TINGKAH LAKU TERNAK ANTARA INDUK DAN ANAK
Sabtu, 18 April 2015
Edit
Semua
makhluk hidup, termasuk hewan memiliki ciri-ciri salah satunya
yaitu iritabilitas/ menanggapi rangsang. Adanya kepekaan hewan terhadap
rangsangan baik yang datangnya dari dalam maupun luar, maka hewan tersebut akan
memberikan prilaku/ respon yang berbeda-beda sesuai dengan rangsangan yang
diberikan. Ternak akan bertingkah laku karena menanggapi adanya rangsangan
tersebut, diantaranya adalah tingkah laku makan dan minum, tingkah laku
induk-anak, tingkah laku sexual, tingkah laku berlindung, tingkah laku
berkumpul, dan tingkah laku menyingkirkan kotoran. Perilaku merupakan suatu
aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku
melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera. Perubahan
rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan
syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun
eksternal untuk mempertahankan proses keseimbangan agar proses metabolisme di
dalam tubuh dapat berlangsung secara normal.
Tingkah laku hewan didefinisikan sebagai ekspresi
dari sebuah usaha untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri perbedaan kondisi
internal maupun eksternal. Dapat juga didefinisikan sebagai respons hewan
terhadap stimulus/rangsangan. Tingkat kematian anak setelah kelahiran pada
ternak ruminansa dan babi secara nyata mempengaruhi tingkat keuntungan pada
satu usaha peternakan dan juga kemajuan genetika melalui pengaruhnya terhadap
seleksi diferensial.
Kebanyakan kematian anak terjadi beberapa hari
setelah kelahiran dan mungkin dapat disebabkan oleh kombinasi dari beberapa
faktor. Faktor-faktor ini termasuk karakteristik induk dan anak yan dalam hal
ini mungkin disebabkan oleh faktor genetika atau pengaruh faktor lingkungan dan
atau interaksi antara faktor-faktor tersebut. Faktor tersebut antara lain
adalah : bobot lahir, “litter size”, kemampuan induk, dan daya tahan
anak yang baru dilahirkan. Kematian anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan
seperti iklim, jumlah ternak dalam kandang/padang rumput, keadaan lokasi,
tingkat pakan selama masa akhir kebuntingan, dan interaksi yang kompleks
diantara faktor tersebut yang mempengaruhi kekuatan ikatan induk dan anak.
A. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tingkah laku
induk-anak?
2. Bagaimanakah tingkah laku induk-anak pada
ternak terjadi?
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tingkah laku
induk anak.
2. Untuk mengetahui tingkah laku anatara induk
dan anak pada masing-masing ternak.
PEMBAHASAN
A. Tingkah Laku Induk-Anak
Perilaku
(tingkah laku) adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara
organisme dan lingkungannya. Hal itu merupakan kegiatan yang diarahkan dari
luar dan tidak mencakup banyak perubahan di dalam tubuh yang secara tetap
terjadi pada makhluk hidup. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu
stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf
diperlukan untuk mengkoordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya
melaksanakan aksi. Perilaku dapat juga disebabkan stimulus dari dalam. Hewan
yang merasa lapar akan mencari makanan sehingga hilanglah laparnya setelah
memperoleh makanan. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan
akibat gabungan stimulus dari luar dan dari dalam (Suhara, 2010).
Mukhtar
(1986) dalam Pandanwati (2009) menyatakan bahwa pola perilaku dapat
dikelompokkan ke dalam 9 sistem perilaku yaitu sebagai berikut :
1. Perlaku ingestive , yaitu perilaku
makan dan minum
2. Shelter seeking
(mencari perlindungan), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang
optimum dan menghindari bahaya.
3. Perilaku agonistik, yaitu perilaku
persaingan atau persaingan antara dua satwa sejenis, umum terjadi selama musim
kawin.
4. Perilaku sexsual, yaitu perilaku
peminangan (courtship behaviour), kopulasi dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan hubungan antara satwa jantan dan betina satu jenis.
5. Care giving atau epimelitik
atau perilaku pemeliharaan, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal
behaviour) dan memberi bantuan kepada individu lain yang menderita tekanan
(succorant behaviour).
