UJI BORAKS DALAM BAHAN PANGAN
Senin, 20 April 2015
Edit
Zat
penyedap rasa sintetik yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah
boraks. Boraks merupakan senyawa berhidrat (natrium tetraborat) berupa padatan
Kristal berwarna putih yang digunakan pada industri gelas dan enamel. Boraks
termasuk dalam bahan kimia yang berbahaya kerena dapat terakumulasi dalam
tubuh. (Surdijhani, et.,al, 2004). Bahan pengawet, penyedap dan pewarna
buatan yang ditambahkan ke dalam makanan tidak boleh melebihi jumlah yang
ditentukan karena sangat berbahaya. Penggunaan ketiga jenis bahan tambahan
makanan tersebut harus mengikuti peraturan dari Departemen Kesehatan. Salah
satu contoh bahan pengawet buatan adalah boraks, yang sebenarnya tidak
diperkenankan digunakan pada makanan karena boraks merupakan bahan pengawet
kulit. Penggunaan boraks dapat menyebabkan keracunan, bahkan kematian.
Tanda-tanda keracunan boraks antara lain mual, pusing, demam, dan timbul
bintik-bintik merah pada kulit (Sumantoro, 2008).
Boraks merupakan bahan kimia yang digunakan pada
industri pembuatan keramik dan pembuatan kaca. Boraks banyak disalahgunakan
pada pembuatan mi, bakso, kerupuk dan lontong. Penambahan boraks dilakukan agar
mi, bakso dan lontong yang dihasilkan kenyal dan tidak lembek. Mi yang
menggunakan boraks dapat bertahan hingga tiga hari. Kerupuk yang menggunakan
boraks akan mekar dengan baik ketika digoreng (Arisworo, et.,al, 2007).
Boraks biasanya digunakan dalam pembuatan bakso
antara 0,1-0,5% dari berat adonan atau antara 1.000-5000 ppm. Boraks merupakan
racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi
yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu
diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan
dengan organ yang lain. Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg berat tubuh
(Saparinto dan Hidayati, 2009).
Penggunaan boraks atau bleng dalam produk
tradisional untuk merenyahkan makanan sering dijumapai. Larangan penggunaan
boraks untuk makanan di Indonesia telah dilakukan sejak bulan Juli 1979 dan
ditegaskan oleh SK Menteri Kesehatan RI NO 722/Menkes/Per/IX/1988. Akumulasi
dosis boraks yang cukup tinggi didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala
pusing, muntah, kram perutdan mencret. Dosis didalam tubuh sebanyak 5 gram atau
lebih dapat menyebabkan kematian pada anak kecil dan bayi, sedangkan untuk
orang dewasa dosis 10-20 gram yang akan menyebabkan kematian (Nuraini, 2010).
A. Materi dan Metode
1. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Cawan
2) Pipet
3) Alat Bakar
4) Korek Api
b. Bahan
1) 5 gram sosis sapi, 5 gram sosis ayam, 5 gram
bakso, 5 gram bakso pedas, dan 5 gram tempura yang diduga mengandung
boraks
2) 10 tetes H2SO4 pekat
3) 2 ml Metanol absolute
2. Metode
a. Meletakkan masing-masing sampel sebanyak 5
gram kedalam cawan.
b. Memberikan masing-masing 10 tetes H2SO4
pekat dan 2 ml Metanol absolute.
c. Membakar sampel dan melihat spektrum warna
yang terjadi (apabila berwarna hijau maka mengandung boraks).
B. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel Uji Boraks dalam
Bahan Pangan
No
|
Nama
Bahan Pangan
|
Ciri-
ciri
|
Asal
Daerah
|
Ada/Tidak
Boraks
|
Detik
ke-
|
1
|
Sosis sapi
|
Warna Hijau
|
Kantin
FP
|
Ada
|
1
|
2
|
Sosis Ayam
|
Warna Orange
|
Ngoresan
|
Tidak
Ada
|
-
|
3
|
Tempura
|
Warna Orange
|
Gulon
|
Tidak
Ada
|
-
|
4
|
Bakso pedas
|
Warna Orange
|
Jebres
|
Tidak
Ada
|
-
|
5
|
Bakso Sapi
|
Warna Orange
|
Jaten
|
Tidak
Ada
|
-
|
Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan
Hasil
praktikum pengujian boraks yang telah dilaksanakan pada 5 sampel diantaranya
sosis sapi, sosis ayam, tempura, bakso pedas dan bakso masing-masing
sebanyak 5 gram yang telah dihaluskan, menunjukkan bahwa 1 dari 5 sampel
positif mengandung boraks. Ketika proses pembakaran, sampel sosis sapi
menunjukkan spektrum api berwarna hijau kebiruan yang mengindikasikan adanya
kandungan boraks didalamnya. Sedangkan pada sampel lain yaitu sosis ayam,
tempura, bakso pedas dan bakso saat proses pembakaran menunjukkan
spektrum api berwarna kuning-orange. Hal ini menunjukkan bahwa sampel negatif
mengandung boraks.
Salah
satu uji yang bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya kandungan boraks adalah
dengan melibatkan reaksi oleh methanol dan asid dengan memperhatikan warna
hijau yang muncul akibat nyala api oleh B(OMe)3 (Zakaria, et.,al,
2004). Spektrum warna hijau hanya ditunjukkan pada awal pembakaran. Sehingga
tidak membutuhkan waktu lama untuk mengamati sampel, namun membutuhkan
ketelitian dalam pengamatan spektrum warna yang timbul.
Sampel
praktikum hanya 1 yang menunjukkan spektrum warna hijau saat proses pembakaran,
yang menunnjukkan kandungan boraks positif. Boraks merupakan racun bagi semua
sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam
organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal
merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain.
Dosis fatal boraks antara 0,1-0,5 g/kg berat tubuh. Akumulasi dosis boraks yang
cukup tinggi didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, kram
perut dan mencret.
C. Kesimpulan
Boraks
merupakan pengawet sintetik yang biasa digunakan dalam industri keramik dan
kaca, tidak layak untuk dicampurkan kedalam makanan. Besar kecilnya dampak menelan
boraks tergantung pada jumlah atau konsentrasi boraks yang masuk dalam tubuh.
Oraks merupakan racun bagi semua del, akumulasi dosis boraks yang cukup tinggi
didalam tubuh, menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, kram perutdan
mencret. Satu dari kelima sampel yang diuji, sosis sapi positif mengandung boraks sedangkan yang lain
negatif. Hal ini ditunjukkan oleh spektrum warna yang ditunjukkan masing-masing
sampel saat proses pembakaran dengan menggunakan metode yang sama.
DAFTAR
PUSTAKA
Arisworo, Djoko dkk. 200. IPA Terpadu
(Biologi, Kimia, Fisika). Grafindo Media Pratama. Bandung.
Nuraini, Henny. 200. Memilih dan Membuat
Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. QultumMedia. Jakarta Selatan.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati.
200. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Sumantoro. 200. Sains SD Kelas 1 (Edisi Revisi). Kanisius.
Yogyakarta.
Surdijhani, Dian dkk. 200. Be Smart Ilmu
Pengetahuan Alam. Grafindo Media Pratama. Bandung.
Zakaria, dkk. 2004. Kimia Tak Organik
Lanjutan. Univercity Teknologi Malaysia Press. Malaysia.