PRAKTIKUM UJI KEBUNTUNGAN
Senin, 27 April 2015
Edit
Bereproduksi
adalah satu ciri makhluk hidup, dengannya makhluk hidup mampu mempertahankan
kelestarian dan menurunkan sifat keturunan. Reproduksi seksual ditandai dengan
bertemunya ovum dan sperma sehingga berkembang menjadi zigot yang selanjutnya
menajdi embrio. Pada hewan keadaan dimana anak sedang berkembang di dalam
uterus hewan betina disebut kebuntinagn. Periode kebuntingan melalui beberapa tahapan. Pertama, tahap ovum (ovum
bertemu dengan sperma) dimulai dari fertilisasi sampai implantasi. Kedua, tahap
embrio adalah terbentuknya embrio pada uterus dimulai dari implantasi sampai
saat dimulainya pembentukan alat-alat tubuh bagian dalam. Ketiga, foetus atau
anakan adalah embrio berkembang menjadi foetus, dimulai terbentuknya alat-alat
tubuh bagian dalam, terbentuknya extremitas sampai lahir. Hormon
yang berpengaruh pada masa kebuntingan adalah hormon gonadotropin yang terdiri
atas hormon Follicel Stimulating Hormone (FSH), Luteinising Hormone (LH), dan
Luteotropic Hormone (LTH). Ketiga
hormon tersebut disekresikan oleh hormon pituari.
Pada manusia, uji
kebuntingan tergantung pada kenyataan bahwa plasenta juga menghasilkan sejumlah
hormon-hormon estrogenik yang cukup serat gonadotropin karionik, metabolik atau
produk akhir yang disekresikan ke dalam urine. Pada pria gonadotropin
mengendalikan pembentukan spermatozoa dan sekresi testosteron. Apabila urine
yang mengandung hormon-hormon tersebut disuntukkan ke dalam katak maka setelah
beberapa saat urine dari katak tersebut diambil dan dideteksi maka akan
terdapat spermatozoa dari katak tersebut.
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari
praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang Uji Kebuntingan ini adalah mengetahui
kebuntingan melalui tes galimainini.
B. Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum Uji
Kebuntingan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 01 April 2010 pukul
09.00-12.30 WIB bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Aktifitas sistem reproduksi sebagian besar hewan
dikontrol oleh hormon pada manusia, faktor pembebas yang dilepaskan oleh
hipotalamus merangsang lobus anterior kelenjar hipofase untuk melepas FSH dan
LH. Pada yang jantan FSH dan LH
merangsang testis (buah zakar) untuk menghasilkan sperma dan testosteron. Pada
yang betina FSH dan LH merangsang ovari untuk menghasilkan sebuah sel telur
yang siap untuk pembuahan dan melepaskan hormon kelamin betina ialah estrogen
dan progesteron (Kimball, 1994).
Deteksi HCG dalam urine mula-mula dilakukan dengan
uji bio. Pada tahun 1932 Asckheim dan Zandek menunjukkan bahwa kelinci dara
mengalami ovulasi (tes A – Z). Friedman pada tahun 1923 menunjukkan bahwa
kelinci dara yang disuntik secara intravena dengan urine wanita hamil
menunjukkan hiperemi ovarium. Kemudian pemberian urine wanita hamil pada katak
akan menyebabkan katak melepaskan sperma atau ovum (Nalbandov, 1990).
Betina atau induk yang sedang bunting perlu
memperoleh perhatian yang khusus. Bila
terjadi keguguran karena kelainan berarti peternak menanggung rugi. Induk yang
bunting perlu bergerak, berjalan dan memperoleh sinar matahari yang cukup.
Kondisi badannya dijaga agar gemuk, seaht, segar, dan kuat. Tambahan makanan
penting untuk timbulnya anaknya nanti banyak dan untuk keperluan induk itu
sendiri dalam mempersiapkan kelahiran di kemudian tetap sehat, kuat, dan lancar
(Sumoprastowo, 1980).
Janin diselubungi
oleh selaput janin yang disebut plasenta dan berkembang menjadi calon anak yang
pada saat kelahiran keluar melalui leher rahim masuk ke vagina dan melanjutkan
ke laur melalui proses secaar normal. Pendekatan selaput janin ke dinding
uterus dimungkinkan oleh adanya banayk kotiledon disamping berfungsi sebagai
tempat perlekatan juga untuk menyalurkan nutrisi melalui aliran darah dari
induk melewati tali pusat (Akoso, 1996).
