Gangguan Reproduksi Pada Sapi Dan Cara Penanganannya
Rabu, 18 Mei 2016
Edit
Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya adalah retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar), distokia (kesulitan melahirkan), abortus (keguguran), dan kelahiran prematur/ sebelum waktunya. Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi peternak yang berdampak terhadap penurunan pendapatan. Gangguan tersebut umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit reproduksi, buruknya sistem pemeliharaan, tingkat kegagalan kebuntingan dan masih adanya pengulangan inseminasi (Riady, 2006).
Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang murah karena ketidaktahuan cara menanganinya. Kali Ini ilmuternak.com akan membahas tentang Gangguan Reproduksi Pada Sapi Serta Cara Penanganannya. Materi ini akan dibagi menjadi 4 bagian. Yang pertama Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital), kedua Gangguan fungsional, ketiga Infeksi organ reproduksi dan yang terakhir adalah gangguan reproduksi akibat Kesalahaan manajemen.
Gangguan Reproduksi Sapi Akibat Cacat anatomi saluran reproduksi dan Penanggulangannya
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat kongenital (bawaan) dan cacat perolehan.
1. Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital atau bawaan lahir dapat terjadi pada ovarium (indung telur) dan pada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) dan apabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut.
Agenesis ovaria merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur). Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alat reproduksi, diantaranya : Freemartin (abnormalitas kembar jantan dan betina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan dan betina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin. Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalam kandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) dan ditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis). Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil dan ini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus atau gemuk serta manajemen pakan yang baik.
2. Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alat reproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya: Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria ( Ovaro Bursal Adhesions / OBA). OBA dapat terjadi secara unilateral dan bilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksi dari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atau infeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalah sapi anestrus.
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya: Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan trauma/ kerusakan pada saluran kelahiran dan dapat berakibat sapi menjadi steril/ majir. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus (nympomania) namun akhirnya menjadi anestrus. Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
Apabila anda ingin mendapatkan materi ini dalam betuk PDF dapat didownload di bawah ini
Untuk Materi yang Kedua tentang Gangguan Reproduksi Sapi Akibat Gangguan fungsional dapat dibaca dibawah ini.
Baca Juga: Gangguan Reproduksi Pada Sapi Dan Cara Penanganannya Ke 2
Sumber materi dan gambar: Ratnawati, D., Wulan C. P., Dan Lukman A. S. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Loka Penelitian Sapi Potong Jln. Pahlawan Grati No. 2 Grati Pasuruan 67184. Isbn 978-979-8308-69-7.