Tingkah
laku hewan didefinisikan sebagai ekspresi dari sebuah usaha untuk beradaptasi
atau menyesuaikan diri perbedaan kondisi internal maupun eksternal. Dapat juga didefinisikan
sebagai respons hewan terhadap stimulus / rangsangan. Tingkat kematian anak
setelah kelahiran pada ternak ruminansia dan non ruminansia secara nyata
mempengaruhi tingkat keuntungan pada satu usaha peternakan dan juga kemajuan
genetika melalui pengaruhnya terhadap seleksi diferensial. Kebanyakan kematian
anak terjadi beberapa hari setelah kelahiran dan mungkin dapat disebabkan oleh
kombinasi dari beberapa faktor.
Faktor-faktor
ini termasuk karakteristik induk dan anak yang dalam hal ini mungkin disebabkan
oleh faktor genetika atau pengaruh faktor lingkungan dan atau interaksi antara
faktor-faktor tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah : bobot lahir, “litter
size”, kemampuan induk, dan daya tahan anak yang baru dilahirkan. Kematian
anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti iklim, jumlah ternak dalam
kandang/padang rumput, keadaan lokasi, tingkat pakan selama masa akhir
kebuntingan, dan interaksi yang kompleks diantara faktor tersebut yang
mempengaruhi kekuatan ikatan induk dan anak. Maternal behaviour antara
lain adalah :
1. Perilaku induk Pra-Partus (sebelum
melahirkan)
2. Perilaku induk ketika pastus
(melahirkan)
3. Perilaku pasca partus (setelah
melahirkan)
B. Tingkah Laku Induk-Anak pada Ternak (Maternal
Behaviour)
1. Kelinci
a. Perilaku induk kelinci pra-partus
Beberapa
hari sebelum kelahiran anak-anak kelinci, sang induk akan terlihat gelisah,
keluar masuk kotak sarang, menggaruk-garuk kandang,nafsu makan sedikit
berkurang dan induk yang sangat protektif akan cenderung menyerang jika akan di
pegang. Ini merupakan perilaku alamiah kelinci, yang perlu di lakukan adalah
cukup memberi perhatian dan ketenangan, yang harus dilakukan adalah memberikan
rumput kering di dalam kotak sarang dan sedikit rumput kering di luar kotak
sarang. Dan membiarkan induk menyalurkan nalurinya mengangkat rumput kering
tersebut ke dalam kotak sarangnya.
b. Perilaku induk ketika partus
Beberapa
jam sebelum kelahiran sang induk akan mencabuti bulu di bawah perutnya dan di
kumpulkan di kotak sarangnya. Perilaku ini mengindikasikan sang induk sudah
akan melahirkan anak-anaknya. Ini masa yang sangat penting, jadi peternak yang
baik akan membiarkan induk kelinci memiliki privasinya agar induk menyelesaikan
kelahiran anak-anaknya sendiri. Pada kondisi yang sekiranya kritis pada induk
barulah peternak
c. Perilaku induk ketika pasca-partus
Sesaat
setelah di lahirkan anak-anak kelinci terlihat sangat tidak berdaya. Peternak
tidak perlu khawatir jika induk langsung meninggalkan kotak sarang setelah
membersihkan anak-anaknya. Pada kondisi ini naluri sang induk sangatlah baik.
Yang perlu di lakukan oleh peternak adalah memenuhi seluruh kebutuhan kelinci
pada masa ini dengan cara: memberikan ketenangan, makanan, keamanan dan
kenyamanan selama masa menyusui.
Namun
pada praktiknya terdapat induk yang tidak mau menyusui anaknya. Hal ini terjadi
karena :
1) kebersihankandang, kandang yang besih
menjadikan kelinci peliharaan kita kerasan dan tidak mudah stres. Selain itu
kandang yang kotor dan pengap dapat menjadi tempat hidup bakteri dan parasit
sehingga menjadi penyakit. Kalau induk sudah tidak nyaman di dalam kandangnya
mustahil akan merawat anak-anaknya dengan baik.
2) Kurang pahamnya peternak akan waktu menyusui
anak kelinci. Anak kelinci menyusuhnya sebentar kira-kira 2-3 menit dan waktunyapun tertentu, paling sering
malam hari mulai lepas maghrib, tengah malam atau pada waktu subuh. Biasanya peternak awal belum pernah melakukan
pengamatan ini sehingga menganggap anak kelinci tidak dirawat induknya.