Fimbria pada margin
infundibulum dan tuba uterin sangat erat dengan ovari, dan pada saat ovulasi,
ovum masuk ke dalam infudibulum dan tuba uterin. Ovum kemudian bergerak ke tuba
uterin ke dalam uterus melalui kerja gabungan antara silia pada permukaan
mukosa dari sel-sel epitel dan kontraksi yang terjadi pada dinding muscular
dari tuba uterin. Setelah ovulasi kebuntingan tidak dapat terjadi secara normal
tanpa adanya penetrasi ovum oleh sperma dalam periode waktu ketika ovum masih
hidup (Frandson, 1992).
MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat dan bahan
1. Mikroskop
2. Preparat Awetan
B. Metode
1. Memiliki tiga buah preparat awetan yang telah
disediakan (kulit tikus putih, otot polos, dan coecum merpati).
2. Mengamati di bawah mikroskop.
3. Menggambar hasil pengamatan dan memberi
keterangan
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Dari
hasil percobaan dapat terlihat bentuk sperma katak (seperti gambar). Pada
sperma katak itu dapat terlihat bagian-bagiannya yaitu kepala, badan, dan ekor
sperma. Sebelumnya uji kebuntingan ini harus menggunakan urine wanita hamil pertama
kali buang air kecil setelah bangun pagi karena kandungan hormon gonadotrophin
masih tinggi dan tubuh belum banyak melakukan proses metabolisme sehingga urine
masih murni atau baru sedikit mengandung zat-zat sisa yang disekresikan sebagai
sisa metabolisme tubuh.
Pada
percobaan ditentukan sperma katak yang hidup, urine disuntikkan pada bagian
soccus abdominalis katak, karena gonad katak terdapat pada saluran tersebut.
Jika urinenya bukan urine wanita hamil, pada urine katak tidak akan dijumpai
sperma. Hal ini karena urine wanita hamil mengandung hormon-hormon estrogenik,
gonadotrophin korionik yang merupakan produk akhir atau metabolik dari plasenta
yang disekresikan ke urine.
Pada
saat urine tersebut disuntikkan pada katak, gonadotropin merangsang testis dan
disekresi oleh plasenta, karena testosteron dan produk akhir disekresikan ke
dalam urine dan urine tersebut dideteksi maka akan terdapat spermatozoa dari
katak tersebut. Sperma terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian kepala untuk
tempat kromosom yang mengandung gen, badan terdapat mitokondria sebagai mesin
penggerak ekor, dan bagian ekor sebagai alat gerak guna mencapai ovum.
Menurut
Kimball (1994), hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipophisis yaitu Follicel
Luteinising Hormon (FSH) dan Luteinising Hormon (LH). Pada hewan jantan hormon
ini merangsang testis untuk menghasilkan sperma, sedangkan pada betina
merangsang ovarium menghasilkan sel telur atau ovum.
Ketika
melakukan praktikum Uji Kebuntingan ini terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi di dalamnya. Ketika urine tersebut disuntikkan ke lubang saccus
abdominalis katak ternyata cairan putih (urine) itu hanya ditunggu tidak sampai
5 menit dan dengan memencet menggunakan bantuan ujung jari urine tersebut dapat
keluar. Kondisi sperma yang diperoleh dari praktikum sebelumnya masih hidup,
tetapi beberapa saat ketika diamati di bawah mikroskop memang terlihat sperma
katak, tidak bergerak kemudian mati. Hal ini disebabkan ketika urine ditampung
di decglass praktikan mengulasnya tipis.Sperma yang mati ini disebabkan karena
beberapa faktor, antara lain suhu ruangan yang tidak mendukung untuk hidupnya
sperma.
KESIMPULAN
Dari
hasil percobaan dan pengamatan Uji Kebuntingan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
a. Uji kebuntingan dapat dilakukan dengan tes
galimainini, yaitu dengan memasukkan urine wanita hamil ke dalam tubuh katak
jantan.
b. Uji kebuntingan dapat berhasil jika urine yang
disuntikkan benar-benar dari wanita hamil.
c. Sperma terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian
kepala untuk tempat kromosom yang mengandung gen, badan terdapat mitokondria
sebagai mesin penggerak ekor, dan bagian ekor sebagai alat gerak guna mencapai
ovum.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, Budi Tri. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius.
Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kimball, J.W. 1994. Biologi. Jilid II. Alih bahasa
Siti Soetarmi, dkk. Erlangga. Jakarta.
Nalbandov, A.V.
1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Edisi ketiga. Alih
bahasa Sunaryo. EGC. Jakarta.
Sumoprastowo, R.
M. 1980. Beternak Kambing Yang
Berhasil. Bharata Karya Aksara. Jakarta.