewan percobaan dari sangkar jebakan tikus.
d. Mengukur suhu
rectalnya.
e. Mengulangi
sebanyak lima kali dan hasilnya dirata-rata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Hasil pengamatan temperatur
rectal pada hewan percobaan
No.
|
Temperatur rectal (celcius)
|
|||||
Kelinci
|
Marmot
|
Ayam
|
Burung
merpati
|
Sapi
|
Domba
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
38,5
38,7
38,9
38,5
39,6
|
37,6
37,6
37,4
37,5
37,6
|
40
42
41,5
40,2
39,4
|
40,6
41,7
41,8
41,9
41,5
|
38,5
38,6
38,8
39
40
|
38,8
39,8
39,7
39,6
39,8
|
X
|
38,64
|
37,54
|
40,62
|
41,5
|
38,98
|
39,54
|
Sumber data : Laporan sementara
Tabel 6.2 Hasil pengamatan pelepasan
panas pada hewan percobaan
No.
|
Temperatur rectal (celcius)
|
|||
Kelinci
|
Marmot
|
Ayam
|
Burung
merpati
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
38,9
39
39,2
39,2
39,4
|
40,6
40
39,5
39,6
39,5
|
42,5
42
39
41,5
40,2
|
41,7
41,4
41,3
41,4
41,3
|
x
|
39,14
|
39,84
|
41,04
|
41,42
|
Sumber data : Laporan sementara
B. Pembahasan
Thermoregulasi adalah suatu sistem pengaturan panas pada mahluk hidup agar terdapat
keseimbangan antara produksi panas (thermogenesis) dan pembungan panas
(thermolisis). Penentuan suhu tubuh hewan percobaan melalui suhu rectal, karena
pada bagian tersebut tidak sering bergerak sehingga suhunya akan relatif stabil
dan tidak berubah-ubah.
Dari hasil percobaan yang diperoleh sebelum dijemur di
bawah sinar matahari untuk kelinci adalah 38,64o C, sedang suhu
normalnya adalah 37 oC – 39 oC (Akoso, 1993). Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi kelinci dan marmot dalam keadaan sehat. Dan ini
dimungkinkan pengaruh dari suhu lingkungan atau suhu luar tubuhnya tidak begitu
berarti. Begitu juga suhu yang diperoleh dengan pengukuran suhu terhadap marmot
yaitu 37,54o C, yang jika disamakan suhu normalnya 37 oC
– 39 oC (Akoso, 1993) tidak mengalami perbedaan.
Suhu rectal pada ayam 40,62o C sedangkan pada
burung merpati 41,5 oC. Adapun suhu normal unggas adalah 40 oC
– 42 oC (Akoso, 1993). Pada ayam mengalami perbedaan yang sangat
sedikit sekali, dimungkinkan hal ini disebabkan karena kondisi tubuhnya tidak
sehat atau pengaruh dari suhu lingkungannya. Sedangkan burung merpati
menunjukkan dalam kondisi normal karena suhu lingkungan tidak begitu berpengaruh.
Dilihat dari segi perbedaan hal ini disebabkan karena pengaruh dari luar yaitu
suhu lingkungan dan dari dalam yaitu keadaan emosi atau yang lainnya, seperti
kemampuan metabolisme berbeda dengan yang lainnya.
Pada sapi dan domba rectalnya 38,98 oC dan
39,54 oC. yang suhu normalnya sebenarnya adalah 38,3 oC-39,5 oC (Akoso, 1993). Jika dilihat perbedaan suhu pada domba
tersebut, diakibatkan karena adanya pengaruh sinar matahari dan metabolisme
yang sedang dialami domba tersebut. Walaupun pada sapi menunjukkan kesamaan
terhadap suhu normal. Hal ini dikarenakan sapi mampu mengoptimalkan kemampuan
tubuhnya terhadap kondisi suhu lingkungan dari dalam maupun dari luar.
Sedangkan suhu rectal dari kelinci, marmot, ayam, dan
burung merpati setelah dilakukan pemanasan di bawah sinar matahari. Secara
berturut-turut dapat diuraikan antara lain 39,14 o C ; 39,84 o C
; 41,04 o C ; 41,42 o C. Adapun rata-rata temperatur
pelepasan normal dari kelinci dan marmot adalah 37 oC – 42 oC
(Akoso, 1993). Jadi kondisi kelinci dan marmot masih dalam kondisi normal dan
sehat. Hal ini jika dibandingkan dengan suhu rectal hewan sebelum di panaskan
akan didapatkan perbedaan, sehingga mampu membuktikan bahwa panas yang
diakibatkan sinar matahari ikut mempengaruhi pengukuran suhu rectal.
Rata-rata
temperatur rectal hewan percobaan tertinggi adalah burung merpati 41,5 oC
dan yang terendah adalah marmot 37,54 oC. Pada pelepasan panas suhu
tertinggi burung merpati 41,42 oC dan terendah kelinci 39,14 oC.
Perbandingan temperatur rectal serta pelepasan antara unggas dan mamalia
adalah mamalia cenderung lebih rendah
jika dibandingkan dengan unggas.
KESIMPULAN
Dari hasil
percobaan dan pengamatan Thermoregulasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
a. Untuk pengukuran temperatur rectal rata-rata
pada kelinci 38,64 o C ; marmot 37,54 o C ; ayam 40,62 o
C ; burung merpati 41,5 o C ; sapi 38,98 o C ; dan
domba 39,54 o C.
b. Untuk pengukuran temperatur rectal pada
proses pelepasan kalor rata-rata pada kelinci 39,14 o C ; marmot
39,84 o C ; ayam 41,04 o C ; dan burung merpati 41,42 o
C.
c. Suhu tertinggi pengukuran temperatur rectal
ialah burung merpati 41,5 o C, sedangkan yang terendah adalah marmot
37,54 o C. Dan pada pelepasan kalor suhu tertinggi burung merpati
41,42 oC dan terendah kelinci 39,14 oC.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
panas diantaranya adalah makanan dan minuman dalam proses metabolisme,
temperatur lingkungan, radiasi sinar matahari, lama penyinaran, dan ketebalan
serta kondisi rambut atau bulu.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, Budi Tri. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius.
Yogyakarta.
____________ . 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius.
Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi
keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Guyton and Hall. 1992. Buku AjarFisiologi Kedokteran.
EGC. Jakarta.
Kimball, J.W. 1994. Biologi. Jilid II. Alih bahasa Siti
Soetarmi, dkk. Erlangga. Jakarta.
Sastrodinoto, Soerjono. 1990. Biologi
Umum. Jilid II. Gramedia. Jakarta.
Villee,
Claude A., Wariant Walker, Robert D. Barnes. 1988. Zoology Umum. Erlangga.
Jakarta.