3) peternak sering memegang anak kelinci dengan
tangan telanjang, perlakuan seperti ini kurang baik karena induk kelinci
mempunyai indera pembau yang sangat sensitive sehingga akan mengenali
anak-anaknya. Andai anak kelinci dipegang peternak dengan tangan telanjang,
induk akan mengira itu bukan anaknya.
Sehingga dalam perkembangannya anak akan dibiarkan oleh induknya
sehingga anak kelinci mengalami kematian.
4) Karena ada induk yang bersifat kanibal, induk
yang mempunyai sifat kanibal mempunyai
tanda-tanda sangat agresif dan suka melukai anak-anaknya hingga berdarah
sehingga anak kelinci ada yang mati. Saran mengatasi kanibal sebaiknya ketika
menyusui, induk diberi makanan/nutrisi yang bagus dan jangan pernah kekurangan.
5) Karena sempitnya kotak anak kelinci. Kotak
yang digunakan sebagai tempat melahirkan anak-anak kelinci ini apa bila sempit
akan berakibat fatal yaitu seringnya terinjak-injak induk yang akan menyusui
anaknya.
2. Babi
a. Perilaku induk babi Pra-Partus
Membuat
sarang ; tiga hari sebelum partus tiba, tempat diluar kandang menggali tanah
(lekukan), tempat didalam kandang membuat tumpukan jerami. Induk babi biasanya
melahirkan anaknya pada sarang yang telah dibangunnya.
b. Perilaku ketika partus
Jalinan
induk-anak pada babi tidak sebaik ungulata, sehingga memungkinkan
pemeliharaan anak oleh induk lain (fostering) pada induk babi yang
melahirkan bersamaan tetapi terpisah apabila pengaturan jumlah anak dilakukan
sebelum anak berumur 1 minggu dan sebelum susunan anak pada putting terbentuk.
Induk babi tidak menjilati atau membersihkan anaknya. Secara alami setelah “terengah-engah”
karena belum bernafas beberapa saat setelah lahir, anak babi kemudian akan
terbatuk, bernapas dalam dan baru kemudian dapat bernafas dengan normal.
Terdapat persaingan yang sangat ketat antar anak untuk mendapatkan putting susu
terdepan yang memiliki produksi susu terbesar hingga terbentuk susunan anak
pada putting susu secara permanen.
c. Perilaku pasca-partus
1) Pemeliharaan anak.
Perlu
perhatian terhadap anak yang berumur 1-4 hari post partus supaya anak
tidak terjepit induk, setelah 4-10 hari post partus diasuh keluar
kandang.kemampuan regulasi dan pertahanan suhu tubuh anak babi kurang
berkembang dibanding ternak ungulata sehingga memerlukan sarang untuk membantu
mempertahankan suhu tubuh. Mekanisme bersarang dapat meningkatkan resiko
kematian anak akibat tertndih induknya di sarang sebesar 20%. Terdapat beberapa
kasus induk kanibal yang memakan anaknya.
2) Menyusui
Posisi
induk menyusui berbaring/berdiri, biasa terjadi suckling order diantara anak,
biasanya ambing pectoral (dada) lebih besar dari pada ambing inguinal
(perut), anak dg. Berat badan tinggi dapat ambing yang pectoral,
frekwensi menyusui : 18-28 kali/hari 4-8
menit. Karakteristik khusus nursing pada babi adalah menunjukkan tingkah
laku komplek dalam mengasuh anak dan menyusui (teat order). Menyusui
dalam interval yang cukup pendek (50-60 menit). Induk membutuhkan stimulasi
piglet. Proses milk let down yaitu :
a) Fase 1
Pada awalnya piglet
berdesakan di sekitar ambing, memassage ambing dan putting dengan moncongnya.
Induk bersuara “grunt” perlahan dengan interval teratur sebagai
tanggapan. Setiap seri grunt berbeda frekuensi, suara,dan keras lemahnya yang
mengindikasikan tahapan kesiapan menyusui dar induk bagi piglet. Fase kompetisi
dan menyodok ambing dengan moncong selama 1 menit berakhir ketika susu mulai
diekskresikan
b) Fase 2
Berikutnya
adalah fase menyusu, dimana piglet menghisap putting melalui mulutnya dengan
gerakan lambat (1x/detik)
c) Fase 3
Setelah
berjalan lebih dari 20 detik, interval grunt dari induk akan meningkat
dan suaranya mengeras, fase puncak tahap ini tidak diikuti dengan peningkatan
ekskresi susu bahkan ada kecenderungan menurun, piglet mengimbangi dengan
meningkatkan intensitas menghisap 3x/detik. Pada fase ini terjadi peningkatan
sekresi hormon oksitosin dari pituitary dan peningkatan ekskresi MLD, baru
kemudian selama 10 – 20 menit terjadi puncak ekskresi susu kemudian berhenti.
d) Fase 4
Piglet
tetap memassage ambing dan menghisap putting untuk menginformasikan
status kebutuhan nutrisinya kepada induk yang akan disediakan pada saat
ekskresi susu selanjutnya.
3) Tingkah laku anak babi
Piglet tidak
dibersihkan oleh induknya, berebut putting , perlu potong gigi, strata social,
makan, bermain
4) Pembentukan teat order pada anak babi :
Dalam
waktu beberapa jam setelah kelahiran hingga 2 minggu anak babi menjadi mampu
mengenali posisi putting dan lebih menyukai menyusu dari bagian anterior
dibanding posterior Stimulasi putting bagian anterior berpengaruh
terhadap inisiasi milk let down, Sehingga penting untuk menjamin bahwa
putting susu anterior ditempati oleh anak babi yang sehat dan kuat Teat
order berfungsi sebagai tipe penguasaan territori, hingga terbentuk
susunan keluarga yang relatif stabil bagi anak babi. Perkelahian sering terjadi
untuk memperebutkan teat order, namun bisa terhensi dengan sendirinya
ketika sudah tercipta siapa pemenang dan hierarkhinya. Top order piglet
bisa dipisahkan dari induk dan pigglet sekelahirannya hingga 25 hari dan mash
diterima dan mendapatkan teat order yang sama setelah dikembalikan. Tetapi
sebaliknya jika yang dipisahkan adalah bottom order piglet, ketika
dikembalikan dan jika telah terjadi “rearrangement teat order” maka
piglet akan dianggap bukan lagi sebagai anggotanya dan ditolak/diserang jika
bergabung. Direkomendasikan untuk tetap menggabungkan dan tidak merubah
kelompok sekelahiran hingga masa pemotongan/ penyembelihan
3. Kuda
Masa
bunting 340+-5 hari, kelahiran terjadi pada malam hari meskipun ada juga kecenderungan
terjadi pada dini hari. Setelah melahirkan mare akan tetap rebah beberapa saat
sambil menyodok-nyodok foal. Kontak tersebut merupakan awal terbentuknya
ikatan induk anak secara intensive
yang bahkan lebih besar dibanding kedekatan dengan kawanannya.2 jam setelah
lahir anak kuda berdiri, kemudian berjalan mengikut induknya. Mare seringkali
menggigit, menyodok bahkan menendang untuk menjauhkan foal dari
kawanannya. Anak kuda suka menggigit kaki induknya, pada umur 3-4 minggu suka
berkelahi. Sebagian besar anak kuda selalu mengikuti induknya dan kurang
bersosialisasi dengan kawanannya. Mare baru mengijinkan foal bergabung
dengan kawanannya setalah dirasa cukup memiliki kemampuan. Hubungan mengasuh
anak pada kuda dapat terjadi hingga kurun waktu 2 tahun.
4. Ayam
a. Proses
pembentukan telur
Proses
ini berjalan selama 24-25 jam, melalui saluran reproduksi yang terdiri dari
infundibulum, magnum, isthmus, vagina dan cloaca. Dimana seluruh bagian
tersebut disebut sebagai oviduct.
b. Perilaku
ketika bertelur
Tanda-tanda
menjelang bertelur adalah : gelisah, mengeluarkan suara dan mencari sarang atau
tempat untuk bertelur. Anak ayam turun segera setelah 24 – 26 jam menetas.
Memiliki sifat meniru induk maupun ayam lainnya. Kesendirian dan rasa tercekam
ditandai dengan menciap-ciap. Pada saat dewasa : kanibal, saling bertengkar,
patuk mematuk, berebut pakan (saat seperti ini sering muncul peck order).
c. Pre
laying behavior pada ayam
Pada
sistem pemeliharaan beralas litter, tingkah laku sebelurm bertelur hampir mirip
dengan tingkah laku natural. Didahuli dengan fase mencari sarang yang nyaman
untuk bertelur; pemilihan bidang sarang untuk bertelur dan kemudian diikuti
dengan pembuataan nest hollow/cekungan untuk bertelur. Permasalahan yang
terjadi tergantung pada ukuran pen dan jumlah sarang yang tersedia.
Keterbatasan sarang dan interaksi aggressive merupakan faktor utama
penyebab banyaknya “floor eggs”. Ayam lebih menyukai bertelur di dekat
tempat terjadi kopulasi dibandingkan dengan tempat yang terisolasi, namun tetap
membutuhkan suana yang nyaman dan tenang
d. Tingkah
laku pada saat oviposisi pada ayam
Ayam
lebih menyukai bertelur dengan menghadap serong kedepan dengan bidang miring
kedepan. Inisiasi terjadinya kanibalisme lebih banyak terjadi jika ayam
menghadap ke dalam nest box. Jika terjadi penundaan oviposisi akibat lighting
inferior, ataupun keterbatasan nest box, retensi telur pada uterus
sering mengakibatkan deposisi ekstra calcium pada permukaan kulit telur. Hal
tersebut mengakibatkan tampak lapisan seperti debu pada permukaan kulit telur
dan tentunya menambah ketebalan telur dan mereduksi kemampuan pertukaran udara
jika telur akan ditetaskan.
e. Tingkah
Laku Post Laying Ayam
Ayam
menduduki telur yang telah dikeluarkannya selama + 0.5 jam. Meningkatkan resiko
pemendekan masa simpan telur konsumsi dengan mencegah pendinginan telur secara
cepat disamping peningkatan kontaminasi mikrobia. Pada sistem roll way nest
boxes hal ini dapat direduksi, karena telur akan segera dikeluarkan dari
sarang. Memberikan peluang untuk menduduki telur dapat meningkatkan hasrat
untuk mengeram, hal ini dapat terjadi meskpun pada jenis ayam petelur yang
sudah terseleksi secara genetis. Resiko lain yang muncul adalah munculnya
peluang bagi ayam untuk memakan telurnya sendiri. Pada awalnya dapat terjadi
dengan mengkonsumsi telur yang retak / pecah, namun ayam yang memiliki
pengalaman memakan telur biasanya akan terus berlanjut dengan memakan telur
yang retak bahkan jika tidak menemukan akan memecahkan telur yang utuh. Solusi
perbaikan management, pengurangan lighting.
f. Tingkah
laku anak ayam
1) Mengenal
induk
Ikatan
induk – anak terbentuk dengan adanya panggilan / suara induk untuk menunjukkan
makanan pada anak (maternal feeding call)
peran induk terbatas pada proteksi dan mengajarkan mengenal pakan edible maupun inedible
peran induk terbatas pada proteksi dan mengajarkan mengenal pakan edible maupun inedible
2) Hubungan
dalam kelompok
Agresi
dilakukan dalam rangka membentuk hierarkhi / pecking order yang stabil. Pecking
order mulai muncul beberapa minggu setelah menetas dan baru mulai stabil
setelah berumur 6 – 8 minggu.
3) Makan
Tingkat ketergantungan terhadap induk sebatas pada kebutuhan broodiness dan brooding system. Pada jenis unggas lain tingkat ketergantungan cukup tinggi (berbagai jenis burung contoh merpati, burung hantu dsb.) Social relationship bisa terbangun dengan sendirinya (imprinting tidak terfokus; jika didampingi induk imprinting fokus pada induk)
Tingkat ketergantungan terhadap induk sebatas pada kebutuhan broodiness dan brooding system. Pada jenis unggas lain tingkat ketergantungan cukup tinggi (berbagai jenis burung contoh merpati, burung hantu dsb.) Social relationship bisa terbangun dengan sendirinya (imprinting tidak terfokus; jika didampingi induk imprinting fokus pada induk)
5. Kambing
Secara
umum tanda-tanda kelahiran induk kambing dan domba itu sama, yaitu sebagai
berikut
a. Induk sering bengong dan menggaruk-garukkan
kakinya
b. Jika ada dalam kandang kelompok, induk
biasanya akan meyendiri
c. Merejan dan keluar cairan dari vulva
Anak
yang baru lahir dibersihkan induknya, plasenta dimakan oleh induknya. Anak
kambing yang menyusu akan timbul ikatan sosial. Bila anak dipisahkan dari
induk: induk mau menerima bila pemisahan hanya 4-5 menit, dengan terlebih
dahulu anak dicium-ciumkan dahulu. Makin
tua umur anak, ikatan social makin longgar. Anak mulai menyusu : 2-3 jam post
natal. Kedua putting dihisap bergantian 2-3 kali (20-30 detik/putting).
Anak yang lahir sering kelaparan sehingga rentan kematian karena:
a. Tidak berhasil menemukan putting susu.
Menyebabkan semangat menyusu dari anak kambing turun.
b. Induk belum berpengalaman akan menolak anak
menyusu.
Pada
kambing liar, penjilatan atau pembersihan bulu oleh induk terhadap anak yang
baru lahir digunakan oleh induk untuk memberi tanda pada anaknya. Jadi anak
lain yang telah kontak dengan induk mereka tidak akan diterima oleh induk lain,
tetapi anak lain yang tidak pernah mengadakan kontak dengan induk aslinya dapat
diterima dengan baik.
6. Domba
Tingkah
Laku Induk selama dan sebelum Kelahiran terjadi hubungan timbal balik yang
intensif antara induk – anak. Induk hewan ungulata menjilati membran dan cairan
plasenta anak yang baru lahir. Sedangkan anak itu sendiri berusaha untuk
berdiri dan mencari putting susu induk untuk mendapatkan kolostrum yang sangat
penting bagi pertumbuhannya. Induk tidak membutuhkan waktu cukup lama untuk
mengenali anaknya, tetapi anaknya memerlukan beberapa hari untuk mengenal
induknya dan jika lapar akan mendekati siapa saja dan bahkan bukan induknya
sendiri untuk menyusu selama berminggu-minggu.
Hal
yang sangat kritis bagi anak adalah belajar menyusu untuk dapat minum
kolostrum, dan kemudian susu biasa dari induknya. Lama waktu yang diperlukan
sejak induk domba sejak pertama menunjukkan rasa gelisah hingga melahirkan dan
anaknya jatuh ketanah bervariasi antara 1 menit hingga 3 jam. Kegiatan
dilanjutkan dengan menjilati anaknya sering diikuti dengan suara bernada rendah
dan berat. Penjilatan dimulai dari kepala kemudian bergerak ke bagian punggung
dan ekor. Intensitasnya sangat tinggi sesaat setelah kelahiran, kemudan menurun
menjadi 75 % dalam waktu 15 menit pertama, dan menjadi 10 % dalam waktu 4 jam
setelah kelahiran.
Penjilatan
dengan diawali dari kepala memberikan kesempatan bagi anak yang hidungnya telah
bersih untuk mudah bernafas, disamping berfungsi untuk membersihkan cairan
amnion dan membentuk jalinan antara induk – anak. Intensitas jilatan yang
diterima anak pertama domba biasanya lebih besar dibanding anak kedua atau
ketiga jika terjadi kelahiran kembar. Cairan amnion mempunyai peranan penting
dalam penerimaan anak oleh induk domba melalui proses penjilatan. Tingkah laku
dan karakterstik anak tampaknya juga mempengaruhi perkembangan tingkah laku
keindukan dengan mempengaruhi timbulnya sifat menjilati dan tingkah laku
keindukan. Pada beberapa kasus induk domba lebih tertarik pada anak induk lain
yang berumur 12-24 jam dibanding anaknya sendiri.
Periode
sensitif atau kritis untuk jalinan/ikatan induk-anak berlangsung kira-kira
20-30 menit pertama setelah kelahiran, walaupun beberapa peneliti menyatakan
bahwa proses ini berlangsung sampai waktu 4 jam. Induk domba yang dipisahkan
dari anaknya setelah kontak selama 30 menit dapat membedakan anaknya dari anak
– anak lainnya bila mereka dikumpulkan kembali. Jika pemisahan dilakukan sesaat
setelah kelahiran mengakibatkan induk kesulitan mengidentifikasi anaknya, dan
resiko ini dapat diturunkan jika pemisahan dilakukan 2 – 4 hari setelah
kelahiran pada saat ikatan sempurna telah terbentuk.
7. Sapi
Anak
sapi akan mulai berdiri setelah 45 menit dilahirkan, 2 s.d. 5 jam kemudian akan
mencari putting induknya, induk sudah harus pada posisi bisa berdiri (karakter
menyusui dengan berdiri). Mekanisme identifikasi anak – induk dilakukan melalui
vokalisasi, olfactory (penciuman) and vision. Calf akan
menyodok ambing dan putting induknya untuk merangsang terjadinya mekaniasme
laktasi. Induk dengan permasalahan kelahiran membutuhkan waktu lebih lama untuk
berdiri, sehingga anak sulit mengakses susu “butuh bantuan peternak”. Mekanisme
menyusu biasa diawali dengan menyusu pada putting bagian depan, induk secara
aktif menolak menyusui anak sapi lain (sangat individualis). Nilai hertabilitas
induk dengan mothering ability yang baik pada sapi relatif rendah.
Karakteristik tingkah laku anak : melonjak, menendang, mencakar, mendengkur,
bersuara dan mengadu kepala (butting). sapi jantan lebih sering
menunggangi dan mendorong anak sapi betina (buller rider syndrome). Induk
sapi menjilati urogenital dan rectal untuk menstimulasi urinasi dan defekasi.
Mekanisme ini diatur secara hormonal. Anak kembar mendapatkan perlakuan “grooming”
lebih sedikit dibanding anak tunggal. Kontak yang terjadi 5 menit setelah
kelahiran akan menciptakan ikatan yang sangat kuat antara induk – anak
Pada
ternak sapi, jalinan antara induk dengan anak yang terlahir kembar lebih lemah
dibanding induk yang melahirkan anak tunggal yang ditunjukkan dengan frekuensi
menjilati kedua anaknya yang lebih rendah dibanding kelahiran tunggal. Kontak
induk – anak pada sapi setelah 3 menit kelahiran sudah cukup untuk membangun
jalinan yang baik antara induk – anak. Pemisahan sampai 5 jam sesudah lahir
memberikan suatu kemungkinan 50% penerimaan induk terhadap anaknya sendiri, dan
pemisahan lebih dari 24 jam menyebabkan penolakan secara permanen oleh induk.
Pengenalan induk oleh anak pada sapi sebagaimana ternak lainnya membutuhkan
waktu beberapa hari, dan bila lapar akan terus mendekati induk lainnya sebelum
mampu mengidentifikasi induknya.
Simpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan:
1. Tingkah laku ternak muncul karena rangsangan
atau stimulus dari luar.
2. Rangsangan tersebut bisa berupa: ancaman,
suhu dan kelembaban lingkungan, pengaruh individu lain.
3. Perilaku suatu ternak merupakan akibat
gabungan stimulus dari luar dan dari dalam.
4. Setiap ternak mothering ability atau maternal
behavior, namun tinggi rendahnya berbeda-beda. Babi memiliki mothering
ability yang rendah. Berbeda dengan ternak ruminansia yang kebanyakan
memiliki mothering ability yang tinggi.
5. Untuk mengatasi rendahnya mothering
ability ini memerlukan peran/bantuan dari manusia (peternak).
DAFTAR
PUSTAKA
Suhara. 2010. Ilmu Kelakuan Hewan
(Animal Behaviour). Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia
Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu
Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor.
Pandanwati, Dayani. 2009. Perilaku yang
Berhubungan dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii)
pada Siang Hari di Penangkaran. Institut Pertanian Bogor.
http://maulidayanti1.blogspot.com/2013/05/tingkah-laku-hewan-induk-anak.html.
Diakses pada tanggal 22 April 2014 pukul 09.30 WIB.
http://kingsrabbit.blogspot.com/2010/10/persiapan-pra-dan-pasca-kelahiran-anak.html.
Diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 12.30 WIB
Teysar Adi S., S.Pt, M.Si, 2007, Diktat
Tingkah Laku Ternak
Sub Kajian : Tingkah Laku Induk Anak, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sub Kajian : Tingkah Laku Induk Anak, Universitas Diponegoro, Semarang.
http://kelinci.wordpress.com/2008/01/01/saat-hendak-melahirkan/.
Diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 12.45 WIB